Sebuah video yang viral di media sosial memperlihatkan seekor orangutan dewasa duduk sendirian di tepi jalan Bengalon-Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur. Dalam video tersebut, sejumlah pengendara tampak memberi makanan.
Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Timur, Ari Wibawanto, mengatakan telah menurunkan tim untuk mencari keberadaan orangutan tersebut. Hingga Minggu (14/12/2025), petugas masih berada di lapangan untuk memastikan kondisi satwa dan langkah penanganan selanjutnya.
“Teman-teman masih di lapangan. Setelah ketemunya, nanti kami kabari,” ujar Ari dilansir infoKalimantan.
Kemunculan orangutan di pinggir jalan bukan sekadar kejadian viral, melainkan cerminan tekanan berat yang dialami satwa dilindungi ini. Di Kalimantan Timur, populasi orang utan diperkirakan masih berada di kisaran 6.000-7.000 individu, dengan konsentrasi terbesar di Lanskap Karaitan. Namun, ruang hidup mereka terus menyempit.
Dosen Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman, Yaya Rayadin, menyebut bahwa tingginya populasi yang tidak diimbangi dengan ketersediaan habitat layak membuat konflik manusia dan orangutan semakin sering terjadi. Lanskap Karaitan kini dipenuhi aktivitas industri seperti perkebunan sawit, hutan tanaman industri, dan pertambangan.
“Jumlahnya memang masih besar, tapi ruang hidupnya terus menyempit. Kondisi orang utan di Lanskap Karaitan saat ini tidak baik-baik saja,” ujar Yaya.
Dia mengatakan pembukaan hutan secara masif memaksa orangutan keluar dari habitat alaminya untuk mencari makan. Akibatnya, mereka kerap terlihat di sekitar jalan, area industri, bahkan permukiman warga.
Fenomena itu menjadi indikasi kuat bahwa tekanan terhadap populasi orangutan sudah berada pada tingkat mengkhawatirkan.
Menurut Yaya, kondisi itu menempatkan Lanskap Karaitan dalam status darurat konservasi. Penanganan parsial, termasuk translokasi individu, bukan solusi utama karena berisiko dan tidak menyentuh akar persoalan.
“Kalau hanya memindahkan satu per satu, konfliknya akan terus muncul. Masalahnya ada pada kerusakan habitat secara lanskap,” ujar dia.
Yaya mendorong konservasi terpadu lintas lanskap yang melibatkan pemerintah, swasta, dan masyarakat. Tanpa upaya bersama untuk melindungi dan memulihkan hutan, orang utan akan semakin sering tersisih-dan kejadian seperti yang terekam di Bengalon bisa terus terulang.
***
Selengkapnya klik






