Gua Anggas Wesi di dalam pedalaman hutan Jombang ternyata menjadi rumah bagi manusia gua yang telah tinggal di sana selama puluhan tahun. Seperti apa ceritanya?
Gua Anggas Wesi terletak di Desa Sumberjo, Wonosalam, Jombang. Tepatnya di petak 37F, Resort Pemangkuan Hutan (RPH) Sumberjo, Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Jabung, KPH Jombang, Jawa Timur
Luasnya cuma 0,1 hektare. Dengan luas sekecil itu, hutan ini digolongkan masuk ke dalam kelas hutan kawasan penggunaan khusus (KPKh).
Letaknya di sebuah ngarai, membuat gua Anggas Wesi sangat menarik. Gua di Pegunungan Anjasmoro ini menyimpan banyak cerita rakyat.
Mulut gua yang besar membuat pengunjung mudah untuk memasukinya. Hanya saja, persis di depan mulut gua terdapat sungai kecil dari Pegunungan Anjasmoro menuju dataran rendah wilayah Kecamatan Mojoagung dan sekitarnya.
Meski lokasinya berada jauh dari peradaban, gua ini ternyata dihuni manusia sejak puluhan tahun silam. Setelah menyeberang dengan menapaki bebatuan sungai, pengunjung disambut si penghuni gua.
Wujudnya adalah seorang laki-laki. Penampilannya sangat sederhana dengan rambut yang memutih sepenuhnya. Namun, di balik kesederhanannya, pria bernama Sudarmaji ini cenderung menutup diri.
“Saya aslinya Boyolali (Jateng),” ujarnya kepada wartawan sambil enggan mengungkapkan nama maupun asal-usulnya menghuni Gua Anggas Wesi, Jumat (7/11) lalu.
Ruangan pertama Gua Anggas Wesi cukup luas, sekitar 7×5 meter persegi. Terdapat tempat tidur Sudarmaji di sisi kiri dan alas tidur para tamu yang ritual di tempat terpencil ini.
Sebelah kanannya terdapat lorong setinggi 1 meter menuju ruangan untuk semedi. Di ujung ruangan terdapat 2 arca berdiri dan peralatan ritual.
Begitu akan menyusuri samping kanan gua, pengunjung disambut kondisi yang kotor. Banyak panci, ember dan galon di bawah tetesan air gua. Di seberangnya merupakan dapur. Sebab terdapat tungku berbahan bakar kayu, bumbu dapur, serta peralatan memasak.
Menyusuri lebih dalam sisi kanan Gua Anggas Wesi, masih terdapat tempat ritual yang biasa disebut Gua Putri. Di belakangnya lagi, berdiri tenda yang juga dihuni sejumlah manusia. Tenda-tenda ini persis di atas ngarai. Meski cuaca terik, air terus menetes dari bebatuan yang menjadi atap gua.
Karena Sudarmaji dan penghuni lainnya menutup diri, Tim infoJatim kemudian menggali informasi tentang mereka dari penduduk terdekat.
Salah satunya pasangan Sakri (76) dan Poniyem (50), penghuni Hutan Watuseno di wilayah BKPH Jabung. Rumah pasutri ini di hutan sekitar 15 menit dari kampung terdekat, yakni Dusun Jabung, Desa Lebak Jabung, Jatirejo, Mojokerto.
Dari rumah Sakri, butuh waktu sekitar 35 menit untuk sampai ke Gua Anggas Wesi mengendarai sepeda motor. Selain harus melalui jalan setapak berliku di dalam hutan jati yang lebat, jalurnya juga cukup curam dan licin.
Perjalanan dilanjutkan dengan jalan kaki menuruni medan yang sangat curam sekitar 50 meter dari parkiran sepeda motor.
“Pak Sudarmaji kalau sampai sekarang ada kalau 60 tahun tinggal di Gua Anggas Wesi,” terang Sakri di rumahnya.
Sedangkan penghuni tenda di sebelah kanan Gua Anggas Wesi berjumlah 6 orang. Terdiri dari 3 laki-laki dan 3 perempuan. Menurutnya, mereka juga cukup lama berdiam di tenda tersebut. Ia mengaku tidak mengetahui asal-usul 6 orang tersebut.
“Satu pasangan suami istri dan satu anak laki-laki, sedangkan 2 wanita dan 1 pria tidak jelas statusnya. Tinggal di situ sekitar satu tahun. Menurut saya mereka pelarian,” ungkapnya.
Kepala Dusun Jabung, Irwandi menuturkan, akses terdekat ke Gua Anggas Wesi memang melalui kampungnya. Sehingga mayoritas pengunjung melewati Dusun Jabung. Terkait fenomena manusia gua, menurutnya hanya Sudarmaji penghuni terlama.
