Kehidupan Suku Balik: Dari Tanjung Gonggot Hingga Benuo Sepaku

Posted on

Jarang ada orang yang tahu tentang suku satu ini. Namanya suku Balik. Mereka adalah penghuni asli wilayah yang sekarang menjadi IKN. Bagaimana kisahnya?

Dalam percakapan tentang suku-suku di Kalimantan, nama Orang Balik jarang muncul. Meski namanya melekat pada Balikpapan, kehadiran mereka hampir tak terdengar sebelum proyek pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN).

Menurut Sabardin, seorang tokoh di Forum Kesepakatan Masyarakat Sepaku (FKMS), alasan utamanya sederhana: Orang Balik memang pemalu.

“Kami memang pemalu dan tidak suka menonjolkan diri,” kata Sabardin yang juga keponakan dari Sibukdin, kepala Adat Orang Balik.

Sikap tertutup Orang Balik ini berbeda dari suku-suku lain di Kalimantan Timur, seperti Orang Kutai, atau masyarakat di pedalaman seperti Orang Kenyah, Orang Bahau, Orang Benuaq, Orang Wehea, dan Orang Lundayeh.

Suku-suku tersebut gemar berkesenian, menampilkan tarian, pahatan, anyaman, hingga masakan khas. Bahkan dalam sejarah, beberapa suku memiliki tradisi mengayau, ritual membawa pulang kepala musuh sebagai tanda kepahlawanan.

Orang Balik sebaliknya, memilih menghindari konflik. “Kami tidak suka konflik, karena itu pilihannya ya menghindar,” ujar Sabardin.

Keberadaan Suku Balik yang cenderung tersembunyi juga diperkuat oleh letak geografis. “Kami tinggal di ‘ketiak’, di sudut Teluk,” katanya.

Kecamatan Sepaku juga terisolasi oleh kondisi jalan yang rusak, yang sebelum tahun 2019 bisa memakan 2-3 jam perjalanan dari ibu kota kabupaten di Penajam. Dari arah sebaliknya pun orang lebih memilih jalur Balikpapan-Penajam memakai ferry, daripada melewati Sepaku.

Menurut Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA), lembaga yang didirikan oleh Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) bersama beberapa organisasi masyarakat sipil, Orang Balik awalnya bermukim di Tanjung Gonggot, kawasan yang kini menjadi bagian dari Kota Balikpapan.

Di Tanjung Gonggot, Suku Balik hidup dari hasil hutan, berburu, menangkap ikan, serta menjalin hubungan dengan Kerajaan Kutai dan Kesultanan Paser, keberadaan Orang Balik begitu erat dengan alam, mengikuti ritme kehidupan tradisional yang diwariskan turun-temurun.

Pada abad ke-18, wilayah ini berada di bawah pengaruh Kerajaan Kutai, yang menguasai pesisir Kalimantan Timur, dan Orang Balik turut serta dalam pembangunan kerajaan, bahkan beberapa tokoh adatnya diangkat sebagai pejabat wilayah, menunjukkan Suku Balik diakui oleh kekuasaan saat itu.

Dalam satu cerita rakyat disebutkan bahwa pada tahun 1739, Sultan Kutai Aji Muhammad Idris yang memerintah antara tahun 1735 hingga 1778, meminta penduduk pesisir Teluk untuk menyumbangkan 1.000 lembar papan guna pembangunan istana kerajaan.

Saat papan-papan itu diangkut melalui laut, beberapa di antaranya terbalik dan hanyut, dan dibawa arus kembali ke arah Teluk.

Meski secara jelas menyebutkan tahun dan nama sultan, cerita ini masih sejarah lisan sehingga perlu pendalaman lagi untuk membuktikan kebenarannya.

Namun demikian, cerita itu bersama dengan legenda Kayun Kuleng di kalangan masyarakat Paser, menjadi cerita asal-usul nama kota Balikpapan.

Seiring berkembangnya kerajaan, pesisir Teluk Balikpapan menjadi semakin strategis. Selain sebagai bagian dari wilayah adat Orang Balik, daerah itu juga berkembang menjadi pusat persinggahan dagang, menarik perhatian para saudagar dari berbagai kerajaan di Nusantara.

Bubuhan (kelompok) pedagang dari Kerajaan Banjar, juga saudagar dari Bone, turut menjalin hubungan dagang dengan masyarakat pesisir. Hubungan ini menguatkan peran Orang Balik, tidak hanya dalam lingkup kerajaan, tetapi juga dalam dinamika perdagangan maritim.

Ketika Belanda datang pada akhir abad ke-19, wilayah ini mulai dikontrak dari Kesultanan Kutai, dan eksplorasi minyak pun dimulai pada 1891.

Sejak saat itu, Balikpapan berubah dari wilayah adat dan komunitas pesisir menjadi pusat industri minyak, yang kemudian berkembang pesat hingga menjadi kota modern seperti sekarang.

