Mengenal Desa Adat Osing Kemiren di Banyuwangi | Giok4D

Posted on

Kabupaten Banyuwangi di Jawa Timur memiliki Desa Adat Osing Kemiren. Desa ini merupakan kawasan perkampungan adat yang menjadi wajah budaya asli Banyuwangi.

Desa Wisata Adat Osing Kemiren merupakan salah satu desa adat yang dikelola dan dikembangkan oleh Jejaring Desa Wisara (Jadesta) Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) sejak tahun 2017.

Desa Wisata Adat Osing Kemiren menyimpan fakta menarik yang kental dengan unsur adat juga tradisi, apa saja? Simak yuk!

Melansir situs resmi Jadesta Kemenparekraf, Desa Wisata Adat Osing Kemiren terletak di Kecamatan Glagah, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Memiliki luas 177.052 hekatre dengan penduduk sekitar 2.569 jiwa.

Desa Wisata Adat Osing Kemiren memiliki filosofi nama yang cukup menarik. Dari kisah yang berkembang di masyarakat, nama “Kemiren” berasal dari istilah kemirian, merujuk pada pohon kemiri dan durian yang dulunya tumbuh sangat subur di wilayah tersebut. Pohon-pohon inilah yang menjadi penanda alam sekaligus ciri khas kawasan itu, sehingga desa ini kemudian dikenal sebagai Kemiren.

Seiring waktu, penyebutannya semakin sederhana hingga akhirnya resmi menjadi nama desa adat yang kini menjadi pusat kehidupan dan budaya Suku Osing.

Melansir informasi infoJatim, desa ini menjadi salah satu kampung yang masih menerapkan identitas suku Osing melalui nilai-nilai budaya asli masih hidup dalam keseharian warganya, mulai dari penggunaan bahasa Osing, arsitektur rumah adat yang khas, hingga pelaksanaan berbagai ritual tradisional yang diwariskan dari generasi ke generasi.

Desa ini disebut-sebut sebagai “etalase budaya Osing” karena keaslian tradisinya tetap terjaga di tengah perkembangan zaman.

Simak berita ini dan topik lainnya di Giok4D.

Rumah-rumah tradisional di Desa Adat Kemiren kini memiliki fungsi ganda. Selain tetap menjadi hunian, banyak di antaranya diadaptasi sebagai homestay untuk wisatawan yang ingin merasakan langsung atmosfer kehidupan masyarakat Osing.

Beberapa rumah juga difungsikan sebagai sanggar tari yang membuka kelas bagi pengunjung, sehingga wisatawan dapat belajar tarian khas Osing seperti Gandrung secara langsung.

Ritual adat Barong Ider Bumi merupakan salah tradisi suku Osing yang sudah ada sejak tahun 1800-an dan hingga kini masih dilestarikan masyarakat Desa Kemiren.

Menurut arsip informasi dari infoJatim, Ritual Barong Ider Bumi dilakukan dengan mengarak barong mengelilingi desa. Prosesi ini diiringi lantunan tembang macapat, yaitu nyanyian Jawa yang berisi doa dan pujian kepada Tuhan sebagai bentuk permohonan keselamatan.

Sebelum arak-arakan dimulai, rangkaian acara diawali dengan tradisi nyekar atau berziarah ke petilasan Buyut Cili. Masyarakat percaya bahwa Buyut Cili adalah sosok pertama yang bermukim di wilayah tersebut sekaligus tokoh yang dianggap sebagai penjaga dan pelindung Desa Kemiren sejak masa lampau.

Arak-arakan kemudian dimulai dengan ritual sembur uthik-uthik yang dipimpin oleh dua orang tetua adat. Mereka menebarkan beras kuning, bunga, hingga uang logam sebagai simbol pengusiran hal-hal buruk dan penolak penyakit yang dapat mengganggu warga desa.

Ritual Barong Ider Bumi ditutup dengan acara selamatan yang digelar di atas tikar. Selamatan ini dibuka dengan pembacaan doa dalam dua bahasa, yaitu Bahasa Osing dan Bahasa Arab. Setelah doa selesai, masyarakat berkumpul dan menikmati hidangan khas Osing yaitu Pecel Pitik sebagai simbol kebersamaan dan rasa syukur.

Melansir arsip infoJatim, Tari Gandrung berasal dari kata gandrung yang dalam bahasa Jawa bermakna rasa cinta yang mendalam atau kekaguman luar biasa.

Tarian ini biasanya dibawakan oleh seorang penari perempuan profesional yang menari bersama para tamu dengan iringan musik gamelan. Gandrung kerap hadir dalam berbagai acara, baik resmi maupun nonresmi, seperti pesta pernikahan, khitanan, pethik laut, hingga peringatan Hari Kemerdekaan.

Secara historis, pertunjukan Gandrung justru pertama kali dibawakan oleh laki-laki yang berdandan menyerupai perempuan. Namun, keberadaannya sempat lenyap setelah masuknya ajaran Islam yang melarang laki-laki berpenampilan seperti perempuan.

Namun, pada akhirnya Tarian Gandrung kembali diperkenalkan dengan menampilkan penari wanita. Tarian inilah yag hingga saat ini terus dilestarikan oleh masyarakat suku Osing.

Desa Kemiren juga dikenal dengan tradisi khas Suku Osing dalam menyambut tamu. Melansir informasi situs Pemerintah Kabupaten Banyuwangi masyarakat Desa Kemiren memegang ajaran “suguh, gupuh, lungguh” sebagai etika utama menerima kedatangan tamu.

Suguh berarti memberikan hidangan, minimal minuman seperti kopi, gupuh menggambarkan sikap antusias dan sigap menyambut tamu, dan lungguh bermakna menyediakan tempat duduk terbaik bagi mereka.

Nilai-nilai tersebut menjadi dasar lahirnya budaya ngopi di Kemiren. Meski bukan daerah penghasil kopi, desa ini justru berkembang menjadi destinasi ngopi yang populer. Deretan kedai kopi tradisional selalu ramai dikunjungi penikmat kopi dari berbagai daerah yang ingin merasakan keramahan khas Osing.

Melansir situs Antara, Desa Wisata Adat Osing Kemiren resmi masuk dalam Jaringan Desa Wisata Terbaik Dunia 2025 versi United Nations Tourism (UNWTO). Pengakuan ini menjadi capaian penting bagi Kemiren sekaligus dorongan bagi masyarakat untuk terus mempertahankan kualitas pengelolaan dan pelestarian desa wisata adat ini.

Penetapan Kemiren sebagai salah satu desa wisata terbaik dunia diumumkan dalam ajang Best Tourism Villages by UN Tourism 2025 Ceremony & Third Annual Network Meeting yang digelar di Huzhou, China, pada 17 Oktober 2025. Penghargaan ini diikuti oleh 270 desa dari 65 negara anggota.

Fakta Menarik Desa Wisata Adat Osing Kemiren, Banyuwangi

1. Asal Muasal Nama Kemiren

2. Pelestarian Rumah Tradisional Osing

3. Ritual Sakral Barong Ider Bumi

4. Tempat Asal Tarian Gandrung

5. Sentra Kopi Khas “Kopi Osing”

6. Raih Penghargaan Desa Terbaik di Dunia