Untuk makan sehari-hari, Sudarmaji mengandalkan pemberian para pengunjung. Manusia gua ini juga beternak ayam. Sesekali ia keluar dari hutan untuk belanja kebutuhan pokok menggunakan sepeda motor miliknya. Motor bebek ini diparkir dan digembok di dekat gua.
“Mbah Darmaji sudah lama, iya segitu (50-60 tahun di Gua Anggas Wesi),” jelasnya.
Kepala BKPH Jabung, Tarmidi mengatakan, Gua Anggas Wesi bisa diakses mengendarai sepeda motor melalui Desa Pakis, Trowulan, Mojokerto.
Namun, waktu tempuhnya lebih lama karena jaraknya lebih jauh dibandingkan lewat Dusun Jabung. Sedangkan jalur dari Desa Sumberjo, hanya bisa ditempuh dengan jalan kaki.
Tarmidi mengaku rutin memantau fenomena penghuni Gua Anggas Wesi. Salah satunya Sudarmaji. Menurutnya, Sudarmaji berasal dari Boyolali, Jawa Tengah yang menghuni gua ini sejak sekitar 1983 atau 42 tahun silam. Sekitar tahun 1990, Sudarmaji menikah dengan Mbok Siti, warga Desa Pakis.
“Awalnya menetap di gua, untuk ambil kebutuhan pokok tetap keluar ke desa. Jadi, Mbok Siti yang awalnya membantu Pak Sudarmaji. Setelah Mbok Siti meninggal, Pak Sudarmaji tetap tinggal di gua,” terangnya.
Sedangkan terkait enam orang lainnya yang juga menghuni Gua Anggas Wesi, lanjut Tarmidi, mereka satu keluarga asal Jogoroto, Jombang. Kepala keluarga ini bernama Joko Mulyono. Ia menegaskan keluarga ini belum satu tahun tinggal di gua tersebut.
“Bahasa mereka sekeluarga ritual. Belum ada (satu tahun), kurang lebih 2 bulan,” tandasnya.
———
Artikel ini telah naik di
Manusia Penghuni Gua Anggas Wesi Tak Hanya Sudarmaji

Sedangkan penghuni tenda di sebelah kanan Gua Anggas Wesi berjumlah 6 orang. Terdiri dari 3 laki-laki dan 3 perempuan. Menurutnya, mereka juga cukup lama berdiam di tenda tersebut. Ia mengaku tidak mengetahui asal-usul 6 orang tersebut.
“Satu pasangan suami istri dan satu anak laki-laki, sedangkan 2 wanita dan 1 pria tidak jelas statusnya. Tinggal di situ sekitar satu tahun. Menurut saya mereka pelarian,” ungkapnya.
Kepala Dusun Jabung, Irwandi menuturkan, akses terdekat ke Gua Anggas Wesi memang melalui kampungnya. Sehingga mayoritas pengunjung melewati Dusun Jabung. Terkait fenomena manusia gua, menurutnya hanya Sudarmaji penghuni terlama.
Untuk makan sehari-hari, Sudarmaji mengandalkan pemberian para pengunjung. Manusia gua ini juga beternak ayam. Sesekali ia keluar dari hutan untuk belanja kebutuhan pokok menggunakan sepeda motor miliknya. Motor bebek ini diparkir dan digembok di dekat gua.
“Mbah Darmaji sudah lama, iya segitu (50-60 tahun di Gua Anggas Wesi),” jelasnya.
Kepala BKPH Jabung, Tarmidi mengatakan, Gua Anggas Wesi bisa diakses mengendarai sepeda motor melalui Desa Pakis, Trowulan, Mojokerto.
Namun, waktu tempuhnya lebih lama karena jaraknya lebih jauh dibandingkan lewat Dusun Jabung. Sedangkan jalur dari Desa Sumberjo, hanya bisa ditempuh dengan jalan kaki.
Tarmidi mengaku rutin memantau fenomena penghuni Gua Anggas Wesi. Salah satunya Sudarmaji. Menurutnya, Sudarmaji berasal dari Boyolali, Jawa Tengah yang menghuni gua ini sejak sekitar 1983 atau 42 tahun silam. Sekitar tahun 1990, Sudarmaji menikah dengan Mbok Siti, warga Desa Pakis.
“Awalnya menetap di gua, untuk ambil kebutuhan pokok tetap keluar ke desa. Jadi, Mbok Siti yang awalnya membantu Pak Sudarmaji. Setelah Mbok Siti meninggal, Pak Sudarmaji tetap tinggal di gua,” terangnya.
Sedangkan terkait enam orang lainnya yang juga menghuni Gua Anggas Wesi, lanjut Tarmidi, mereka satu keluarga asal Jogoroto, Jombang. Kepala keluarga ini bernama Joko Mulyono. Ia menegaskan keluarga ini belum satu tahun tinggal di gua tersebut.
“Bahasa mereka sekeluarga ritual. Belum ada (satu tahun), kurang lebih 2 bulan,” tandasnya.
———
Artikel ini telah naik di






