Delapan artefak dirampok dari Museum Louvre, Paris saat jam buka untuk pengunjung. Sistem keamanan dipertanyakan, padahal Louvre tak ubahnya sebuah istana.
Pencurian di Museum Louvre itu terjadi pada Minggu (19/10/2025). Insiden tersebut mendorong semua institusi yang menyimpan barang berharga untuk mengevaluasi langkah-langkah keamanan mereka.
“Perampokan ini dapat mengubah protokol keamanan museum,” kata Nikos Passas, profesor kriminologi dan peradilan pidana serta wakil direktur Institut Keamanan dan Kebijakan Publik Northeastern, seperti dikutip dari News North Eastern pada Selasa (21/10/2025).
Menurutnya, teknologi tercanggih pun perlu dievaluasi dan dibandingkan dengan metode berteknologi rendah yang digunakan oleh perampok.
Ya, pencuri bertopeng menggunakan tangga untuk memasuki gedung dan gerinda untuk memecahkan jendela. Begitu masuk, mereka memecahkan dua etalase dan mengambil sembilan perhiasan, termasuk diadem yang dikenakan oleh istri Napoleon III. Mereka menjatuhkan perhiasan itu setelah menuruni tangga. Kemudian mereka kabur dengan sepeda motor.
Pencurian dalam skala ini bukanlah hal yang baru, tetapi sifat pencurian ini mengejutkan karena lokasinya, kata para ahli.
“Ingat, Louvre itu istana. Maksud saya, Anda sedang membicarakan perampokan di Aula Para Raja,” kata Passas.
Museum Louvre merupakan benteng pertahanan abad pertengahan yang kemudian diubah menjadi istana kerajaan sebelum akhirnya dibuka sebagai museum publik pada 1793. Perubahan dari benteng menjadi istana dimulai pada 1546 oleh Raja Francis I dan terus dikembangkan oleh raja-raja selanjutnya
Namun kenyataan pahit harus diterima, museum itu sangat ramai dan keamanannya tidak memadai.
“Saya berada di Louvre musim panas ini dan tempat itu sangat ramai dengan barang-barang berharga yang dipamerkan,” katanya.
“Beberapa barang berukuran besar, tetapi ada juga yang berukuran kecil. Jadi, Anda tentu mengharapkan tingkat keamanan yang tinggi terkait orang-orang, kamera, teknologi, dan labelnya,” dia menambahkan.
Ia berpendapat bahwa ada kemungkinan para pencuri mendapat bantuan dari dalam museum. Bisa jadi ada informasi celah waktu terbaik untuk membobol aula.
Nilai historis bangunan tersebut dapat menambah tantangan dalam melindungi isinya, kata Stephanie Hanor, direktur Museum Seni Mills di kampus Oakland, Northeastern. Sejatinya, Museum Louvre merupakan artefak, sehingga langkah-langkah keamanan harus mempertimbangkan hal itu.
“Anda tidak hanya melestarikan mahkota yang tersimpan di ruangan itu. Anda juga melestarikan fasilitasnya. Bagaimana Anda menyeimbangkan ruang itu bagi pengunjung sekaligus melindunginya?” katanya.
Banyak langkah keamanan berteknologi tinggi yang familiar bagi penonton film pencurian seperti Mission Impossible.
“Pencuri harus berjongkok untuk menghindari sensor gerak laser, akan digunakan pada malam hari,” kata Passas.
Sementara pada siang hari, langkah-langkah semacam itu akan dimatikan agar orang-orang dapat bergerak di dalam ruangan.
Passas menduga langkah keamanan lain berupa label aset digital yang ditempatkan langsung pada benda-benda berharga. Label digital ini akan melacak barang yang dicuri.
“Saya perkirakan jika mereka memilikinya, mereka tidak akan mengungkapkannya. Jika mereka memilikinya, mereka tahu di mana (permata-permata itu) berada dan mereka akan mengejarnya dengan cara seefisien mungkin. Akan sangat memalukan jika ternyata mereka tidak memilikinya,” kata Passas.
Passas menduga jika perhiasan itu tidak ditemukan kembali berarti permata dan logam mulianya dijual terpisah dengan harga yang jauh lebih rendah dari barang utuh.
“Mungkin ada kolektor pasar gelap yang akan membeli perhiasan-perhiasan itu untuk kesenangan pribadi dan pamer saja,” kata dia.