Di tengah peringatan Hari Bumi yang menjadi momentum global untuk refleksi dan aksi nyata menjaga lingkungan, sebuah desa di Yogyakarta menjadi simbol harapan. Desa itu The Gade Village.
The Gade Village digadang-gadang mampu menjadi bukti nyata bahwa keberlanjutan tidak hanya dibicarakan di forum internasional, namun juga dimulai dari akar rumput, dari desa, oleh masyarakat, untuk bumi.
Berawal dari program tanggung jawab sosial, desa ini dikembangkan sebagai ekosistem pemberdayaan masyarakat berbasis potensi lokal, salah satunya mengembangkan pertanian berkelanjutan, agar menjadi kekuatan ekonomi, kemudian inovasi sosial, serta mendorong transformasi digital di pedesaan.
Langkah-langkah itu dilakukan untuk mewujudkan desa hijau yang bermuara kepada lingkungan lestari. Mengukuhkan The Gade Village bukan sekadar desa binaan biasa.
Di desa inilah konsep pembangunan berkelanjutan dijalankan, bukan sekadar diwacanakan.
Salah satu pilar utama The Gade Village adalah program The Gade Integrated Farming (TGIF). Program ini mengusung konsep pertanian terpadu yang menggabungkan berbagai sektor agrikultur secara sinergis dan ramah lingkungan.
TGIF tidak hanya berfokus kepada budidaya tanaman, namun juga mencakup peternakan, perikanan, dan pengelolaan limbah organik menjadi pupuk kompos. Semua komponen tersebut saling terhubung dalam satu ekosistem pertanian yang saling mendukung.
Dalam praktiknya, masyarakat desa diajak untuk menerapkan pertanian organik melalui budidaya sayuran sehat bebas pestisida kimia. Komoditas unggulan seperti kangkung, bayam, sawi, tomat, dan cabai dikembangkan di lahan pertanian bersama.
Sementara itu, peternakan kambing dan ayam dijalankan dengan sistem kandang terintegrasi yang memanfaatkan limbah hewan sebagai bahan baku pupuk organik. Perikanan air tawar juga dikembangkan di kolam buatan, sehingga masyarakat bisa memperoleh penghasilan tambahan dari berbagai sektor pertanian.
Melalui pelatihan yang rutin dan pendampingan dari tenaga ahli, para petani lokal mulai memahami pentingnya pertanian ramah lingkungan yang bukan hanya menguntungkan secara ekonomi, tetapi juga menjaga kelestarian tanah dan air.
Hasil dari pertanian ini tidak hanya dijual secara konvensional di pasar tradisional, tetapi juga dipasarkan melalui platform digital, sehingga menjangkau konsumen yang lebih luas dan memberikan nilai tambah.
Selain pertanian, desa ini juga menjadi ruang tumbuhnya ekonomi kreatif masyarakat. Warga, terutama ibu rumah tangga dan pemuda, diberi pelatihan kewirausahaan, mulai dari manajemen usaha, pengemasan produk, pemasaran digital, hingga pencatatan keuangan.
Berbagai produk lokal seperti keripik singkong, batik tulis, makanan olahan, dan kerajinan tangan kini dipasarkan melalui platform e-commerce dan pameran lokal. Akses terhadap pembiayaan mikro juga memudahkan pelaku usaha untuk mengembangkan bisnisnya tanpa harus terjerat praktik rentenir.
Model koperasi dan kelompok usaha bersama yang dibentuk di desa ini turut memperkuat solidaritas dan kolaborasi ekonomi antarwarga.
The Gade Village juga menjadi percontohan dalam penerapan teknologi digital untuk kemajuan desa. Pegadaian membangun fasilitas The Gade Clean and Gold, sebuah rumah kreatif yang berfungsi sebagai pusat edukasi dan inovasi.
Di sini, masyarakat dapat mengakses literasi keuangan, pelatihan komputer, dan internet gratis. Anak-anak dan remaja desa bisa memanfaatkan fasilitas ini untuk belajar daring, sementara para pelaku UMKM dapat memasarkan produk mereka melalui media sosial dan marketplace.
Dengan pendekatan teknologi yang humanis, masyarakat desa secara perlahan mulai melek digital. Mereka tak lagi bergantung sepenuhnya pada cara-cara konvensional dalam berdagang atau mengakses informasi.
Pegadaian juga menyediakan fasilitas digitalisasi keuangan desa, termasuk layanan gadai digital dan tabungan emas, yang memudahkan masyarakat dalam mengelola keuangannya secara modern dan aman.
Aspek pelestarian lingkungan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari The Gade Village. Program penghijauan, bank sampah, dan pengolahan limbah rumah tangga menjadi kompos telah menjadi kebiasaan baru di kalangan warga.
Desa ini juga menerapkan sistem pemilahan sampah dari rumah tangga dan pemanfaatan energi surya untuk beberapa fasilitas umum.
Kesadaran masyarakat terhadap pentingnya menjaga lingkungan kini tumbuh kuat. Mereka aktif dalam kegiatan bersih desa, reboisasi, dan kampanye hemat energi. Bahkan, sebagian hasil panen dari program pertanian terpadu digunakan untuk mendukung ketahanan pangan warga lansia dan kelompok rentan lainnya.
Kondisi itu menjadikan desa bukan hanya mandiri secara ekonomi, tetapi juga menjadi komunitas yang peduli dan tangguh terhadap perubahan iklim.
Keberhasilan The Gade Village di Yogyakarta diharapkan memberikan inspirasi bagi banyak pihak, baik pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, maupun perusahaan lain. Program itu menunjukkan bahwa pembangunan desa tidak harus menunggu intervensi besar dari pusat, tetapi bisa dimulai dari kolaborasi nyata antara BUMN dan masyarakat lokal.
Dampaknya pun sangat terasa: peningkatan pendapatan warga, lahirnya pelaku usaha baru, dan meningkatnya kualitas hidup masyarakat desa.
PT Pegadaian berencana untuk mereplikasi model The Gade Village ke daerah-daerah lain di Indonesia.
“Meningkatkan Kesejahteraan, Merawat Bumi”, Pegadaian berharap lebih banyak desa yang bisa berkembang secara mandiri, inovatif, dan berdaya saing, sekaligus menjaga kelestarian lingkungan sebagai warisan untuk generasi mendatang
Dan dari desa ini, harapan itu terus tumbuh.
***
Penulis adalah Asmen ESG PT Pegadaian dan mahasiswa Sekolah ilmu Lingkungan Universitas Indonesia