Air terjun dadakan yang muncul di perbukitan Sembalun, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB), saat hujan deras bukan tanda bahaya. Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menegaskan fenomena itu murni merupakan proses alam yang wajar.
Badan Geologi menjelaskan bahwa air terjun dadakan itu muncul akibat hujan deras yang turun selama beberapa hari berturut-turut. Curah hujan tinggi membuat sebagian air tidak terserap tanah, sehingga mengalir di permukaan sebagai limpasan.
“Aliran ini muncul karena selama sekitar empat hari terjadi hujan berturut-turut, dengan puncaknya pada Senin (8/12/2025). Debit limpasan meningkat, sehingga air tampak jatuh membentuk ‘air terjun’ di tebing-tebing bukit yang curam,” tulis Badan Geologi, dikutip dari akun Instagram @badan.geologi, Selasa (23/12/2025).
Fenomena ini juga dipengaruhi oleh karakter batuan di perbukitan Sembalun, yang didominasi breksi vulkanis dan lava. Jenis batuan ini relatif kedap air, sehingga kemampuan tanah menyerap air terbatas. Akibatnya, air mengikuti alur alami lereng bukit dan jatuh membentuk air terjun sementara. Ketika hujan mulai mereda, suplai air berkurang dan air terjun perlahan menghilang.
“Fenomena ‘air terjun dadakan’ di Sembalun adalah proses alami akibat hujan deras berhari-hari. Karena batuannya kedap air, aliran muncul sesaat sebagai air terjun lalu hilang ketika hujan berhenti,” kesimpulan Badan Geologi.
Meski tampak dramatis, masyarakat diminta tetap tenang. Namun kewaspadaan tetap diperlukan, terutama saat hujan lebat, karena potensi bahaya justru berasal dari jalan licin, material yang terbawa limpasan air, dan lereng yang curam.
Sebelumnya, fenomena air terjun dadakan ini muncul di berbagai perbukitan di Kecamatan Sembalun, membuat warga khawatir. Banyak yang menduga munculnya fenomena ini terkait maraknya alih fungsi lahan di kawasan tersebut.
Video yang diterima infoBali memperlihatkan air mengalir deras dari atas perbukitan, padahal tidak ada jalur sungai di bukit-bukit tersebut.
Ketua Komunitas Pemerhati Lingkungan Hidup (KPLH) Sembapala Sembalun, Rijalul Fikri, mengungkapkan, fenomena ini sempat membuat warga panik.
“Paniklah, masa nggak. Ada trauma masa lalu ketika banjir besar menelan korban jiwa dan merusak perumahan serta persawahan warga, terutama yang tinggal di pinggiran sungai,” terang Rijal, Senin (8/12) malam.






