Dampak Kenaikan Tarif Sport Fishing di Taman Nasional Komodo

Posted on

Usaha sport fishing (memancing untuk rekreasi) di perairan Taman Nasional Komodo, Nusa Tenggara Timur (NTT), terdampak kenaikan sebesar Rp 5 Juta per orang.

Aturan itu berlaku sejak Oktober 2024. Sejumlah pemilik usaha sport fishing kini menganggur lantaran tidak ada tamu.

“Saya belum ada tamu sejak kenaikan (tarif sport fishing di Taman Nasional Komodo),” kata Edison, pemilik MK2 Fishing Carter di Labuan Bajo, Sabtu (19/4/2025).

Edison mengatakan banyak wisatawan yang membatalkan kegiatan sport fishing di Taman Nasional Komodo karena tarifnya terlalu mahal. Menurut wisatawan, Edison berujar, tarif sport fishing Rp 5 juta itu tak masuk akal.

“Banyak (wisatawan) yang nggak jadi karena tarif nggak masuk akal,” ungkap Edison.

Ia mengaku tak ada lagi pemasukan sejak kenaikan tarif sport fishing di Taman Nasional Komodo tersebut. Sebab, sampai sekarang belum ada pekerjaan lain. “Nggak ada kerjaan,” ujar Edison.

PT Lumba-Lumba Tour & Travel, salah satu usaha sport fishing di Labuan Bajo, juga kena dampak kenaikan tiket sport fishing di Taman Nasional Komodo. Jumlah tamu merosot tajam. “Tamu sepi,” kata Yustina Sedia, staf PT Lumba-Lumba Tour & Travel.

Yustina mengungkapkan kantor tempatnya bekerja hanya melayani sisa tamu yang sudah booking pada 2023, setahun sebelum kenaikan tiket sport fishing. Seusai kenaikan tiket, tak ada lagi wisatawan yang booking untuk aktivitas sport fishing di Taman Nasional Komodo.

“Yang datang sekarang ini tamu yang sudah booking tahun 2023. Karena kami jual paket ini, jual sekarang untuk berapa tahun ke depan,” terang Yustina.

Saat ini, dia berujar, staf perusahaan hanya bekerja tiga kali seminggu. Perusahaan itu tak lagi mendapat pemasukan dari sport fishing. “Nggak ada income,” ujar Yustina.

Ia mengatakan wisatawan mengeluhkan tarif sport fishing yang mahal tersebut. Jika tarif itu tak ditinjau, kata Yustina, wisatawan enggan untuk melakukan aktivitas sport fishing di Taman Nasional Komodo.

“Tamu tidak akan datang mancing lagi ke Komodo,” tegasnya.

Selain soal tiket mahal, wisatawan juga tidak mau lagi memancing di Taman Nasional Komodo karena tidak dapat ikan yang diincar saat memancing. Pemancing hanya mengincar ikan trevally raksasa (giant trevally/GT).

“Karena mereka bisa mancing itu tidak dapat ikan. Karena mereka target mancing ikan GT saja, tidak semua ikan,” kata Yustina.

Yustina dan Edison mendorong pemerintah mengkaji lagi tarif sport fishing tersebut. Mereka berharap tarif kembali seperti semula. “Harus dikaji lagi,” tegas Yustina.

Diketahui kenaikan tiket memancing di Taman Nasional Komodo naik menjadi Rp 5 juta per orang per hari sejak 30 Oktober 2024. Tarif sebelumnya hanya sebesar Rp 25 ribu per orang per hari.

Kenaikan tiket memancing itu bersamaan dengan kenaikan tarif tiket masuk dan sejumlah tiket lainnya untuk aktivitas di dalam kawasan Taman Nasional Komodo. Tarif baru itu diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2024 tentang jenis dan tarif atas jenis penerimaan negara bukan pajak yang berlaku pada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Adapun tarif yang berlaku sebelumnya diatur dalam PP Nomor 12 Tahun 2014 tentang jenis dan tarif penerimaan negara bukan pajak yang berlaku pada Kementerian Kehutanan.

Sebelumnya Kepala Balai Taman Nasional Komodo (BTNK) Hendrikus Rani Siga menjelaskan alasan kenaikan signifikan tarif memancing di Taman Nasional Komodo. Pria yang disapa Hengki ini mengatakan, aktivitas memancing mengganggu ikan di kawasan konservasi sehingga harus ada kompensasi seimbang dengan tarif yang tinggi.

“Alasan yang saya peroleh karena kegiatan ini mengganggu satwa liar terutama ikan yang ada di kawasan konservasi sehingga harus diberikan kompensasi yang seimbang,” kata Hengki, beberapa waktu lalu.

***

Artikel ini telah tayang di