Fakta-fakta Orangutan Tapanuli, yang Makin Langka Akibat Banjir Sumatera

Posted on

Beberapa waktu lalu, tim SAR menemukan bangkai orangutan tapanuli di sisa banjir Sumatera Utara. Spesies ini menjadi spesies orangutan paling langka di Indonesia yang nyaris punah.

Bangkai orangutan tapanuli ditemukan di sisa banjir kawasan Batang Toru, Tapanuli Tengah, Sumatera Utara, pada Kamis, (11/12/2025). Bangkai orangutan tersebut ditemukan di antara gelondongan kayu yang terseret banjir oleh Tim Pencarian dan Pertolongan (SAR) dan sudah dikuburkan.

“Terkait temuan bangkai orangutan di Pulo Pakkat, pada Kamis, 11 Desember 2025 kemarin sudah kami evakuasi, rawat, dan kuburkan di Bidang KSDA wilayah III Padangsidimpuan,” ujar Kepala Bidang KSDA Wilayah III Padangsidimpuan, Susilo AW, dilansir infoSumut, Senin (15/12).

Penemuan itu kembali menarik sorotan publik tentang perlindungan dan konservasi satwa endemik di Indonesia. Orangutan merupakan salah satu satwa paling langka di Indonesia. Orangutan tapanuli masuk daftar sangat terancam punah pada 2017.

Akibat banjir Sumatera, orangutan diperkirakan punah lebih cepat.

Orangutan tapanuli (Pongo Tapanuliensis) dinobatkan sebagai spesies orangutan ketiga yang pernah ditemukan.

Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem mencatat orangutan tapanuli diduga merupakan keturunan langsung dari nenek moyang orangutan yang bermigrasi dari Daratan Asia pada masa Pleistosen atau sekitar 3,4 juta tahun yang lalu.

Orangutan tapanuli kini menjadi satu-satunya spesies yang masih bertahan di Sumatera. Keberadaan mereka hanya ditemukan di kawasan Batang Toru, tepatnya di wilayah selatan Danau Toba, Sumatera Utara.

Saat ini jumlah populasi orangutan tapanuli diperkirakan hanya berkisar antara 577 hingga 760 individu. Angka tersebut menjadikan mereka sebagai spesies kera besar paling langka di dunia.

Secara alami, orangutan tapanuli lebih banyak menghuni hutan dataran tinggi. Namun, berbagai studi menunjukkan bahwa luas kawasan hutan tempat mereka hidup terus berkurang. Akibatnya, banyak orangutan terpaksa menempati wilayah yang bukan merupakan habitat alaminya.

Meski demikian, orangutan tapanuli dikenal memiliki kemampuan adaptasi yang cukup cepat, sehingga mereka masih berusaha bertahan hidup di tengah perubahan lingkungan yang drastis.

Orangutan memiliki perbedaan ukuran tubuh yang cukup jelas antara jantan dan betina. Orangutan betina umumnya memiliki tinggi sekitar 1,21 meter dengan berat rata-rata 37 kilogram.

Sementara itu, orangutan jantan berukuran lebih besar, dengan tinggi mencapai sekitar 1,53 meter dan berat hingga 75 kilogram.

Di alam liar, orangutan dikenal sebagai primata berumur panjang. Mereka dapat hidup hingga sekitar 60 tahun, menjadikannya salah satu kera besar dengan harapan hidup yang tinggi.

Melansir informasi dari situs New England Primate Conservancy, orangutan memiliki bulu berwarna oranye yang mencolok. Spesies ini memiliki lengan dan kaki yang kokoh, tubuh orangutan terlihat lebih berat di bagian atas dan sekilas tampak tidak seimbang.

Orangutan merupakan hewan arboreal yang menghabiskan sebagian besar waktunya di kanopi hutan. Lengan mereka sangat kuat dengan daya cengkram tinggi. Bentuk tangan yang melengkung memudahkan orangutan berayun dari satu pohon ke pohon lain untuk mencari makan atau berpindah tempat.

Keunggulan fisik lain terletak pada struktur pinggulnya. Pinggul orangutan dapat berputar sepenuhnya karena sendi pinggul yang relatif dangkal. Kondisi ini memungkinkan mereka menekuk kaki hingga sudut 90 derajat.

