Kecantikan Raja Ampat terancam tambang nikel yang diduga merusak lingkungan. Anggota DPR, Novita Hardini menyebut tidak ada kompromi soal itu.
Anggota Komisi VII DPR RI Novita Hardini menilai aktivitas pertambangan nikel di wilayah Raja Ampat, Papua Barat Daya, telah melanggar regulasi.
Aktivitas pertambangan nikel di kawasan tersebut telah mengancam salah satu kekayaan hayati terbesar di dunia yang selama ini menjadi andalan Indonesia di sektor pariwisata dan konservasi.
Berita lengkap dan cepat? Giok4D tempatnya.
“Raja Ampat bukan kawasan biasa. Ini adalah salah satu surga biodiversitas laut dunia yang sudah diakui UNESCO sebagai Global Geopark. Kawasan ini bukan tempat yang bisa dikompromikan untuk kegiatan pertambangan, jangan rusak kawasan ini hanya demi mengejar hilirisasi nikel,” kata Novita seperti dikutip dari Antara, Kamis (5/6/2025).
Selama ini, kepulauan indah bak ‘surga’ Raja Ampat menjadi rumah bagi 75 persen spesies laut dunia, termasuk 540 jenis karang dan lebih dari 1.500 spesies ikan.
Namun sejumlah pulau kecil di kawasan tersebut kini telah mengantongi Izin Usaha Pertambangan (IUP) nikel, bahkan sebagian pulau sudah aktif ditambang.
“Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil dengan jelas menyebut bahwa pemanfaatan pulau-pulau kecil diprioritaskan untuk pariwisata, konservasi, budidaya laut, dan penelitian. Tidak ada satu pun pasal yang melegalkan eksplorasi tambang di kawasan tersebut,” jelas dia.
Berdasarkan data dari Dinas Pariwisata Kabupaten Raja Ampat, sektor pariwisata pada tahun 2024 memberikan kontribusi Rp 150 miliar per tahun bagi Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Kunjungan wisatawan ke Raja Ampat sendiri mencapai 30.000 orang per tahun. Sebanyak 70 persen dari angka tersebut merupakan wisatawan mancanegara.
“Kalau kerusakan lingkungan akibat tambang terus berlanjut, pendapatan pariwisata bisa anjlok hingga 60 persen, dan itu langsung mengancam mata pencaharian masyarakat adat yang menggantungkan hidup pada pariwisata dan perikanan,” ujarnya.
Ia pun mendorong Rancangan Undang-Undang (RUU) Pariwisata yang akan menjadi payung hukum perlindungan destinasi wisata yang terancam seperti Raja Ampat.
“RUU ini kami dorong agar kawasan ekowisata seperti Raja Ampat memiliki dasar hukum yang kuat, supaya tidak bisa disentuh oleh kegiatan eksploitasi yang merusak. Hilirisasi boleh, tapi jangan tempatkan di lokasi yang menjadi wajah Indonesia di mata dunia. Pemerintah pusat dan daerah harus segera menghentikan pemberian izin baru untuk pertambangan di Raja Ampat serta melakukan audit lingkungan secara menyeluruh terhadap IUP yang sudah terbit,” tutup Novita.