Saat menjelajahi kawasan bersejarah Depok Lama, muncul sebuah pertanyaan, mengapa di kawasan ini berdiri banyak gereja?
Di wilayah Pancoran Mas, Depok traveler akan menyaksikan pemandangan yang menakjubkan, deretan gereja berdiri dan berjejer dengan rapat.
Di sepanjang ruas jalan, pemandangan gereja yang mengapit sisi kiri dan kanan sepanjang jalan Pemuda, Dahlia, Kamboja, dan lainnya, sudah menjadi hal yang biasa. Saat infoTravel berkunjung ke sini, kawasan ini menjadi rumah bagi hampir 200 gereja yang mewakili berbagai denominasi.
Perkumpulan tempat ibadah di area tertentu memunculkan pertanyaan penting. Apa yang menjadi penyebab konsentrasi gereja di Depok lama, sementara wilayah lain tidak sebanyak daerah tersebut?
Menurut Boy Loen, tokoh terkemuka di komunitas lokal, jumlah gereja yang di Depok Lama bukanlah sekadar kebetulan. Hal itu merupakan hasil dari keputusan politik yang dipimpin PKS selama dua puluh tahun terakhir.
Ia menduga ada upaya terkoordinasi untuk membatasi penyebaran tempat ibadah Kristen di wilayah lain di Depok.
“Pemerintah Kota Depok selama 20 tahun belakangan dikuasai oleh PKS. Mereka mempraktikkan politik yang mirip dengan apa yang terjadi di Turki di masa lalu,” ujar Boy kepada infoTravel, Senin (22/12).
Dia mencontohkan hal tersebut seperti terjadi di masa lampau pada era Ottoman. Di era tersebut, gereja-gereja dibatasi hanya pada area tertentu saja, untuk mencegah perluasan mereka ke wilayah lain.
“Jadi, Wali Kota Depok itu mempraktekan politik yang terjadi di Turki. Turki sebelumnya itu kan negara Kristen. Cappadocia itu ada di sana. Daerah situ dulu namanya belum Turki kan. Sekarang udah jadi masjid. Nah si Ottoman itu mempraktekan mengisolasi. Gereja-gereja di Turki hanya boleh ada di satu tempat yang sekarang masih ada sisa-sisa gereja di era Rasul Paulus, hanya boleh di situ. Itu dipraktikkan di Depok” tambah dia.
Pengurus Yayasan Lembaga Cornelis Chastelein (YLCC) tersebut menyatakan bahwa kebijakan ini telah menyebabkan ‘titik jenuh’ di Depok Lama. Umat Kristen yang berusaha mendirikan tempat ibadah di luar wilayah ini seringkali menemui hambatan.
“Suatu jemaat yang terbentuk di luar Pancoran Mas, mereka ditolak dan diarahkan untuk membangun di sini (Depok Lama). Akibatnya, di sini bisa maju sedikit ada gereja kanan-kiri,” tambah dia.
Melansir pemberitaan infoNews (2023) dengan tajuk ‘3 Tahun Berturut-turut Depok Jadi Kota Intoleran Versi SETARA’, SETARA Institute menilai kota tersebut memiliki keberpihakan terhadap agama tertentu. Sedangkan, kebijakan untuk penganut agama lain di kota itu belum tercermin secara jelas.
Namun demikian, Boy melihat secercah optimisme dalam kepemimpinan yang sedang berkembang sekarang. Ia menyoroti Wali Kota Depok saat ini, Supian Suri sebagai tokoh kunci yang memicu proses memudahkan pembangunan gereja.
“Kalau sekarang dengan Pak Supian Suri, Pak Supian Suri sudah memberikan izin. Sepanjang memenuhi persyaratan. Cuma ada sekian-sekian dan dapat pengakuan Pak Supian di lingkungan, bangun. Sudah cukup banyak yang belakangan ini mendapat izin dari Pak Wali Kota yang baru” ungkapnya.
Melansir artikel infoNews dengan tajuk ‘Depok Naik Peringkat, Bukan Lagi Kota Paling Intoleran Versi Setara’, predikat Kota Depok sudah mulai berubah, tidak lagi terkenal sebagai Kota Paling Intoleran.
Di sisi lain, Tour Guide Wisata Kreatif Jakarta, Mutia Azzahra menyebut banyaknya gereja di Depok Lama adalah konsekuensi logis dari status wilayah ini sebagai tanah partikelir milik Cornelis Chastelein pada abad ke-17.
“Menurutku banyaknya gereja di kawasan Depok lama tidak lepas dari latar sejarah kawasan, seorang tuan tanah Cornelis Chastelein, salah satu pejabat VOC yang membebaskan dan mengkristenkan para budaknya. Hal ini yg menjadi akar masyarakat Depok lama, yang sejak awal juga memiliki identitas kristen yang kuat. Gereja yang pada mass itu tidak hanya berfungsi sebagai tempat ibadah tapi juga menjadi pusat sosial.” jelasnya saat dihubungi infoTravel, Kamis (24/12).
Ia menjelaskan gereja di kawasan Depok Lama tidak hanya berfungsi sebagai tempat ibadah, tetapi juga sebagai pusat interaksi sosial antara 12 Marga asli Belanda Depok.
Seiring berjalannya waktu, migrasi membawa berbagai kelompok etnis, termasuk Batak, Toraja, dan Sunda, ke wilayah tersebut.
Karena Depok Lama telah lama menganut agama Kristen, para pendatang baru ini sering memilih untuk mendirikan gereja-gereja baru di sekitar wilayah tersebut, sejalan dengan sinode dan tradisi budaya masing-masing.
