Rehabilitasi Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) terus berjalan, tetapi kerusakan hutan dan konflik sosial di sekitarnya kian mendesak untuk diselesaikan. Akademisi dan aktivis lingkungan mengingatkan bahwa pemulihan ekosistem mustahil berhasil tanpa solusi nyata bagi masyarakat yang bergantung pada hutan.
Dosen Ekologi Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia Suyud Warno Utomo menegaskan akar persoalan Tesso Nilo tidak bisa dilihat dari satu sisi. Menurutnya, perubahan hutan menjadi kebun telah menghilangkan fungsi ekologis hutan dan mendesak pemerintah segera menghentikan aktivitas tersebut.
“Perubahan ekosistem hutan menjadi kebun sudah mengubah fungsi hutan sebagai plasma nutfah. Hutan itu mestinya menjaga iklim, menyediakan pakan dan habitat bagi satwa, dan memberi peran bagi manusia. Pemerintah harus segera menghentikannya,” ujarnya saat dihubungi infoTravel, Jumat (28/11/2025).
Selain itu, ia menilai pemerintah harus memberi perhatian lebih kepada masyarakat lokal yang tinggal di kawasan Tesso Nilo. Suyud menyoroti bahwa pemulihan Tesso Nilo harus bersandar pada dua prioritas, yaitu kesejahteraan masyarakat lokal dan pelestarian keanekaragaman hayati.
Dia menilai pemerintah perlu bekerja sama dengan semua pihak untuk merancang perencanaan untuk memulihkan kualitas serta kuantitas hutan.
“Prioritas utama itu kesejahteraan masyarakat lokal dan pelestarian satwa serta keanekaragaman hayati lain. Pemerintah perlu bekerja sama dengan semua pihak untuk mencari solusi. Peran peneliti, akademisi, BRIN sangat penting disini,” kata Suyud.
Suyud juga menegaskan bahwa kepentingan ekonomi tidak harus berbenturan dengan upaya pelestarian hutan. Menurutnya, kekayaan hayati di dalam hutan justru bisa dimanfaatkan sebagai sumber ekonomi yang jauh lebih berkelanjutan jika dikembangkan dengan benar.
Perlu adanya riset dan kajian mendalam agar pemerintah maupun masyarakat dapat mengali potensi ini secara optimal. Menurutnya, lingkungan harus memberikan manfaat bagi semua pihak, mulai dari satwa, masyarakat, dan negara, bukan hanya pihak berkepentingan.
“Lingkungan itu harusnya menjadi pahlawan bagi semua, bukan hanya pihak tertentu,” kata dia.
Pernyataan senada disampaikan oleh fotografer lingkungan, Regina Safri. Ia mendesak pemerintah memberikan kontribusi nyata bagi masyarakat lokal di kawasan Tesso Nilo.
“Ekonomi (yang bisa dikembangkan di hutan) tidak melulu soal kayu dan sawit. Banyak hasil hutan bukan kayu (HHBK) yang bisa dimanfaatkan tanpa merusak hutan dan menyakiti gajah. Pemerintah perlu memberikan solusi nyata bagi masyarakat, karena mereka juga butuh makan,” ujar perempuan yang akrab disapa Rere, Kamis (27/11).
Regina menekankan bahwa penyelesaian persoalan Tesso Nilo bukan untuk mencari siapa yang salah. Ia menilai solusi terbaik yang bisa dilakukan adalah kerja sama berbagai pihak mulai dari masyarakat lokal, akademisi, hingga pemerintah.
“Solusi yang bisa dilakukan saat ini adalah kerja sama dari berbagai pihak. Peran masyarakat lokal sangat penting diikutsertakan dalam persoalan ini, akademisi, pihak perusahaan sawit, perusahaan batu bara, dan pemerintah harus mempunyai visi misi yang sama dan diskusi bersama,” kata dia.






