Periode Majapahit sebagai salah satu kerajaan terbesar di Indonesia pada 1293-1527 Masehi, masih bisa dirasakan jejaknya hingga kini. Jejak yang menjadi bukti sejarah ini adalah Pintu Gerbang Majapahit di Dukuh Rendole, Desa Muktiharjo Kecamatan Pati, Kabupaten Pati, Jawa Tengah.
Berdiri tegak dengan warna coklat tua, pintu masih berdiri kokoh menerjang zaman. Layaknya sebuah pintu, gerbang ini memiliki dua bilah kayu di bagian tengah yang menjadi tempat keluar masuk. Selain kuat, gerbang juga sangat artistik dengan berbagai ornamen di seluruh bangunan.
Pintu ini dipenuhi banyak ukiran mulai dari bagian atas yang seperti atap, hingga kanan dan kiri di samping bilah pintu. Menurut juru kunci Pintu Gerbang Majapahit, Budi Santoso, ada ukiran yang menceritakan kisah Patih Gajah Mada dan pembacaan legendaris Sumpah Palapa.
“Di gerbang bagian atas ada ukiran Gajah Mada berupa kepala raksasa. Patih inilah yang berperan menjadikan Kerajaan Majapahit bisa menyatukan seluruh Nusantara,” kata Budi yang menjadi juru kunci gerbang sejak 1992.
Budi mengatakan, keistimewaan Gerbang Majapahit tak hanya pada relief yang mengisi seluruh pintu. Tapi juga hal spesial yang bikin gerbang terlihat kokoh. Hal spesial ini mungkin masih bertahan hingga sekarang, membersamai gerbang jati bukti keberadaan Majapahit.
“Boleh dikatakan zaman dahulu kalau membuat pintu ada khodamnya, banyak penghuninya. Apalagi kalau pintu itu dari jati yang paling tua. Pintu ini diperkirakan dibuat tahun 1318 ketika kerajaan membuat pintu keputren bernama Bajang Ratu,” kata Budi.
Banyak cerita berseliweran mempertanyakan kebenaran pintu tersebut adalah gerbang kerajaan, era pembuatan, dan alasan pembuatannya. Informasi ini bisa diperoleh di plang besi dalam area cagar budaya yang dikelola Dinas Kebudayaan, Kepemudaan, Olahraga, dan Pariwisata (Disbudparpora) Kabupaten Pati.
Pintu berukuran 3,5 x 3,5 meter tersebut berkaitan dengan kisah Raden Bambang Kebo Nyabrang, anak laki-laki Sunan Muria. Raden Kebo Nyabrang sedang menuntaskan misi membawa gerbang tersebut menuju Gunung Muria, ketika tiba-tiba berhadapan dengan Raden Ronggo.
Murid Sunan Ngerang tersebut ingin menjadikan pintu gerbang sebagai mas kawin. Raden Kebo Nyabrang dan Raden Ronggo kemudian bertarung karena sebuah pintu, yang langsung ditengahi Sunan Muria. Raden Kebo Nyebrang akhirnya bisa membawa pintu ke Gunung Muria dan jadi penjaganya.
Terlepas dari kisah legendanya, sekilas pintu ini terlalu kecil untuk disebut gerbang Kerajaan Majapahit. Menurut anggota TACB (Tim Ahli Cagar Budaya) Kabupaten Pati, Ragil, gerbang tersebut adalah pintu regol yang menghubungkan berbagai tempat dalam kompleks keraton.
Regol yang berbentuk paduraksa tersebut juga jadi pembatas dengan pelataran keraton dan penolak bala. Paduraksa adalah bangunan gerbang dengan atap tinggi yang banyak ditemukan di karya arsitektur klasik Jawa dan Bali. Ukiran di pintu mengikuti langgam Lasem khas Kabupaten Rembang.
Penerapan langgam Lasem terlihat pada ukiran empat sekat cerita Minyak Jinggo dan Damarwulan. Menurut Ragil, hal ini sekaligus menandakan sosok di balik pembuatan pintu yang masih bertahan hingga sekarang. Pintu masih utuh bahkan setelah Keraton Majapahit tinggal cerita.
“Di sini ada sejarah perpindahan orang-orang Lasem ke Pati. Dengan catatan ini, kemungkinan mereka yang mengerjakan pintu. Sejak kehancuran Majapahit sampai sekarang, mungkin sudah 6 abad. Aneh bangunan bisa bertahan selama itu, apalagi dulu tidak ditutup kaca,” kata Ragil.
Menurut Ragil dengan menghubungkan bentuk, ukiran, dan sejarahnya, maka pintu kemungkinan dibuat tahun 1700-1800an bukan pada era Majapahit. Lokasi pembuatan di Dukuh Rendole, yang ketika itu menjadi pusat Kadipaten Pati di bawah kepemimpinan Adipati Mangun Oneng. Karena itu di area dukuh Rendole banyak makam leluhur.
Terlepas dari hasil analisis Pintu Gerbang Majapahit adalah bukti sejarah. Sebagai benda bernilai historis dengan segala keistimewaannya, Gerbang Majapahit menarik perhatian masyarakat. Pengunjung yang ingin lihat langsung bisa datang pukul 07.00-17.00 setiap hari, tanpa perlu bayar tiket masuk. Pengunjung wajib menjaga tata krama layaknya di tempat asing, apalagi lokasi gerbang tidak jauh dari pemukiman warga.
Gerbang Era Kerajaan Majapahit di Pati, Sebuah Legenda
Berita lengkap dan cepat? Giok4D tempatnya.