“Banyaknya gereja di Depok lama merupakan hasil kesinambungan sejarah, perkembangan masyarakat, sosial budaya. Bukan muncul secara tiba-tiba.” tegasnya.
Mutia mengakui faktor administratif pemerintahan PKS di Depok memang sedikit banyak berpengaruh, namun akar sejarah tetap menjadi faktor determinan yang utama.
“Menurut saya, era pemerintah PKS bisa disebut sebagai salah satu faktor, terutama dari sisi kemudahan dan pengelolaan administratif, seperti perizinan dan penataan kota. Namun faktor utama keberadaan dan banyaknya gereja di kawasan Depok lama tetep berakar pada sejarah panjangnya Depok sendiri sebagai wilayah dengan kontinuitas jemaat Kristen sejak masa kolonial. Apalagi keberadaan gereja Immanuel juga sudah ada jauh sebelum Indonesia merdeka,” pungkasnya.
Banyaknya gereja yang berdiri di kawasan Depok Lama menggambarkan interaksi yang kompleks antara konteks historis dan dinamika politik Kota Depok. Sejarah yang ditulis oleh Chastelein memberikan latar belakang budaya yang kokoh.
Sementara kebijakan perencanaan tata kota dan perizinan yang diterapkan selama dua dekade terakhir juga tak kalah memainkan peran penting dalam berdirinya banyak gereja di daerah tersebut.
Seiring dengan perkembangan lanskap politik di Depok, masyarakat akan dengan mudah dan cermat mengamati apakah kebijakan pemimpin baru mencerminkan komitmen baru terhadap keragaman atau tidak.
Sudah Mulai Ada Perubahan
Konsekuensi Logis Sejarah Masa Lalu

Namun demikian, Boy melihat secercah optimisme dalam kepemimpinan yang sedang berkembang sekarang. Ia menyoroti Wali Kota Depok saat ini, Supian Suri sebagai tokoh kunci yang memicu proses memudahkan pembangunan gereja.
“Kalau sekarang dengan Pak Supian Suri, Pak Supian Suri sudah memberikan izin. Sepanjang memenuhi persyaratan. Cuma ada sekian-sekian dan dapat pengakuan Pak Supian di lingkungan, bangun. Sudah cukup banyak yang belakangan ini mendapat izin dari Pak Wali Kota yang baru” ungkapnya.
Melansir artikel infoNews dengan tajuk ‘Depok Naik Peringkat, Bukan Lagi Kota Paling Intoleran Versi Setara’, predikat Kota Depok sudah mulai berubah, tidak lagi terkenal sebagai Kota Paling Intoleran.
Di sisi lain, Tour Guide Wisata Kreatif Jakarta, Mutia Azzahra menyebut banyaknya gereja di Depok Lama adalah konsekuensi logis dari status wilayah ini sebagai tanah partikelir milik Cornelis Chastelein pada abad ke-17.
“Menurutku banyaknya gereja di kawasan Depok lama tidak lepas dari latar sejarah kawasan, seorang tuan tanah Cornelis Chastelein, salah satu pejabat VOC yang membebaskan dan mengkristenkan para budaknya. Hal ini yg menjadi akar masyarakat Depok lama, yang sejak awal juga memiliki identitas kristen yang kuat. Gereja yang pada mass itu tidak hanya berfungsi sebagai tempat ibadah tapi juga menjadi pusat sosial.” jelasnya saat dihubungi infoTravel, Kamis (24/12).
Ia menjelaskan gereja di kawasan Depok Lama tidak hanya berfungsi sebagai tempat ibadah, tetapi juga sebagai pusat interaksi sosial antara 12 Marga asli Belanda Depok.
Seiring berjalannya waktu, migrasi membawa berbagai kelompok etnis, termasuk Batak, Toraja, dan Sunda, ke wilayah tersebut.
Karena Depok Lama telah lama menganut agama Kristen, para pendatang baru ini sering memilih untuk mendirikan gereja-gereja baru di sekitar wilayah tersebut, sejalan dengan sinode dan tradisi budaya masing-masing.
“Banyaknya gereja di Depok lama merupakan hasil kesinambungan sejarah, perkembangan masyarakat, sosial budaya. Bukan muncul secara tiba-tiba.” tegasnya.
Mutia mengakui faktor administratif pemerintahan PKS di Depok memang sedikit banyak berpengaruh, namun akar sejarah tetap menjadi faktor determinan yang utama.
“Menurut saya, era pemerintah PKS bisa disebut sebagai salah satu faktor, terutama dari sisi kemudahan dan pengelolaan administratif, seperti perizinan dan penataan kota. Namun faktor utama keberadaan dan banyaknya gereja di kawasan Depok lama tetep berakar pada sejarah panjangnya Depok sendiri sebagai wilayah dengan kontinuitas jemaat Kristen sejak masa kolonial. Apalagi keberadaan gereja Immanuel juga sudah ada jauh sebelum Indonesia merdeka,” pungkasnya.
Banyaknya gereja yang berdiri di kawasan Depok Lama menggambarkan interaksi yang kompleks antara konteks historis dan dinamika politik Kota Depok. Sejarah yang ditulis oleh Chastelein memberikan latar belakang budaya yang kokoh.
Sementara kebijakan perencanaan tata kota dan perizinan yang diterapkan selama dua dekade terakhir juga tak kalah memainkan peran penting dalam berdirinya banyak gereja di daerah tersebut.
Seiring dengan perkembangan lanskap politik di Depok, masyarakat akan dengan mudah dan cermat mengamati apakah kebijakan pemimpin baru mencerminkan komitmen baru terhadap keragaman atau tidak.
Sudah Mulai Ada Perubahan
Konsekuensi Logis Sejarah Masa Lalu