Apakah saat itulah desakan dimulai kepada Orang Balik untuk pindah menyeberang ke sisi selatan teluk? Menurut Sabardin, mereka berpindah melalui jalur laut, menyusuri Teluk Balikpapan dan masuk Sungai Sepaku, hingga menetap di wilayah yang sekarang mereka huni.

Saat ini, Benuo Sepaku, demikian Orang Balik menamakan wilayah adatnya, mencakup desa dan kelurahan Sepaku, Karang Jinawi, Bukit Raya, Suka Raja, Tengin Baru, dan Bumi Harapan.

Kawasan itu meliputi 40.702 hektar tanah yang berbatasan dengan komunitas adat lainnya seperti Basap di Jonggon di utara dan Basap Mentawir di timur laut.

Setelah pindah dari Tanjung Gonggot ke Benuo Sepaku, komunitas Orang Balik kembali menjalani kehidupan yang selaras dengan alam.

Pada masa itu, dikatakan Sibukdin, kehidupan Suku Balik tidak pernah kekurangan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Tanah dan lahan luas untuk kebiasaan mereka berladang gilir balik untuk menanam padi ladang dan sayuran.

Untuk lauk, tinggal ke sungai menangkap ikan. Kalau mau daging bahkan tidak perlu jauh masuk hutan, apalagi berburu berhari-hari karena payau (rusa sambar), telawos (kancil) berkeliaran di pinggir kampung. Air untuk minum tersedia melimpah.

Dalam laporan situs brwa.co.id, Benuo Sepaku diceritakan pernah diserang wabah misterius bernama delanan pada tahun 1920. Laporan dari BRWA jelas menyebutkan bahwa sumbernya adalah pemetaan partisipatif, atau dengan kata lain dari ingatan bersama komunitas dengan informan yang anonim.

Wabah delanan menyebabkan kematian massal di komunitas Orang Balik. Konon, saat wabah dalam masa puncak, setiap hari hingga 10 orang meninggal. Satu keluarga di satu rumah bisa kehilangan dua hingga tiga orang anggotanya sekaligus.

Satu-satunya penjelasan datang dari sisi kepercayaan animisme Orang Balik, bahwa wabah ini disebabkan kesalahan dalam ritual adat irow (atau erau dalam bahasa Kutai), di mana ancak atau sajen babi diberikan oleh suku lain yang ikut serta dalam upacara adat itu.

Karena itu, para leluhur Orang Balik marah dan meluapkan kemarahannya dengan wabah yang disebut delanan tadi. Tidak ada keterangan, siapakah seharusnya yang memberikan sajen tersebut.

Meski tidak ada penjelasan ilmiah atau pun dokumentasi yang ditemukan tentang apa itu wabah delanan, akibatnya nyata. Populasi Orang Balik di Benuo Sepaku dikabarkan menurun drastis.

Gara-gara kematian oleh wabah tersebut, terjadi pengungsian dan perpindahan besar-besaran Orang Balik untuk menghindari wabah tersebut. Banyak Orang Balik yang meninggalkan Benuo Sepaku untuk mencari tempat yang aman.

Mereka pergi ke Samarinda, ke Jembayan Loa Kulu di utara. Juga ke Nenang di selatan yang sekarang menjadi bagian Kota Penajam. Ada juga yang menyeberang teluk ke timur ke Mentawir, atau terus mendekati pesisir ke Salok Api.

Tanah dan kebun, termasuk peninggalan penanda sejarah seperti makan para leluhur, ditinggal dan tidak diurus lagi.

Namun, komunitas yang tinggal bertahan dan wabah kemudian mereda. Saat itulah, tutur Sabardin, Kesultanan Kutai kembali aktif. Sultan mengangkat petinggi dari kalangan Orang Balik sendiri untuk mengatur masyarakat.

Disebutkan oleh dokumen di laman brwa.co.id, setiap orang yang ingin memasuki Benuo Sepaku harus mendapat izin tertulis dari petinggi. Di surat izin itu ada cap dari stempel khusus. Tanpa stempel, maka tidak bisa masuk ke wilayah adat.

Tapi aturan itu tidak bisa mencegah Belanda, yang jelas sudah bercokol lama di Balikpapan, untuk masuk ke Sepaku, menangkapi pemuda, dan menjadikannya pekerja rodi, tenaga kerja paksa di proyek-proyek pembangunan kolonial. Keadaan itu berlangsung hingga Jepang datang dan mengambil alih kekuasaan di tahun 1942.

Berbeda dengan Belanda, Orang Balik tidak dijadikan romusha (yang artinya juga tenaga kerja paksa) oleh Jepang, sebab Jepang mendatangkan romusha dari Jawa. Di Balikpapan, romusha digunakan untuk membangun berbagai fasilitas militer seperti kubu-kubu pertahanan hingga menarik meriam raksasa ke bukit-bukit.

Ketika pasukan Australia membebaskan Balikpapan dari Jepang Juli 1945, sisa-sisa pasukan Jepang sebagian kabur ke Sepaku. Pasukan ini bertahan dan mencoba bergerilya melawan Sekutu, sampai kemudian Jepang menyerah karena dibom atom oleh Sekutu Agustus 1945.

