Pemandu Wisata Kawah Ijen Serius Belajar Bahasa Mandarin

Posted on

Meningkatnya kunjungan turis China membuat para pemandu wisata di Kawah Ijen serius mempelajari bahasa Mandarin agar siap menyambut kedatangan mereka.

Berawal dari insiden miskomunikasi yang seringkali terjadi saat memandu turis China, Sigit dan sejumlah rekan lain yang berprofesi sebagai pemandu wisata di Kawah Ijen, Provinsi Jawa Timur, makin bertekad mempelajari bahasa Mandarin.

Dorongan ini semakin kuat seiring kunjungan wisatawan China yang semakin ramai. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), total kunjungan wisatawan asal China sepanjang Januari-Mei 2025 mencapai 506.284 orang.

“Awalnya, ada beberapa pemandu yang kesulitan saat memandu wisatawan asal China yang tidak bisa berbahasa Inggris, dan sering kali juga tidak bisa menggunakan internet untuk melakukan penerjemahan online,” ujar Sigit kepada Xinhua belum lama ini.

Dia dan enam rekannya kemudian berinisiatif membuat kelas intensif bahasa Mandarin selama satu bulan pada akhir Mei lalu, saat mereka memiliki banyak waktu luang karena kunjungan wisatawan sedang menurun.

Kelas bahasa Mandarin berlangsung dua kali dalam sepekan di salah satu rumah pemandu di Kecamatan Licin, Banyuwangi. Sementara gurunya adalah Sulistyani yang sudah berpengalaman mengajar bahasa Mandarin selama lebih dari satu dasawarsa.

Sigit mengatakan bahwa dalam sepekan, dirinya memandu puluhan turis China, dan kebanyakan dari mereka tidak memahami bahasa Inggris.

Seiring peningkatan jumlah wisatawan beberapa tahun terakhir, menurutnya mempelajari bahasa Mandarin kian penting untuk profesinya. Terlebih lagi, pemandu yang mampu berbahasa Mandarin biasanya akan memperoleh upah hampir dua kali lebih tinggi.

Sigit juga mengatakan beberapa wisatawan China tampak lebih antusias dan mengapresiasi ketika para pemandu dapat berkomunikasi dalam bahasa mereka.

Saat ini, kelas bahasa Mandarin itu ditunda sementara waktu karena para pemandu harus kembali sibuk bekerja seiring meningkatnya kunjungan wisatawan sepanjang Juli dan Agustus.

Kelas itu kemungkinan akan dilanjutkan kembali bulan depan ketika jadwal kerja mereka mulai lebih fleksibel. Selama masa libur kelas seperti saat ini, mereka tetap aktif berinteraksi dengan Sulis untuk menanyakan beberapa kosakata dan pengucapan bahasa Mandarin melalui grup pesan WhatsApp.

Sulis mengatakan, selain materi dasar seperti menyapa dan angka, materinya disesuaikan dengan kebutuhan para pemandu, terutama kosakata terkait informasi di Kawah Ijen yang akan sering mereka pakai saat berkomunikasi dengan turis China.

“Setiap kelas, saya pasti sudah siapkan materi, namun biasanya hanya 20 persen dari materi itu yang saya ajarkan karena kebanyakan saya membiarkan para pemandu secara aktif menanyakan kosakata dan belajar bahasa Mandarin yang mereka butuhkan untuk menunjang pekerjaannya,” ujar perempuan yang juga adalah pengajar bahasa Mandarin di salah satu sekolah menengah atas (SMA) di Banyuwangi itu.

Meski jarak dari rumahnya ke lokasi mengajar cukup jauh, yakni memakan waktu hampir setengah jam perjalanan, Sulis mengaku antusias untuk berbagi pengetahuan bahasa Mandarin dengan para pemandu yang kebanyakan masih berada di usia 20 sampai 30-an tahun.

Dia ingin lebih banyak orang di daerahnya tertarik mempelajari bahasa asing ini karena semakin dibutuhkan terutama untuk dunia kerja.

Bukan hanya para pemandu wisata, pekerja lainnya di sekitar objek wisata Kawah Ijen juga berbondong-bondong belajar bahasa Mandarin.

Sulis mengatakan sejumlah pekerja ojek gerobak yang dikenal dengan ‘Lamborghini’ itu sempat menyatakan minat untuk mendaftar kelas khusus belajar bahasa Mandarin.