Tak banyak yang tahu bahwa di Bekasi ada sebuah museum, tepatnya berlokasi di Gedung Juang. Bangunan bersejarah peninggalan tahun 1906 yang bergaya arsitektur Indische Empire Style, yaitu perpaduan dari gaya arsitektur Belanda, Indonesia, dan sedikit sentuhan China.
Gedung Juang sendiri merupakan bangunan monumental dengan jendela dan pintu besar, serta memiliki halaman sangat luas. Letaknya pun sangat strategis di Jalur Pantura.
Pada masa lalu, gedung ini menjadi penanda bagi para pengelana dari luar kota, ketika melihat gedung ini dari kejauhan, artinya mereka sudah tiba di Bekasi.
Saya mengunjungi Gedung Juang beberapa waktu yang lalu, untuk menghadiri acara klub buku Membaca Raden Saleh. Tepatnya di amphiteater outdoor di Taman Juang yang merupakan bagian dari Museum Bekasi.
Tak jauh dari tempat ini ada permainan Lempar Pisau yang juga merupakan bagian dari aktivitas Museum Bekasi. Melihat fasad bangunannya yang megah, saya tak menyangka bahwa bangunan bersejarah ini pernah menjadi bangunan terlantar.
Menurut penuturan Ifan Dhoni, seorang warga Bekasi, sebelum difungsikan sebagai museum digital seperti saat ini, gedung ini sempat tak terawat. Ruangannya pun berbau amoniak dengan banyaknya kotoran kelelawar yang dimanfaatkan warga sekitar sebagai pupuk.
Setelah direvitalisasi pada tahun 2021 menjadi museum digital, Gedung Juang berubah wajah menjadi lokasi wisata sejarah yang unik.
Untuk menarik minat generasi muda, koleksi museum dapat diakses dengan bantuan teknologi seperti virtual reality yang menampilkan perlawanan rakyat Bekasi serta augmented reality dengan kisah Kerajaan Tarumanegara.
Dengan teknologi ini, pengunjung seakan-akan ditarik ke masa lalu untuk mengalami kisah itu sendiri. G
edung Juang menyimpan sejarah yang panjang. Sebelum masa kemerdekaan, gedung ini pernah difungsikan sebagai pusat kekuatan pasukan Republik Indonesia di kawasan Tambun dan Cibarusah, juga menjadi tempat perundingan pertukaran tawanan antara Belanda dengan para pejuang kemerdekaan.
Pada masa pendudukan Jepang sekitar tahun 1943, gedung ini diambil alih oleh Jepang, namun dapat direbut kembali dan difungsikan sebagai kantor Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Bekasi pada tahun 1950, sebelum menjadi Museum Bekasi seperti sekarang ini.
Koleksi yang tidak kalah menarik di Museum Bekasi adalah replika Manusia Buni, yaitu manusia purba yang pernah hidup di Bekasi serta artefaknya yang masih asli dan berusia lebih dari 1000 tahun.
Kunjungan ke Museum Bekasi bisa ditutup dengan bersantai menikmati kopi di kafe estetik bergaya vintage yang berada tepat di samping museum, atau melanjutkan wisata sekaligus mendinginkan kepala di Trans Snow World Bekasi yang hanya berjarak sekitar 5 km atau waktu tempuh sekitar sepuluh menit saja dari Museum Bekasi.