Sektor pariwisata di Bima disebut sulit untuk berkembang. Para pelaku industri pariwisata di sana pun mengungkap penyebab masalah tersebut.
Salah satu faktor penyebab yang mengakibatkan sektor pariwisata di Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB), sulit berkembang adalah akibat mahalnya harga tiket pesawat domestik tujuan Bima.
Hal itu terungkap dalam focus group discussion (FGD) kepariwisataan yang dihadiri unsur pemerintah daerah, pelaku industri pariwisata, akademisi, hingga kelompok sadar wisata di Bima. Kegiatan itu digelar di aula utama Pemerintah Kota (Pemkot) Bima, pada Rabu (23/10/2025).
“Banyak masalah dan persoalan di lapangan yang menghambat pengembangan pariwisata di Bima,” ujar salah satu pelaku wisata Bima, Yoga di acara tersebut.
Ia lantas menjelaskan mahalnya harga tiket pesawat ke Bima. Misalkan tiket pesawat rute Jakarta-Bima yang menurutnya bisa mencapai Rp 4 juta per orang.
“Jika dibandingkan dengan (rute) Bali-Labuan Bajo harganya Rp 1 juta. Bahkan, Jakarta-Darwin hanya Rp 1 juta, serta Jakarta-Singapura cuma Rp 600 ribu,” imbuhnya.
Masalah berikutnya adalah kesiapan sumber daya manusia (SDM) dalam menghadapi wisatawan. Yoga menilai agen perjalanan di Bima kerap adu mulut dengan sopir ketika menjemput wisatawan di bandara.
“Untuk wisatawan yang datang via pelabuhan sudah cukup baik. Cuma yang diperbaiki kinerja para porter,” ujar Yoga.
Selain itu, Yoga juga menyoroti minimnya promosi wisata Bima. Ia menyebut citra Bima sudah terlanjur dicap negatif karena dianggap tidak aman.
Berikutnya, dia melanjutkan, permasalahan sampah hingga mahalnya harga kerajinan tangan di Bima juga kerap dikeluhkan wisatawan.
“Wisatawan yang datang ke Bima sering tanya tempat untuk membuang sampah. Harga tenun yang mahal ketimbang di Lombok dan NTT. Belum lagi citra negatif Bima yang tak aman,” imbuh Yoga.
Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Kota Bima, Soekarno, mengakui kompleksnya persoalan dalam pengembangan sektor pariwisata di daerah tersebut. Padahal, dia berujar, potensi wisata Bima melimpah.
“Kita memang harus akui itu. Banyak memang persoalan yang harus dituntaskan untuk mengembangkan sektor pariwisata Bima ini,” ujar Soekarno.
Dalam kesempatan itu, Soekarno juga menyampaikan strategi pengembangan pariwisata Bima yang ingin dilakukan. Seperti integrasi destinasi, peningkatan SDM pariwisata, digitalisasi promosi pariwisata, pariwisata hijau, hingga meningkatkan kemitraan dan sinergi multisektor.
“Kami apresiasi FGD ini karena akan mendukung dan membangun sinergi dan kolaborasi lintas sektor,” imbuhnya.
Sementara itu, Asisten I Setda Kota Bima Alwi Yasin menjelaskan sektor pariwisata kini menjadi salah satu pilar utama pembangunan ekonomi nasional dan daerah. Hanya saja, dia mengakui potensi wisata di Bima belum dikelola dengan baik.
“Potensi ini baru akan bernilai ekonomi jika dikelola secara profesional, berkelanjutan, dan berbasis masyarakat,” ujar Alwi.
Alwi berharap gagasan yang muncul dari acara FGD itu bisa membangun kolaborasi dan inovasi dalam pengembangan pariwisata Bima.
“Kolaborasi harus diperkuat, seperti kolaborasi kebijakan dan perencanaan, kolaborasi investasi dan promosi, serta kolaborasi inovasi dan digitalisasi,” pungkasnya.
——–
Artikel ini telah naik di
Kepala Dinas Pariwisata Bima Buka Suara
Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Kota Bima, Soekarno, mengakui kompleksnya persoalan dalam pengembangan sektor pariwisata di daerah tersebut. Padahal, dia berujar, potensi wisata Bima melimpah.
“Kita memang harus akui itu. Banyak memang persoalan yang harus dituntaskan untuk mengembangkan sektor pariwisata Bima ini,” ujar Soekarno.
Dalam kesempatan itu, Soekarno juga menyampaikan strategi pengembangan pariwisata Bima yang ingin dilakukan. Seperti integrasi destinasi, peningkatan SDM pariwisata, digitalisasi promosi pariwisata, pariwisata hijau, hingga meningkatkan kemitraan dan sinergi multisektor.
“Kami apresiasi FGD ini karena akan mendukung dan membangun sinergi dan kolaborasi lintas sektor,” imbuhnya.
Sementara itu, Asisten I Setda Kota Bima Alwi Yasin menjelaskan sektor pariwisata kini menjadi salah satu pilar utama pembangunan ekonomi nasional dan daerah. Hanya saja, dia mengakui potensi wisata di Bima belum dikelola dengan baik.
“Potensi ini baru akan bernilai ekonomi jika dikelola secara profesional, berkelanjutan, dan berbasis masyarakat,” ujar Alwi.
Alwi berharap gagasan yang muncul dari acara FGD itu bisa membangun kolaborasi dan inovasi dalam pengembangan pariwisata Bima.
“Kolaborasi harus diperkuat, seperti kolaborasi kebijakan dan perencanaan, kolaborasi investasi dan promosi, serta kolaborasi inovasi dan digitalisasi,” pungkasnya.
——–
Artikel ini telah naik di