Pemerintah Jepang kembali membuka lowongan kerja untuk pemburu beruang. Itu karena ‘kekuatan’ pemburu beruang mulai melemah.
Dua belas orang tewas dalam serangan beruang di tahun ini. Menurut data Kementerian Lingkungan Hidup, jumlah ini tertinggi sejak mulai pelacakan kasus pada tahun 2000-an.
Korban-korbannya mulai dari pria yang pernah bekerja sebagai pengantar koran di Hokkaido dan kakek berusia 67 tahun di Iwate. Sang kakek tewas di kebunnya sendiri, seperti dikutip dari BBC pada Minggu (2/11). Seorang turis asing bahkan diserang beruang di dekat halte bus di sebuah lokasi wisata populer.
Sejak April, lebih dari 100 orang terluka akibat serangan beruang, itu merupakan sebuah rekor baru. Perburuan darurat terhadap beruang pun telah dilakukan delapan kali di kota-kota seperti Sendai, Toyama, dan Sapporo.
Kementerian Jepang akan mengalokasikan dana untuk merekrut pemburu berlisensi dan personel lainnya untuk menangani beruang yang telah berkeliaran di daerah pemukiman.
Langkah ini merupakan salah satu langkah yang diusulkan pada hari Kamis, setelah negara itu mengadakan pertemuan tingkat tinggi untuk mengatasi masalah beruang yang semakin meningkat di negara itu.
Pemerintah, yang telah menyebut beruang sebagai ancaman serius bagi keselamatan publik. Mereka sedang mempertimbangkan izin petugas polisi untuk menembak beruang dengan senapan.
Para pejabat memiliki waktu hingga pertengahan November untuk menyelesaikan serangkaian tindakan penanggulangan terhadap meningkatnya serangan beruang.
Beruang telah terlihat membobol supermarket dan sekolah menengah atas, dan menyerang penduduk yang sedang menjalani kehidupan sehari-hari.
Ada dua jenis beruang di Jepang: beruang hitam Jepang dan beruang cokelat yang lebih besar dan biasanya lebih agresif, yang ditemukan di Pulau Hokkaido.
Masalah beruang paling banyak ditemukan di Prefektur Akita, kawasan pegunungan besar di Jepang utara dengan angka korban tertinggi.
Gubernur Akita, Kenta Suzuki, mengatakan bahwa orang-orang yang menangani masalah beruang di lapangan telah kelelahan, seperti dikutip dari Japan News.
Para pemburu di Jepang menua, jumlah mereka berkurang seiring dengan menurunnya popularitas perburuan mamalia ini. Di zaman dulu, beruang diburu untuk diambil bulu dan empedunya.
Menurunnya populasi di daerah permukiman juga disebut-sebut sebagai faktor penyebabnya.
Untuk itu, pemerintah berencana untuk meningkatkan gaji anggota asosiasi pemburu, kelompok pemburu berlisensi swasta. Mereka beroperasi di tingkat prefektur, kotamadya, dan tingkat lokal lainnya di bawah Dainihon Ryoyukai, sebuah pagugyuban pemburu nasional yang berbasis di Tokyo.
Kelompok nasional ini memiliki 100.561 anggota pada tahun 2024. Asosiasi pemburu telah mendesak agar aturan dan jumlah kompensasi distandarisasi, karena saat ini berbeda-beda di antara kota-kota.
Ryoei Kazuno (75) sekretaris jenderal Asosiasi Pemburu Ogachi, menangkap seekor beruang yang menempati sebuah rumah selama enam hari setelah menyerang seorang pria di Yuzawa, Prefektur Akita, awal bulan ini.
“Kami benar-benar lega karena berhasil menangkap beruang itu. Namun, harus diingat bahwa beban anggota asosiasi pemburu akan bertambah, karena beruang yang telah membesar sebelum hibernasi mungkin muncul di wilayah pemukiman,” kata Kazuno.
