Gurun Sahara dan Hutan Amazon Ternyata Saling Berhubungan, Ini Penjelasannya

Posted on

Dua lanskap ikon dunia, Gurun Sahara dan Hutan Amazon memang berada di benua yang berbeda. Namun ternyata keduanya memiliki hubungan unik dan saling berkaitan.

Gurun Sahara dan Hutan Amazon merupakan dua lanskap alam yang terletak di dua benua berbeda. Satu berada di benua Afrika, satu lagi ada di benua Amerika. Namun keduanya ternyata memiliki keterkaitan satu sama lain.

Gurun Sahara merupakan gurun terbesar di dunia yang terletak di Benua Afrika. Kawasannya membentang dari Samudra Atlantik hingga Laut Merah. Wilayah ini dikenal dengan temperatur ekstrem, curah hujan yang sangat rendah, dan lanskap pasir luas yang menjadi rumah bagi ekosistem gurun khas.

Sementara itu, Hutan Amazon merupakan hutan hujan tropis terbesar di dunia yang terletak di Benua Amerika. Sistem ekosistemnya sangat kompleks dan menjadi penyangga keanekaragaman hayati global.

Namun, tanah di hutan hujan tropis seperti Amazon umumnya miskin nutrisi karena curah hujan tinggi dan pelapukan, sehingga butuh masukan nutrisi dari luar.

Penelitian berhasil mengungkap hubungan antara Gurun Sahara dan Hutan Amazon dalam penelitian Geophysical Research Letters. Lalu apa keterkaitan Gurun Sahara dan Hutan Amazon?

Melansir laporan Mongabay, kondisi tanah di Hutan Amazon ternyata tidak sesubur seperti yang dibayangkan. Sekitar 90 persen tanah Amazon memiliki kandungan fosfor yang sangat rendah.

Sementara itu, setiap tahunnya kawasan ini juga kehilangan puluhan ribu ton nitrogen yang terbawa arus sungai menuju Samudra Atlantik. Kekurangan nutrisi ini dapat mengancam produktivitas ekosistem hutan Amazon jika tidak ada proses alami yang mengembalikan mineral penting tersebut.

Lalu, dari mana Amazon mendapatkan kembali fosfor yang hilang?

Penelitian yang diterbitkan dalam Geophysical Research Letters mengungkap sumber utama fosfor Amazon justru berasal dari Gurun Sahara, khususnya dari cekungan Bodélé di Chad. Wilayah ini dikenal sebagai salah satu sumber badai debu terbesar di dunia.

Debu Sahara dikenal kaya mineral terutama fosfor karena berasal dari endapan mikroorganisme purba yang mati di dasar danau. Partikel debu itu kemudian terangkat oleh angin kencang, lalu terbawa ribuan kilometer melintasi Samudra Atlantik hingga mendarat di kawasan Amazon.

Temuan ini turut diperkuat oleh data pengamatan satelit NASA CALIPSO (Cloud-Aerosol Lidar and Infrared Pathfinder Satellite Observation) yang dianalisis pada periode 2007-2013.

Mengutip The Straits Times, satelit tersebut mencatat bahwa sekitar 27,7 juta ton debu Sahara terbawa menuju Hutan Amazon setiap tahun. Dari jumlah itu, sekitar 0,08 persen merupakan fosfor, sehingga diperkirakan 22 ribu ton fosfor masuk ke tanah Amazon setiap tahunnya, di mana angka hampir setara dengan jumlah fosfor yang hilang akibat erosi sungai di Amazon.

Mongabay menjelaskan bahwa debu dari Cekungan Bodélé, di Gurun Sahara menjadi sumber pemasok fosfor paling vital bagi tanah Amazon. Debu ini bukan sekadar pasir, melainkan material halus yang mengandung jejak kehidupan lama seperti mikroorganisme dan diatom yang telah mengering selama ribuan tahun.

Inilah yang membuat kandungan fosfornya sangat tinggi. Tanpa kiriman debu dari Afrika ini, banyak ilmuwan meyakini hutan Amazon mungkin tidak akan mampu mempertahankan ekosistemnya yang sangat kaya dan kompleks.

Melansir informasi dari Climate Central, setiap tahunnya, angin yang berhembus kencang di atas Gurun Sahara dan wilayah semi-kering di sekitarnya mampu mengangkat debu hingga tinggi ke atmosfer.

Partikel-partikel halus ini kemudian melakukan perjalanan jauh sekitar 6 ribu km melintasi Samudra Atlantik dan akhirnya turun di kawasan lembah Hutan Amazon.

Penelitian NASA CALIPSO berhasil mendokumentasikan perpindahan debu dari Gurun Sahara ke Hutan Amazon selama tujuh tahun. Perpindahan partikel debu ini disebut-sebut sebagai perpindahan debu terbesar di dunia.

