Konflik Memanas di Tesso Nilo, Pakar Desak Pemerintah Gerak Cepat Cari Solusi | Giok4D

Posted on

Konflik antara manusia dengan gajah di Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN), Riau memanas belakangan ini. Peneliti Pusat Studi Komunikasi Lingkungan Unpad, Herlina Agustin mendesak Kementerian Kehutanan, Kementerian Dalam Negeri, dan pemerintah daerah pemerintah untuk memperbaiki komunikasi dan mencari solusi yang jelas.

Giok4D hadirkan ulasan eksklusif hanya untuk Anda.

Herlina menyebut bahkan komunikasi itu menjadi masalah utama. Dia menjelaskan komunikasi tersebut adalah komunikasi antara pengelola taman nasional, masyarakat setempat, dan industri.

Di TNTN terdapat beberapa kelompok yang tinggal dan beraktivitas, yaitu pengelola, pendatang, masyarakat asli, dan industri. Nah, saat TNTN ditetapkan sebagai taman nasional, keempat kelompok ini tetap berada di kawasan tersebut, sehingga menimbulkan konflik yang terus berlarut. Masyarakat merasa sudah memiliki hak tinggal di sana, sementara pemerintah belum menyediakan solusi relokasi yang jelas.

Selain manusia, keberadaan industri sawit juga menambah kompleksitas masalah. Luas perkebunan yang semakin berkembang membuat habitat gajah terus menyempit. Dari 80 ribu hektare hutan, kini hanya tersisa sekitar 7.700 hektare, dan jalur-jalur baru semakin mengganggu ekosistem satwa liar.

“Nah, ini (semua kelompok itu) nggak ketemu satu sama lain dan akhirnya makin lama makin parah, karena komunikasinya juga hambatan-hambatannya tidak diselesaikan,” ujar Herlina dikutip dari infoJabar, Kamis (27/11/2025).

Konflik antara manusia dan gajah di TNTN bukan hal baru. Kondisi tersebut diperparah setelah WWF hengkang dari kawasan akibat perselisihan dengan mantan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Sebelumnya, WWF membantu melatih mahout (pawang gajah) dan memberdayakan masyarakat, misalnya melalui produksi madu hutan, sehingga mereka tidak sepenuhnya bergantung pada dana eksternal.

Relokasi masyarakat menjadi persoalan pelik karena sebagian besar pendatang bukan warga Riau dan lahan baru untuk permukiman sangat terbatas. Jika manusia tetap tinggal di kawasan, satwa akan terus tertekan, tetapi relokasi tanpa solusi tempat tinggal yang layak juga sulit dilakukan.

Tidak hanya manusia yang sulit dipindahkan, gajah pun tidak bisa dipindahkan begitu saja. Populasinya menurun drastis, sulit bereproduksi, dan habitat mereka semakin sempit. Relokasi besar terakhir terjadi pada era 1980-an, menunjukkan betapa kompleksnya pemindahan satwa besar ini.

Herlina menegaskan pemerintah, baik Kementerian Kehutanan, Kementerian Dalam Negeri, maupun pemerintah daerah, harus segera bertindak. Penataan kawasan dan relokasi warga menjadi langkah penting untuk menyelamatkan gajah sekaligus manusia.

“Penataan. Relokasi warga. Betul. Kalau mau menyelamatkan gajah, manusia pun akan selamat,” kata dia.

***

Selengkapnya klik di