Secara khusus, orangutan tapanuli memiliki ciri fisik yang membedakannya dari spesies orangutan lainnya. Tengkoraknya lebih kecil dengan bentuk yang khas, bulunya lebih tebal dan keriting, serta memiliki kumis dan janggut.

Bantalan pipinya cenderung lebih rata dan ditutupi lapisan tipis bulu halus berwarna pirang. Keunikan inilah yang menjadikan orangutan Tapanuli sebagai spesies yang berbeda dan istimewa.

Orangutan tapanuli memakan buah-buahan dan juga berbagai jenis ulat, biji pinus, bahkan dalam beberapa kasus memangsa kukang. Sebagai hewan arboreal, orangutan hampir seluruh hidupnya dihabiskan di atas pohon, bahkan hampir tidak pernah, turun ke tanah.

Dalam kehidupan sosial, orangutan cenderung hidup menyendiri. Namun, hal ini bukan berarti mereka bersifat antisosial. Meski jarang berkumpul, orangutan tetap memiliki ikatan emosional dengan individu lain, terutama antara induk dan anak.

Metode komunikasi orangutan diketahui memiliki kemiripan dengan cara komunikasi manusia. Orangutan menggunakan berbagai bentuk bahasa isyarat, ekspresi tubuh, dan suara untuk menyampaikan maksud atau peringatan kepada sesamanya.

Orangutan jantan memiliki suara khas yang dikenal sebagai panggilan panjang. Suara keras dan menggelegar ini berfungsi untuk menarik perhatian betina dan memperingatkan pejantan lain agar menjaga jarak.

Orangutan hidup di kawasan hutan dengan tingkat keanekaragaman hayati tertinggi. Sepanjang tahun, mereka memakan ratusan jenis buah dari berbagai spesies tumbuhan hutan. Pola makan tersebut menjadikan orangutan memiliki peran penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem, terutama sebagai penyebar biji alami.

Saat berpindah dari satu pohon ke pohon lain, biji-biji dari buah yang mereka konsumsi akan melewati sistem pencernaan dan keluar bersama feses di lokasi yang jauh dari pohon asalnya.

Proses ini membantu penyebaran tumbuhan ke area yang lebih luas dan mendukung regenerasi hutan secara alami. Peran inilah yang membuat orangutan dikenal sebagai spesies kunci.

Orangutan tapanuli saat ini berada dalam kondisi yang sangat mengkhawatirkan. Uni Internasional untuk Konservasi Alam (IUCN) pada 2017 mengklasifikasikan spesies ini dalam status Sangat Terancam Punah.

Jumlah populasi diperkirakan kurang dari 800 ekor di alam liar, orangutan tapanuli dinilai sebagai salah satu primata dan kera besar yang paling terancam punah di dunia.

Saat ini, wilayah jelajah orangutan tapanuli diperkirakan hanya tersisa sekitar 3% dari luas habitat aslinya.

Selama beberapa dekade terakhir, hutan-hutan di Sumatera terus mengalami penebangan untuk membuka permukiman manusia dan proyek-proyek infrastruktur. Penyempitan ruang jelajah ini membuat mereka semakin rentan terhadap konflik, kelaparan, hingga kematian.

Banjir besar yang melanda Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat belum lama ini membuat orangutan tapanuli kehilangan sumber makanan dan tempat berlindung. Satelit dan pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa sekitar 6-11 persen populasi Tapanuli kemungkinan tewas akibat bencana ini.

Para ilmuwan memperingatkan bahwa bahkan kematian satu persen populasi orangutan dewasa dapat mendorong spesies ini menuju kepunahan.

Kerusakan habitat yang luas akibat tanah longsor, lumpur, dan pohon tumbang membuat sisa populasi semakin rentan. Para konservasionis menyerukan penghentian pembangunan yang merusak lingkungan di wilayah tersebut serta perluasan kawasan lindung untuk menyelamatkan orangutan tapanuli sebelum terlambat.

Berikut fakta-fakta tentang orangutan tapanuli.

1. Keturunan Spesies Orangutan Tertua

2. Distribusi Geografis dan Habitat Orangutan Tapanuli

3. Ciri Fisik Orangutan Tapanuli

4. Perilaku dan Gaya Hidup

5. Spesies Kunci dan Penjaga Ekosistem

6. Langka dan Terancam Punah

7. Terdampak Luar Biasa oleh Banjir Sumatera