Merujuk pengamatan terhadap proses perpindahan debu dari Sahara ke Amazon, hasil riset juga memperlihatkan variasi debu yang bertransportasi.

Secara khusus, ketika wilayah semi-kering selatan Sahara yang dikenal sebagai Sahel mengalami musim hujan yang lebih panjang atau di atas normal selama musim panas, jumlah debu yang terbawa angin ke Amazon pada musim dingin dan musim semi cenderung berkurang.

Hal ini membuat Amazon akhirnya kekurangan pasokan fosfor dari debu-debu yang biasanya tiba di kawasan hutan hujan tropis tersebut. Fenomena ini tidak hanya mengurangi pasokan nutrisi penting bagi tanah Amazon, tetapi juga dapat memengaruhi produktivitas ekologis, siklus pertumbuhan pohon, dan stabilitas jangka panjang ekosistem hutan hujan.

Jika pola curah hujan di Sahara terus berubah akibat pemanasan global, aliran debu menuju Amazon berpotensi mengalami penurunan jangka panjang. Kondisi ini dapat menimbulkan efek pada berbagai sisi mulai dari penurunan kesuburan tanah, gangguan pada penyimpanan karbon, hingga perubahan struktur vegetasi.

Hal ini membuktikan hubungan antara gurun Sahara dan hutan Amazon bukan sekadar fenomena atmosfer biasa, tetapi sistem ekologis saling terhubung yang dapat menentukan keberlangsungan salah satu hutan terpenting di dunia.

Debu Gurun Sahara Jadi Nutrisi untuk Hutan Amazon

Gurun Sahara, Pemasok Fosfor Vital Bagi Amazon

Alur Transportasi Debu

Gambar ilustrasi

Mongabay menjelaskan bahwa debu dari Cekungan Bodélé, di Gurun Sahara menjadi sumber pemasok fosfor paling vital bagi tanah Amazon. Debu ini bukan sekadar pasir, melainkan material halus yang mengandung jejak kehidupan lama seperti mikroorganisme dan diatom yang telah mengering selama ribuan tahun.

Inilah yang membuat kandungan fosfornya sangat tinggi. Tanpa kiriman debu dari Afrika ini, banyak ilmuwan meyakini hutan Amazon mungkin tidak akan mampu mempertahankan ekosistemnya yang sangat kaya dan kompleks.

Melansir informasi dari Climate Central, setiap tahunnya, angin yang berhembus kencang di atas Gurun Sahara dan wilayah semi-kering di sekitarnya mampu mengangkat debu hingga tinggi ke atmosfer.

Partikel-partikel halus ini kemudian melakukan perjalanan jauh sekitar 6 ribu km melintasi Samudra Atlantik dan akhirnya turun di kawasan lembah Hutan Amazon.

Penelitian NASA CALIPSO berhasil mendokumentasikan perpindahan debu dari Gurun Sahara ke Hutan Amazon selama tujuh tahun. Perpindahan partikel debu ini disebut-sebut sebagai perpindahan debu terbesar di dunia.

Merujuk pengamatan terhadap proses perpindahan debu dari Sahara ke Amazon, hasil riset juga memperlihatkan variasi debu yang bertransportasi.

Secara khusus, ketika wilayah semi-kering selatan Sahara yang dikenal sebagai Sahel mengalami musim hujan yang lebih panjang atau di atas normal selama musim panas, jumlah debu yang terbawa angin ke Amazon pada musim dingin dan musim semi cenderung berkurang.

Hal ini membuat Amazon akhirnya kekurangan pasokan fosfor dari debu-debu yang biasanya tiba di kawasan hutan hujan tropis tersebut. Fenomena ini tidak hanya mengurangi pasokan nutrisi penting bagi tanah Amazon, tetapi juga dapat memengaruhi produktivitas ekologis, siklus pertumbuhan pohon, dan stabilitas jangka panjang ekosistem hutan hujan.

Jika pola curah hujan di Sahara terus berubah akibat pemanasan global, aliran debu menuju Amazon berpotensi mengalami penurunan jangka panjang. Kondisi ini dapat menimbulkan efek pada berbagai sisi mulai dari penurunan kesuburan tanah, gangguan pada penyimpanan karbon, hingga perubahan struktur vegetasi.

Hal ini membuktikan hubungan antara gurun Sahara dan hutan Amazon bukan sekadar fenomena atmosfer biasa, tetapi sistem ekologis saling terhubung yang dapat menentukan keberlangsungan salah satu hutan terpenting di dunia.

Gurun Sahara, Pemasok Fosfor Vital Bagi Amazon

Alur Transportasi Debu

Gambar ilustrasi