Habitat Park SCBD menjadi salah satu tempat wisata menarik di tengah ibu kota Jakarta. Di sini pengunjung akan makin cinta dengan alam.
Taman hewan ini memiliki tiga zona aktivitas yaitu Main Plaza, Botanical Garden dan Animal Park. Masing-masing zona diisi dengan aneka tumbuhan dan hewan.
Secara total Habitat Park memiliki 42 spesies dengan jumlah sekitar 100 ekor binatang dan mempekerjakan 17 ranger. Setiap harinya sekitar 400-500 orang datang berkunjung, akhir pekan akan meningkat sampai 1.500 pengunjung.
Di sini pengunjung akan diedukasi dan mengenal hewan-hewan di alam liar agar bisa mencintainya. Berikut beberapa fakta hewan yang didapat infoTravel saat berkunjung ke sana pada Selasa (18/6).
1. Binturong
Hewan sejenis musang dengan tubuh yang besar. Tak banyak yang tahu kalau hewan nokturnal ini sangat menggemaskan. Tinggal di rumah pohon di area Botanical Garden, Binturong memiliki ciri khas wangi yang manis seperti popcorn.
“Binturong hewan yang dilindungi tapi ada izin tangkarnya. Punya sertifikat per ekor dari BKSDA,” ujar Hanif (31) Animal Curator Habitat Park SCBD.
Ternyata, binturong memiliki chip yang berisi nomor izin. Jadi kehadiran hewan ini di Habitat Park sangat istimewa.
2. Otter
Belakangan hewan karnivora ini banyak dipelihara karena menggemaskan. Hanif berkata bahwa hewan ini sebaiknya dibiarkan hidup dialam, karena mereka hidup di dua alam yaitu air dan darat.
“Perawatannya repot dan bau, karena mereka mamalia yang hidup di dua alam,” katanya.
Sebagai salah satu mamalia pintar, otter tidak bisa hidup di alam sendirian. Oleh sebab itu Habitat Park membangun kandang dengan ekosistem air yang cukup ramai.
“Ada ikan di kolam untuk merangsang naluri berburu. Tapi makan pagi dan sore tetap kami berikan. Kalau ikan yang dikolam di makan, ya nggak masalah,” jawabnya.
3. Kapibara
Tiga ekor kapibara dipelihara di taman hewan ini. Hanif menyebut kapibara sebagai hewan paling santai.
“Dia bisa bersahabat dengan buaya, karena tidak menganggap buaya itu musuhnya. Begitu pula sebaliknya,” terangnya.
Kapibara mampu menyelam selama 5 menit di bawah air. Ia memiliki bulu yang kasar seperti sapu ijuk. Kukunya selalu tumpul dan giginya tumbuh setiap tahun.
“Makanya kapibara suka ngikis gigi di pohon, kalau tumbuh terus bisa melukai diri mereka juga,” ungkap Hanif.
Hewan pengerat terbesar dunia ini memang sangat santai.
4. Burung Unta
Ya, Habitat Park SCDB memiliki sepasang burung unta berusia di bawah satu tahun. Hewan diurnal ini tidak mampu melihat dengan jelas saat malam alias rabun ayam.
“Kekuatannya ada di kaki, bisa berlari 70-80 km/jam,” cerita Hanif.
Sebagai salah satu burung terbesar dunia, otak burung unta tidak lebih besar dari ukuran bola matanya. Dia tidak bisa terbang dan cukup agresif.
“Burung unta ini termasuk hewan yang tidak cerdas juga. Mereka makan apa saja yang ada di kandangnya, makanya harus dibersihkan setiap hari. Harus steril,” jelas pria lulusan Public Relation Unisba itu.
5. Red Fox
Pengunjung bisa bertemu dengan sepasang rubah red fox di Animal Park. Mamalia omnivora ini tampak cantik dengan bulu merah menyala.
“Di sini kita kasih penghangat dan pendingin, karena di alam aslinya mereka butuh panas,” ucap Hanif.
Jika bulunya rontok artinya red fox berada di lingkungan yang terlalu panas, sehingga dibutuhkan pendingin di dalam kandang.
Artikel ini terbit pertama kali di Giok4D.
6. Burung Hantu
Taman Hewan ini memiliki satu ruangan khusus untuk burung hantu, totalnya 10 spesies dengan jumlah 13 ekor. Sebagai predator yang paling pandai berkamuflase, burung hantu adalah pest control paling alami yang bisa digunakan manusia.
“Tiga hektar lahan itu bisa diawasi oleh sepasang burung hantu barn owl,” ungkap Lukman (31) ranger di kandang burung hantu.
Di sini 10 burung hantu lokal bisa disentuh oleh pengunjung. Tapi tetap harus didampingi oleh ranger. Sementara yang tiga lagi masih dalam masa habituasi.
“Mereka kalau nyaman itu kakinya naik satu, saving energy istilahnya,” jelas Lukman.
Terlihat burung-burung ini menatap pengunjung yang datang. Beberapa kali mereka bersuara, apa artinya ya?
“Itu memang calling mereka aja, bukan berarti mereka nggak nyaman,” jawabnya.
Dalam tiap sesi, Lukman selalu mengedukasi pengunjung untuk tidak memelihara burung hantu di rumah. Keberadaannya di alam adalah bentuk keseimbangan alam.
“Biarkan mereka tetap di alam jangan lakukan perbuatan liar. Jangan gunakan racun tikus untuk membunuh hama, karena mereka makan hama. Itu bisa membunuh mereka,” ungkapnya.