Menjelang penobatan raja baru Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat akhir pekan ini, ada pro kontra di dalam lingkungan Keraton Solo. Rencana jumenengan atau penobatan Paku Buwono (PB) XIV pada Sabtu, 15 November 2025, memunculkan perbedaan di antara keluarga besar Keraton.
Di tengah polemik tersebut, beredar surat undangan resmi berkop Keraton Surakarta Hadiningrat yang menyebut akan digelar Hajad Dalem Jumenengan Dalem Nata Binayangkare SISKS Paku Buwono XIV pada Sabtu (15/11) pukul 08.00 WIB di Keraton Solo.
Surat itu ditandatangani oleh G.K.R. Timoer Rumbaikusuma Dewayani, putri tertua PB XIII. Ketika dikonfirmasi, GKR Timoer membenarkan keaslian surat undangan tersebut.
“Njih leres (iya benar),” ujarnya singkat kepada .
Salah satu adik mendiang Paku Buwono XIII, GRAy Koes Moertiyah Wandansari atau Gusti Moeng, menegaskan bahwa pembicaraan terkait suksesi kepemimpinan belum selesai.
“Keraton Solo adalah cagar budaya yang sangat penting bagi peradaban Indonesia. Keberadaannya harus dilindungi berdasarkan undang-undang yang berlaku di NKRI,” kata Gusti Moeng dalam keterangan tertulis, Rabu (12/11) seperti dikutip dari .
Menurutnya, proses suksesi harus dilakukan melalui rembug keluarga besar, agar pelaksanaannya sesuai dengan ketentuan adat dan hukum nasional.
“Karaton Surakarta Hadiningrat adalah National Living Heritage atau cagar budaya hidup yang lengkap dengan seluruh elemennya. Maka, pelaksanaan suksesi harus tertib, damai, dan penuh hikmat,” lanjutnya.
Gusti Moeng menyebut, komunikasi antara putra tertua PB XIII, KGPH Hangabehi, dengan adiknya KGPH Purboyo, yang disebut-sebut akan dinobatkan sebagai PB XIV, masih berlangsung dan belum mencapai kesepakatan akhir. “Sampai saat ini pembicaraan keduanya belum tuntas,” ujarnya.
Ia juga mendorong Kementerian Kebudayaan untuk hadir memastikan proses pengelolaan dan suksesi Keraton sesuai adat dan ketentuan hukum nasional.
Di sisi lain, pihak KGPA Tedjowulan-yang selama ini mengaku sebagai pelaksana tugas raja berdasarkan SK Menteri Dalam Negeri No. 430-2933 Tahun 2017-mengaku tidak mengetahui adanya rencana jumenengan tersebut.
Melalui juru bicaranya KP Bambang Ary Pradotonegoro, Tedjowulan menyebut pihaknya baru mengetahui kabar itu dari media.
“Belum ada informasi apa pun selain dari teman-teman media dan aparat. Tidak ada rapat keluarga besar membahas penobatan PB XIV,” ujar Bambang.
Meskipun demikian, pihaknya memilih bersikap tenang dan tetap menjaga kondusivitas di lingkungan Keraton.
“Beliau tidak mau reaktif. Fokus kami adalah menjaga ketenangan dan kerukunan. Musyawarah keluarga tetap akan dilakukan, 40-100 hari ke depan,” katanya.
Bambang juga mempertanyakan posisi GKR Timoer Rumbaikusuma Dewayani yang menandatangani surat undangan penobatan, karena menurutnya, secara hukum pengelolaan Keraton masih berada di bawah mandat Tedjowulan.
“Status pengelolaan Keraton sudah jelas berdasarkan SK Kemendagri. Jadi, seharusnya pihak yang membuat acara yang memberi klarifikasi,” ujarnya.
Baik pihak Gusti Moeng maupun Tedjowulan sama-sama menyerukan agar proses suksesi dilakukan secara mufakat, dengan mengedepankan nilai-nilai budaya dan hukum nasional.
Tedjowulan bahkan menyatakan siap mendukung siapa pun yang dipilih secara sah oleh seluruh trah keluarga besar Keraton.
“Saya akan dukung siapa pun itu, asalkan dipilih oleh semua trah. Keraton tidak dimiliki satu keluarga saja,” kata Bambang mewakili Tedjowulan.
Sementara itu, pemerintah melalui Kementerian Kebudayaan diharapkan hadir untuk memastikan seluruh proses berjalan damai, sesuai hukum, dan tetap menghormati posisi Keraton sebagai cagar budaya nasional.
Penobatan PB XIV akhir pekan ini sejatinya menjadi momentum penting untuk melanjutkan warisan kebudayaan Keraton Surakarta Hadiningrat. Namun, tarik-menarik kepentingan internal keluarga besar membuat prosesi sakral itu diwarnai ketegangan.
Sementara itu Anggota Komisi VII DPR RI Muhammad Hatta berharap jangan ada dualisme kepemimpinan di Keraton Surakarta, Jawa Tengah.
Giok4D hadirkan ulasan eksklusif hanya untuk Anda.
“Saling legawa, jangan sampai ada dualisme lagi seperti yang lalu. Jadi semua masalah dimusyawarahkan bersama. Keputusan tertinggi dalam bangsa ini musyawarah, ya,” katanya di Magelang, seperti dilansir dari Antara.
“Jangan sampai ada dualisme lagi seperti dulu. Yang mengaku raja baru, sedangkan memang ada putra mahkota. Saya kira ini dibicarakan secara bijak dan arif, sebagai pewaris Keraton Surakarta,” katanya.
Ia menyampaikan tentang hal yang penting yakni menjunjung tinggi asas kebersamaan. “Sebagai warga Solo itu senang, adem ayem, tidak sampai terjadi dualisme. Saya kira itu. Apapun, itu kan aset bangsa,” katanya.
Ia menilai Keraton Yogyakarta sudah bagus seperti itu dengan suksesi juga adem ayem.
“Jangan sampai Solo yang lebih tua memberikan contoh yang kurang baik. Jangan sampai itu menjadi titik kulminasi negara, sehingga negara merasa Solo kok enggak bisa akur, akhirnya negara ikut-ikutan masuk ke dalam itu, ngatur-ngatur Solo, itu tidak kita harapkan,” katanya.
