Jejak Lawa Mori, Pelabuhan dan Jalur Perniagaan Tertua di Sumbawa

Posted on

Lawa Mori di Bima NTB akan dibangun jembatan dan jalan penghubung 2026. Lawa Mori dulunya merupakan pelabuhan laut tertua yang ada di Bima dan jadi jalur perdagangan tertua yang ada di Pulau Sumbawa.

Sejarawan Bima, Fahru Rizki, mengatakan Lewa Mori atau dikenal masyarakat Bima saat ini bukanlah nama yang sebenarnya. Namun yang benar adalah Lawa Mori.

“Yang benar Lawa Mori, bukan Lawa Mori,” katanya dikutip dari infoBali, Minggu (20/4/2025).

Fahru menjelaskan Lawa Mori berasal dari dua kata bahasa Mbojo (Bima), yakni Lawa dan Mori. Lawa berarti pelabuhan ini adalah kata serapan bahasa Jawa yakni lawang yang berarti pintu. Sementara Mori berarti kehidupan.

“Jadi Lawa Mori berarti gerbang kehidupan,” katanya.

Selain bermakna pelabuhan, Lawa menurut Fahru, mempunyai arti yang lebih luas dan filosofis bagi orang Bima, yakni bermakna sebuah gerbang kebudayaan, perniagaan, dan peradaban.

“Lawa disebut mempunyai makna filosofis yakni gerbang pertemuan semua perniagaan dan budaya,” jelas Fahru.

Fahru menjelaskan Lawa Mori adalah pelabuhan tertua di Bima sebagai jalur perniagaan tertua di Pulau Sumbawa. Bahkan Pelabuhan Lawa Mori masuk dalam catatan penulis asal negara Portugis, Tome Pires, yang dianggap pertemuan lintas peradaban kala itu.

“Tak hanya tempat perniagaan, kontak dengan Islam melalui pedagang Arab, Sumatra, dan Ternate juga terjadi di Pelabuhan Lawa Mori ini,” ujarnya.

Fahru mengungkapkan sebelum Pelabuhan Lawa Due dibangun oleh Makapiri Solor sebagai pangkalan militer pasukan Ternate. Terlebih dahulu ada Pelabuhan Lawa Mori sebagai tempat perniagaan kuda, beras, kain, dan kayu.

“Komoditi kuda adalah niaga yang paling penting dan ramai diperjualbelikan di Lawa Mori saat itu. Sekitar pada abad 14 hingga 15 masehi akhir,” ungkapnya.

Melalui Lawa Mori, banyak aktivitas dan kontak dengan negara (kerajaan) terjadi kala itu. Letak Lawa Mori yang strategis juga sangat melindungi kapal dari angin timur dan utara sehingga menguntungkan kapal yang datang ke arah selatan untuk mengambil garam di Godo.

Saat Kesultanan Bima dipimpin oleh Raja Bicara Abdul Hamid, garam mulai diproduksi di pesisir selatan Lawa Mori. Hasilnya sangat baik dan kualitas untuk dipasarkan di wilayah Sulawesi hingga Batavia.

“Dari tangan Raja Bicara Abdul Hamid mengembangkan garam menjadi komoditas unggulan Bima pada 1930-an. Pengirimannya melalui Lawa Mori ini,” imbuhnya.

Rute dari Kota Bima menuju Lawa Mori bisa ditempuh perjalanan sekitar 15-20 menit menggunakan sepeda motor.

Sebelum munculnya wacana dan rencana pembangunan jembatan penghubung, beberapa tahun terakhir, Lawa Mori adalah pelabuhan angkut muat garam hasil produksi warga sekitar. Garam-garam tersebut diangkut ke kapal laut untuk dibawa dan dikirim ke wilayah NTT, seperti Reo dan Labuhan Bajo.

Sekarang pelabuhan angkut muat garam Lawa Mori kondisinya terlantar. Saat ini dijadikan sebagai lokasi oleh warga untuk memancing dan menikmati pemandangan laut pada sore hari.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *