AirAsia Maksimalkan AI, tapi Tetap Ada yang Tak Bisa Digantikan Teknologi

Posted on

Pemanfaatan AI menjadi topik hangat yang digandang-gandangkan maskapai untuk menarik perhatian para traveler dunia. AirAsia pun tak menampik perusahaannya juga memanfaatkan AI dalam pelayanan konsumen. Namun, mereka juga menyadari tidak semua sektor bisa digantikan teknologi.

Sebagai maskapai yang telah memenangkan 16 kali penghargaan sebagai maskapai budget terbaik, AirAsia mengakui mereka sulit bisa memenuhi ekspektasi traveler dan mencoba memaksimalkan pelayanan supaya bisa bersaing dengan maskapai budget lainnya.

“Maskapai penerbangan mengalami penundaan, bagaimana kami mengelolanya, bagaimana kami menggunakan AI untuk menghindari gangguan, adalah hal-hal yang akan kami coba lakukan, semuanya dengan biaya rendah,”

“Kami telah memenangkan penghargaan maskapai penerbangan berbiaya rendah terbaik dunia 16 kali berturut-turut. Menjadi maskapai penerbangan itu sulit, sulit memenuhi ekspektasi penumpang, tetapi saya yakin teknologi akan membantu kami bekerja lebih baik ke depannya. Dan kemudian melakukan hal-hal sederhana dengan lebih baik, makanan yang lebih sederhana, makanan yang lebih lezat,” jawab Tony Fernandes, CEO AirAsia terkait pertanyaan infoTravel untuk TOURISE 2025, Kamis (13/11/2025).

Serta, cara lain yang digunakan AirAsia untuk bisa bersaing di dunia aviasi yaitu memaksimalkan pelayanan langsung.

“AI tidak dapat menggantikan senyum ramah atau uluran tangan, dan kami akan terus berusaha sebaik mungkin untuk melakukannya.

Tony menjelaskan bahwa pemanfaatan AI diterapkan AirAsia dalam beberapa sektor, mulai dari perusahaan, operasional, dan personalisasi. Di perusahaan, mereka memanfaatkan AI untuk mengumpulkan informasi dan mempermudah pegawai memproses permintaan lebih cepat.

“Di operasional, di situlah kami melihat banyak manfaatnya, seperti memprediksi cuaca agar kami dapat memprediksi pola penerbangan, keberlanjutan, mengurangi bahan bakar dengan menggunakan pesawat dan rute yang tepat. Ada banyak sekali pengalaman operasional yang bisa kami dapatkan dari 25 tahun pengalaman kami,” katanya.

“Dan yang ketiga, yang sekarang mulai kami dalami, adalah personalisasi. Kami sangat percaya pada avatar dan menggunakannya sebagai pendamping untuk membuat keputusan, dan tentu saja AI juga digunakan di sana,” tambahnya.

Lebih lanjut Tony juga mengatakan bahwa perusahaannya berkomitmen untuk memerangi perdagangan manusia. Sebagai maskapai yang menerbangkan 90 juta orang, mereka mempersiapkan para staf untuk mengenali bagaimana kejahatan di penerbangan.

“Semua staf kami dilatih untuk mendeteksi perdagangan manusia dan kami telah menghentikan banyak kasus dan terus seperti itu ke depannya. Jadi, pariwisata yang bertanggung jawab itu penting. Ini bukan sekadar kata kunci bagi kami. Kami menganggapnya sangat serius. Sulit untuk mendidik 90 juta orang, tetapi kami melakukan yang terbaik,” tutupnya.

Sejumlah maskapai telah mulai memanfaatkan AI dalam operasionalnya. Seperti maskapai Emirates yang memanfaatkan AI untuk memprediksi turbulensi.

Teknologi baru itu diyakini dapat menghasilkan ‘data real time’ yang memberi sinyal kepada pilot mengenai area turbulensi di jalur penerbangan. Sistem itu menggunakan pembelajaran mesin, data turbulensi yang dikumpulkan secara massal, dan laporan pilot serta menyediakan visualisasi turbulensi langsung dan in-situ kepada kokpit. Emirates mengklaim bahwa strategi baru ini telah menghasilkan pengurangan kejadian cuaca buruk yang tak terduga.

Mundur ke bulan April, maskapai British Airways juga menggunakan AI dan mengklaim dengan bantuan AI, keterlambatan di Bandara Heathrow, London bisa direduksi secara signifikan. Pada April 2025, dua pertiga penerbangan British Airways dari Heathrow tercatat berangkat lebih cepat dari jadwal.

Capaian itu naik dua kali lipat dibandingkan April 2023, dan meningkat hampir 20 persen dari April 2024. Peningkatan kinerja tersebut tak lepas dari penerapan teknologi AI, algoritma prediksi, optimalisasi, dan pembelajaran mesin.

Namun keberadaan AI juga jadi mimpi buruk bagi karyawan Lufthansa yang berencana mem-PHK 4.000 karyawannya untuk digantikan dengan AI. Hal ini dikatakan oleh Lufthansa Group pada Senin (29/9), mereka akan memakai kecerdasan buatan, digitalisasi, dan konsolidasi pekerjaan di antara maskapai anggota tahun 2030.

Maskapai yang manfaatkan AI selain AirAsia

Sejumlah maskapai telah mulai memanfaatkan AI dalam operasionalnya. Seperti maskapai Emirates yang memanfaatkan AI untuk memprediksi turbulensi.

Teknologi baru itu diyakini dapat menghasilkan ‘data real time’ yang memberi sinyal kepada pilot mengenai area turbulensi di jalur penerbangan. Sistem itu menggunakan pembelajaran mesin, data turbulensi yang dikumpulkan secara massal, dan laporan pilot serta menyediakan visualisasi turbulensi langsung dan in-situ kepada kokpit. Emirates mengklaim bahwa strategi baru ini telah menghasilkan pengurangan kejadian cuaca buruk yang tak terduga.

Mundur ke bulan April, maskapai British Airways juga menggunakan AI dan mengklaim dengan bantuan AI, keterlambatan di Bandara Heathrow, London bisa direduksi secara signifikan. Pada April 2025, dua pertiga penerbangan British Airways dari Heathrow tercatat berangkat lebih cepat dari jadwal.

Capaian itu naik dua kali lipat dibandingkan April 2023, dan meningkat hampir 20 persen dari April 2024. Peningkatan kinerja tersebut tak lepas dari penerapan teknologi AI, algoritma prediksi, optimalisasi, dan pembelajaran mesin.

Namun keberadaan AI juga jadi mimpi buruk bagi karyawan Lufthansa yang berencana mem-PHK 4.000 karyawannya untuk digantikan dengan AI. Hal ini dikatakan oleh Lufthansa Group pada Senin (29/9), mereka akan memakai kecerdasan buatan, digitalisasi, dan konsolidasi pekerjaan di antara maskapai anggota tahun 2030.

Maskapai yang manfaatkan AI selain AirAsia