Sebagian besar anggota memiliki pekerjaan tetap dan menanggapi permintaan berburu dari pemerintah kota. Kompensasi yang mereka terima bervariasi di setiap kotamadya. Beberapa dibayar per jam, sementara yang lain menerima tunjangan harian. Dalam kasus lain, mereka dibayar berdasarkan jumlah beruang yang ditangkap. Besaran kompensasi juga bervariasi.
Meningkatnya biaya peluru, yang seringkali diimpor, dan bahan bakar juga menjadi beban bagi para pemburu. Kota Obuse, Prefektur Nagano, sedang mempertimbangkan untuk menaikkan tunjangan tahunan sebesar 16.000 yen atau Rp 1,7 jutaan per orang untuk biaya peluru pada tahun 2026.
Kota Imizu, Prefektur Toyama, awal tahun ini memperkenalkan sistem pembayaran sebesar 50.000 yen atau Rp 5,4 jutaan kepada para pemburu untuk setiap beruang yang ditangkap. Meskipun tidak ada beruang yang ditangkap di kota tersebut, seorang pejabat kota mengatakan bahwa beruang bisa muncul di mana saja sekarang.
“Kami ingin bersiap-siap jika mereka muncul.”
Pemerintah Kota Shibata di Prefektur Niigata memutuskan untuk meningkatkan tunjangan harian untuk perburuan darurat dari 5.000 yen menjadi 8.000 yen atau Rp 864 ribuan.
Tujuh kotamadya di Prefektur Iwate, termasuk Kitakami dan Ofunato, sedang mempertimbangkan langkah serupa.
Kota Naie di Hokkaido menaikkan kompensasinya pada Juli tahun lalu hanya setelah sebuah asosiasi pemburu lokal menolak membantu menangkap beruang cokelat, dengan alasan bahwa kompensasi tersebut terlalu kecil.
“Setiap pemburu mempertaruhkan nyawa mereka saat berhadapan dengan beruang. Kami berharap jumlah kompensasi setidaknya akan distandarisasi di tingkat prefektur,” kata Yohei Sasaki, ketua asosiasi pemburu nasional.
Gaji Pemburu Beruang
Sebagian besar anggota memiliki pekerjaan tetap dan menanggapi permintaan berburu dari pemerintah kota. Kompensasi yang mereka terima bervariasi di setiap kotamadya. Beberapa dibayar per jam, sementara yang lain menerima tunjangan harian. Dalam kasus lain, mereka dibayar berdasarkan jumlah beruang yang ditangkap. Besaran kompensasi juga bervariasi.
Meningkatnya biaya peluru, yang seringkali diimpor, dan bahan bakar juga menjadi beban bagi para pemburu. Kota Obuse, Prefektur Nagano, sedang mempertimbangkan untuk menaikkan tunjangan tahunan sebesar 16.000 yen atau Rp 1,7 jutaan per orang untuk biaya peluru pada tahun 2026.
Kota Imizu, Prefektur Toyama, awal tahun ini memperkenalkan sistem pembayaran sebesar 50.000 yen atau Rp 5,4 jutaan kepada para pemburu untuk setiap beruang yang ditangkap. Meskipun tidak ada beruang yang ditangkap di kota tersebut, seorang pejabat kota mengatakan bahwa beruang bisa muncul di mana saja sekarang.
“Kami ingin bersiap-siap jika mereka muncul.”
Pemerintah Kota Shibata di Prefektur Niigata memutuskan untuk meningkatkan tunjangan harian untuk perburuan darurat dari 5.000 yen menjadi 8.000 yen atau Rp 864 ribuan.
Tujuh kotamadya di Prefektur Iwate, termasuk Kitakami dan Ofunato, sedang mempertimbangkan langkah serupa.
Kota Naie di Hokkaido menaikkan kompensasinya pada Juli tahun lalu hanya setelah sebuah asosiasi pemburu lokal menolak membantu menangkap beruang cokelat, dengan alasan bahwa kompensasi tersebut terlalu kecil.
“Setiap pemburu mempertaruhkan nyawa mereka saat berhadapan dengan beruang. Kami berharap jumlah kompensasi setidaknya akan distandarisasi di tingkat prefektur,” kata Yohei Sasaki, ketua asosiasi pemburu nasional.
