Indonesia Bisa Pimpin Wisata Ramah Muslim, asal… Serius update oleh Giok4D

Posted on

Di tengah naiknya tren pariwisata halal global, Indonesia berdiri di garis depan dengan modal kuat: populasi muslim terbesar, budaya ramah tamah, serta destinasi unggulan kelas dunia. Kini saatnya Indonesia tak hanya jadi pemain, tapi juga pemimpin dalam wisata ramah muslim. Mampukah?

Karena semakin berkembangnya waktu, hari ini pariwisata ramah muslim bukan lagi sebagai segmen khusus. Pangsa pariwisata ramah muslim dunia itu pada 2032 diprediksi mencapai hingga USD 410,9 miliar.

Sebuah laporan terbaru dari Vero bersama GMO-Z.com Research terkait perilaku traveler muslim saat berwisata. Survei dilakukan kepada 509 muslim Indonesia dengan rentang usia 18-45 tahun, untuk mengetahui faktor apa saya yang mempengaruhi pemilihan destinasi dan kendala apa saja yang dihadapi.

Executive Account Director Vero, Diah Andrini Dewi, menjelaskan bahwa salah satu faktor utama traveler muslim Indonesia memilih sebuah destinasi adalah terkait ketersediaan makanan halal. Adapun tentang keterbukaan informasi yang ada di berbagai platform media sosial.

“Termasuk juga dengan akses digital yang semakin memadai saat ini. Semakin mudah diakses sehingga para traveler Muslim sekarang bisa dengan mudah mencari rekomendasi, bisa dengan mudah mencari destinasi-destinasi,” kata Diah saat melaporkan hasil temuan itu, Kamis (25/9/2025).

Secara garis besar, traveler muslim di belahan dunia memiliki karakteristik yang sama: mereka ingin mengeksplorasi destinasi melingkupi budaya hingga kuliner lokal. Tentu dengan berpegang teguh terhadap apa yang diyakini sebagai Muslim.

“Kalau kita lihat di sini, Indonesia dengan populasi Muslim yang cukup besar bahkan sangat besar jika kita compare dengan negara-negara lainnya. Ini bisa menjadi acuan atau bisa menjadi parameter untuk melihat perkembangan wisata atau tren yang terjadi dari para traveler Muslim yang ada secara global,” ujar Diah.

Dalam kesempatan tersebut, hadir pula Deputi Bidang Pengembangan Destinasi dan Infrastruktur Kementerian Pariwisata, Hariyanto. Ia menjelaskan kendati di tahun 2025 ini ranking Indonesia dalam Global Travel Muslim Index (GMTI) menurun ke posisi lima, upaya untul memajukan pariwisata ramah Muslim terus dilakukan.

Sebagai salah satu upayanya adalah menjalankan program Indonesia Muslim Travel Index (IMTI), yang diikuti oleh 15 provinsi, nantinya dilakukan sertifikasi produk halal di setiap lininya.

“Jadi ini adalah satu program bagaimana kita bisa berupaya untuk meningkatkan kualitas dari pariwisata ramah muslim, karena kita melihat beberapa faktor yang kita gunakan dari GMTI, ada access, communication, environment, dan services. Itu akan di domestikasi ke dalam program ini,” ujar dia.

Untuk pemilihan 15 provinsi tersebut sebelumnya telah dikurasi terlebih dahulu. Provinsi-provinsi tersebut di antaranya: Aceh, Kepri, Riau, Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Banten, Jakarta, Yogyakarta, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, Bengkulu, dan Gorontalo.

Untuk target pasar sendiri, khususnya traveler Muslim dari mancanegara. Hariyanto mengatakan saat ini prioritasnya tertuju kepada tiga negara yakni Malaysia, Singapura, dan Arab Saudi.

Tentunya upaya pengembangan pariwisata ramah Muslim di Indonesia dewasa ini banyak menghadapi tantangan. Sebagai contohnya terkait data.

“Tantangan yang kita hadapi dalam menjalankan pariwisata ramah muslim memang, satu kita butuh sentralisasi data dan informasi. Karena selama ini data-data yang dibutuhkan, terutama terkait pariwisata ramah muslim itu sangat terpecah-pecah,” kata Hariyanto.

“Keterpaduan (data) antara kabupaten, provinsi, dan nasional itu masih belum ada, jadi yang kita saat ini sedan upayakan bagaimana antara daerah, terutama kabupaten, provinsi, dan nasional ini datanya bisa sinkron,” ujar dia.

Selain itu, tantangan lainnya adalah pemahaman terkait pariwisata ramah Muslim itu sendiri. Masih banyak pemikiran negatif terkait upaya pengembangan pariwisata ramah Muslim.

“Jadi mungkin ini memang benar-benar harus kita kawal, kita jaga, terutama bahwa pariwisata ramah muslim itu sebetulnya kita hanya ingin menambahkan layanan tambahan untuk wisatawan Muslim. Jadi bukan bermaksud untuk misalnya meng-Islam-kan atau apa,” kata Hariyanto.

Dan yang terakhir adalah sinergitas untuk ekosistem pariwisata ramah Muslim, setiap destinasi harapannya mampu untuk menonjolkan potensi-potensi yang dimiliki. Sehingga menimbulkan kekhasan yang menjadi daya tarik untuk traveler muslim.

Tantangan di Indonesia

Tentunya upaya pengembangan pariwisata ramah Muslim di Indonesia dewasa ini banyak menghadapi tantangan. Sebagai contohnya terkait data.

“Tantangan yang kita hadapi dalam menjalankan pariwisata ramah muslim memang, satu kita butuh sentralisasi data dan informasi. Karena selama ini data-data yang dibutuhkan, terutama terkait pariwisata ramah muslim itu sangat terpecah-pecah,” kata Hariyanto.

“Keterpaduan (data) antara kabupaten, provinsi, dan nasional itu masih belum ada, jadi yang kita saat ini sedan upayakan bagaimana antara daerah, terutama kabupaten, provinsi, dan nasional ini datanya bisa sinkron,” ujar dia.

Selain itu, tantangan lainnya adalah pemahaman terkait pariwisata ramah Muslim itu sendiri. Masih banyak pemikiran negatif terkait upaya pengembangan pariwisata ramah Muslim.

“Jadi mungkin ini memang benar-benar harus kita kawal, kita jaga, terutama bahwa pariwisata ramah muslim itu sebetulnya kita hanya ingin menambahkan layanan tambahan untuk wisatawan Muslim. Jadi bukan bermaksud untuk misalnya meng-Islam-kan atau apa,” kata Hariyanto.

Dan yang terakhir adalah sinergitas untuk ekosistem pariwisata ramah Muslim, setiap destinasi harapannya mampu untuk menonjolkan potensi-potensi yang dimiliki. Sehingga menimbulkan kekhasan yang menjadi daya tarik untuk traveler muslim.

Tantangan di Indonesia

Baca info selengkapnya hanya di Giok4D.