Sisa-sisa serdadu Jepang dibawa ke Balikpapan dan wilayah adat Sepaku pun turut merdeka sebagai satu wilayah di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Republik Indonesia masih muda sementara senjata bekas perang masih beredar banyak di masyarakat. Sejarah lisan Sepaku yang direkam brwa.co.id menyebutkan antara tahun 1958-1959, ada gerombolan bersenjata yang mengacau di Sepaku.

Mereka memperkosa dan membunuh warga setempat, namun mengaku sebagai bagian dari Kesatuan Rakyat yang Tertindas (KRyT) di bawah pimpinan Ibnu Hadjar yang menentang Jakarta di Kalimantan Selatan.

Gerakan Ibnu Hadjar sendiri berafiliasi pada Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) Kahar Muzakkar di Sulawesi Selatan yang memberontak dari pemerintah pusat sejak 1950.

Kepada rakyat di Sepaku, gerombolan ini menyebutkan tujuannya adalah menyingkirkan sisa-sisa kolonial Belanda dan menegakkan ideologi Islam.

Tapi alih-alih memperjuangkan masyarakat adat, mereka malah menekan dan memperbudak Orang Balik. Para lelaki dipaksa bergabung dan melakukan tindak kriminal seperti merampok sementara para wanita ada yang diperkosa.

Maka sekali lagi Orang Balik melarikan diri dan menyebar ke berbagai daerah. Benuo Sepaku menjadi kosong dalam waktu lama, karena masyarakat adat penghuninya memilih hijrah demi keselamatan.

Baru setelah gerombolan Ibnu Hadjar ditumpas pada tahun 1963 keadaan kembali aman. Perlahan sebagian yang melarikan diri kembali ke Sepaku, tapi banyak juga yang tidak karena sudah memiliki kehidupan baru di tempat lain.

Peristiwa G30S PKI 1965 juga tidak memiliki pengaruh signifikan kepada penghuni Benuo Sepaku. Seperti kebanyakan daerah lain di Indonesia di luar Jawa, masyarakat memilih diam dan menyaksikan. Begitu pula setelah rezim berganti resmi pada tahun 1968.

Perubahan kuat yang segera terjadi pun masuk nyaris tanpa hambatan. Boleh dibilang, Orang Balik memasuki era 1970an tanpa persiapan.

Soal perlindungan masyarakat adat di IKN, terutama untuk Orang Balik, otorita IKN rupanya telah memberikan perhatian. Kedeputian Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam menyiapkan Rancangan Peraturan Kepala (Ranperka) OIKN menyusun kepastian hukum bagi kearifan lokal di IKN.

Otorita IKN berkomitmen untuk tidak menghilangkan apa yang sudah ada di masyarakat dan pembahasan akan terus dilakukan di internal IKN dan dengan kementerian/lembaga lain guna menemukan jalan terbaik dalam perlindungan kearifan lokal.

“IKN selalu terbuka untuk terus berdiskusi dan berdialog kepada masyarakat. Karena bagaimanapun kebijakan yang dibuat akan berdampak kepada masyarakat. Jadi kami selalu mencoba untuk meminimalkan persoalan dan mengoptimalkan komunikasi seperti ini sampai kebijakan ditetapkan,” kata Myrna Asnawati Safitri, deputi Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam OIKN.

Kepala Otorita IKN Basuki Hadimuljono menegaskan masyarakat adat atau lokal di wilayah itu tetap merupakan warga IKN. Dia juga berusaha semaksimal mungkin untuk menaikkan taraf kehidupan warga dan suku lokal.

Bahkan, Basuki memastikan terdapat kawasan cagar budaya di tanah masyarakat adat IKN dan IKN akan menjadi “living lab” bagi konsep tersebut.

“Kami membuka kemungkinan adanya heritage area. Bagaimana konsep-konsep itu akan saling berinteraksi, dari sosial, budaya, ekonomi, teknologi, dan sebagainya akan sangat menarik,” ujarnya lagi.

Pemerintah Kabupaten Penajam Paser Utara juga telah berupaya melestarikan adat istiadat lokal dengan membuat payung hukum, berupa Peraturan Daerah atau Perda Nomor 2 Tahun 2017. Regulasi tersebut berisi mengenai pelestarian dan perlindungan adat serta budaya lokal.

Dengan adanya payung hukum itu, maka Suku Balik tidak perlu khawatir tergusur dari wilayah adat atau tempat tinggal dengan keberadaan IKN tersebut. Orang Balik memang tidak ingin tercabut dari sejarah dan identitas Suku Balik.

Sifat Asli Orang Balik

Mereka Tinggal di Tanjung Gonggot

Asal Usul Balikpapan

Suku Balik Diserang Wabah Misterius

Orang Balik Bermigrasi Besar-besaran

Gerakan Ibnu Hadjar

Otorita IKN Berikan Perhatian

Gambar ilustrasi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *