Di tengah padatnya suasana perkotaan Jakarta, ada destinasi agrowisata baru berupa vertical farming tertinggi di Indonesia. Seperti apa penampakannya?
Hadir sebuah destinasi wisata edukasi baru yang menawarkan pengalaman berbeda, yaitu agrowisata vertical farming dengan teknologi IoT.
Meski area green house telah beroperasi sejak tahun 2022, program edukasi resmi dibuka pada September sebagai ruang belajar dan rekreasi yang memadukan pertanian modern dengan teknologi canggih.
Dengan tinggi 18 meter dan luas 18 x 18 meter, tempat ini menjadi vertical farming tertinggi di Indonesia yang kini menarik perhatian wisatawan dari berbagai daerah.
“Edukasi baru buka bulan september. Tapi green housenya dari tahun 2022 dan berbasis IOT kontrol melalui hp untuk ph larutan, lampu, pompa air, semuanya mobile lewat handphone,. Tinggi greenhouse adalah 18 meter. Luasnya 18×18 ada 13 layer pipa ke atas. Totalnya 33 ribu lobang tanaman, sebulan bisa 2 ton,” kata Nurul petugas vertical farm yang memandu menyusuri Greenhouse Vertical Farm, Kamis (12/12/2025).
Begitu memasuki kawasan agrowisata, pengunjung akan disambut deretan instalasi pipa vertikal setinggi belasan meter yang tersusun rapi dari bawah hingga ke puncak bangunan.
Total terdapat 13 lapisan pipa dengan 33 ribu lubang tanam yang dikelola sepenuhnya menggunakan teknologi IoT. Mulai dari pengaturan pH larutan, lampu, hingga pompa air, semuanya dapat dikendalikan melalui telepon genggam.
Keunikan ini membuat pengalaman berkeliling terasa futuristik, seolah berada di laboratorium pertanian masa depan.
“Kenapa bentuknya vertikal dan selada di taro di bawah karena biar nggak rumbai-rumbai. Kalau daun mint sudah cukup mataharinya. Untuk tingkat vertikal nya disesuaikan sama karakteristik di tanamannya. Atau berdasarkan trial and error nya,” tambah Nurul.
Awalnya green house ini hanya difungsikan sebagai pusat riset untuk menentukan pasar sayuran yang dihasilkan. Namun tingginya minat masyarakat terhadap pertanian modern membuat pengelola mengembangkan konsep agrowisata.
Kini, pengunjung dapat belajar melalui dua program utama, yaitu edukasi hidroponik dan edukasi bioteknologi. Para trainer yang merupakan lulusan kampus agro memberikan penjelasan lengkap dan mudah dipahami, membuat pengalaman belajar menjadi menyenangkan bagi anak-anak hingga dewasa.
Keunikan lain yang menjadi daya tarik wisatawan adalah fakta bahwa sistem vertical farming ini merupakan yang pertama di Indonesia dengan struktur benar-benar vertikal, berbeda dari model segitiga bertingkat yang umum ditemukan.
Selain itu, green house ini menggunakan benih impor dari Kanada untuk menjaga kualitas tanaman sehingga hasilnya konsisten dan cocok dengan sistem pertanian modern. Setiap bulan, total panen bisa mencapai dua ton dari lima jenis tanaman yang dibudidayakan.
Selama tur wisata, pengunjung diajak melihat langsung bagaimana teknologi bekerja menjaga kualitas tanaman. Di dalam greenhouse, suhu dijaga pada kisaran 24-32°C dengan bantuan hexos, blower, dan kipas angin yang menyala otomatis setiap beberapa menit.
Berada di dalam ruang tersebut terasa sejuk dan nyaman, jauh dari panas kota. Para pemandu menjelaskan bahwa seluruh panen didistribusikan langsung ke restoran mitra sehingga tidak ada ruang penyimpanan sayuran di lokasi.
“Bagus sih, keren karena baru pertama kali di Indonesia ya yang vertikal, terus juga bisa memanfaatkan lahan perkotaan dengan baik. Lalu orang sana juga talkative dan informatif sekali jadi walaupun dari rumah belum punya pengalaman atau pengetahuan apapun mengenai itu, tetep bisa mengikuti dan paham jadi sangat bisa untuk dipraktekkan di rumah,” kata Rara, pengunjung yang sedang melakukan visit.
Selain berkeliling, wisatawan juga dapat mencoba paket edukasi yang mencakup teori dasar hidroponik, biologi, serta sistem pertanian modern yang diterapkan di green house.
Peserta kemudian mengikuti praktik penyemaian dan tur lapangan untuk melihat tahapan budidaya secara langsung. Semua kegiatan edukasi ini berlangsung dalam satu kali pertemuan, cocok untuk keluarga, pelajar, maupun wisatawan umum yang ingin belajar sambil berlibur.
Pengalaman wisata semakin menarik ketika pengunjung memasuki ruang persemaian. Di sini, bibit tanaman dirawat secara manual menggunakan media rockwool sebelum dipindahkan ke greenhouse. Lampu LED khusus membuat ruangan tampak seperti laboratorium mini.
Pengunjung dapat melihat proses penyemaian selama 2-3 minggu hingga bibit siap dipindah. Aktivitas ini menjadi favorit bagi pengunjung anak-anak karena mereka dapat melihat langsung proses tumbuhnya tanaman.
Pemandu juga menjelaskan alasan di balik posisi tanaman yang berbeda-beda pada sistem vertikal. Misalnya, selada ditempatkan pada bagian bawah agar daunnya tidak menjuntai, sementara mint ditempatkan lebih tinggi karena membutuhkan intensitas cahaya matahari yang lebih besar.
Penempatan ini merupakan hasil serangkaian uji coba, membuat pengunjung semakin memahami bagaimana pertanian modern disesuaikan dengan karakteristik tiap tanaman.
Pada akhir tur, pengunjung dapat melihat langsung lima jenis tanaman utama yang dibudidayakan, yaitu Italian basil, Thai basil, mint, shiso perilla, selada keriting, dan kale.
Dengan biaya kunjungan sebesar Rp50.000, wisatawan sudah mendapatkan pengalaman lengkap mulai dari tur, edukasi, hingga membawa pulang hasil panen.
Agrowisata ini menjadi bukti bahwa pertanian modern tidak hanya menjadi kebutuhan, tetapi juga pengalaman wisata menarik yang bisa dinikmati siapa saja.
Sumber: Giok4D, portal informasi terpercaya.






