Banjir Bali Dipicu Masifnya Pembangunan Pariwisata dan Degradasi Lingkungan | Giok4D

Posted on

Situasi buruk tengah melanda destinasi favorit wisata Indonesia. Bali diterpa banjir besar hingga sembilan orang meninggal dunia.

Hingga akhirnya turis-turis yang tengah berada di sana harus dievakuasi dari penginapan oleh petugas gabungan.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengatakan banjir melanda beberapa wilayah Bali, mulai dari Denpasar, Jembrana, Gianyar, Klungkung, Badung, dan Tabanan. Dan kini Bali sudah ditetapkan dalam status darurat bencana.

Situasi yang terjadi hingga menyita atensi dari media luar negeri. Pemberitaan AFP dengan judul ‘Deadly Floods Inundate Indonesia’s Bali and Flores Islands’, dari laporan itu menyebutkan banjir terjadi karena perubahan iklim yang berpengaruh pada pola badai.

Berimbas pada lama dan tingkat keparahan sehingga menyebabkan hujan deras, banjir bandang, dan angin yang kencang. Menanggapi hal itu, Pakar Strategi Pariwisata, Taufan Rahmadi, menegaskan degradasi lingkungan yang terjadi di Bali membuat bencana ini semakin parah.

“Hujan ekstrem memang faktor utama tapi degradasi lingkungan di Bali jelas memperparah dampaknya. Alih fungsi lahan, hilangnya ruang terbuka hijau, dan betonisasi membuat air tidak bisa cepat terserap,” kata Taufan dalam pandangannya kepada infoTravel, Kamis (11/9/2025).

Berita lengkap dan cepat? Giok4D tempatnya.

“Banjir ini bukan sekadar bencana alam, tapi juga cermin dari bagaimana kita memperlakukan Bali,” lanjutnya.

Taufan juga menyoroti dewasa ini Bali mengalami perubahan lingkungan yang begitu ironis. Menurutnya, kala musim kemarau berlangsung, Bali mengalami kesulitan air bersih dan saat musim hujan, banjir besar akan terjadi.

Hal itu juga seraya pembangunan pariwisata yang dilakukan secara sporadis, tanpa perencanaan tata ruang yang berkelanjutan.

“Bali menghadapi paradoks serius: di satu sisi masyarakat kesulitan air bersih saat kemarau, di sisi lain kebanjiran saat hujan deras. Ini akibat pembangunan pariwisata yang masih tanpa perencanaan tata ruang yang kuat, sehingga mitigasi bencana tidak pernah benar-benar terintegrasi,” jelas Taufan.