22 April 2025 diperingati sebagai Hari Bumi. Para ahli meminta pemerintah RI harus segera memperbaiki alih fungsi lahan dan hutan sehingga Bumi akan kembali lestari.
Dalam seminar dengan tema ‘Urgensi Penyelamatan Bumi Melalui Pembangunan Kota yang Sehat, Tangguh dan Produktif’ yang digelar di Fakultas Ilmu Administrasi (FIA) Universitas Indonesia (UI), Direktur Eksekutif ‘The Habibie Institute for Public Policy and Governance’, Dr. drg. Widya Leksmanawati Habibie mengatakan masyarakat Indonesia harus peduli dengan lingkungan dan menjaga kelestarian alam, agar bumi tidak rusak.
“Alhamdulilah kita masih memikirkan Bumi itu harus sehat dan harus terbebas dari masalah limbah sampah, asap, polusi udara dan lainnya,” kata Widya Habibie di FIA UI Depok, Selasa (22/4/2025).
Dengan melestarikan Bumi, maka itu akan memberikan dampak yang positif bagi kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Selama ini, Widya merasa sangat prihatin dengan kerusakan alam yang terjadi baik di darat maupun di laut.
“Dampak perubahan iklim begitu besar seperti di kutub utara dan selatan es mencair, biota laut juga mengalami kerusakan karena banyaknya sampah di laut dan itu sangat memprihatinkan, jadi dibutuhkan kesadaran kolektif antara masyarakat dan pemerintah untuk mengkampanyekan go green,” terang dokter dan akademisi ini.
Widya Habibie pun berharap di Peringatan ‘Hari Bumi 2025’ ini masyarakat Indonesia lebih peduli lagi dengan keberlangsungan bumi.
“Mari kita jaga bumi ini untuk keberlangsungan anak-cucu kita, jauhkan dari kerusakan dan bencana alam,” harap Widya Habibie.
Sementara itu, Deputi Bidang Pengendalian dan Kerusakan Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup, Dr. Rasio Ridho Sani, menambahkan kerusakan lingkungan yang mengakibatkan bencana alam banjir juga terjadi akibat alih fungsi lahan.
Seperti banjir di Jadobetabek yang terjadi lantaran akibat dari fungsi hutan di kawasan Puncak, Bogor. Banyak lahan di sana berubah menjadi villa dan bangunan untuk wisata yang tak sesuai aturan, sehingga air hujan tidak berhasil diserap ke tanah.
“Nah, itu pemerintah memang harus segera memperbaiki alih fungsi, lahan, hutan dan bangunannya sehingga masalah banjir di Jabodetabek segera teratasi dengan baik, kembalikan seperti semula tidak boleh menyalahi aturan sehingga menimbulkan banjir besar,” ucap dia.
Menurut Dr. Rasio, kerusakan lingkungan hidup atau krisis lingkungan hidup tidak hanya mengakibatkan pencemaran air, udara maupun tanah, tetapi juga berdampak lebih besar terhadap kehidupan masyarakat di dunia.
“Seperti yang kita ketahui beberapa waktu lalu perubahan iklim menyebabkan banjir besar di Jabodetabek dan itu dampaknya sangat luas baik itu secara ekonomi maupun sosial, jadi harus ada stakeholder yang bisa menangani dengan baik dan berkesinambungan termasuk tata kota, perencanaan kota dan kebijakan publik,” jelas Dr. Rasio.
Kerusakan lingkungan hidup yang terjadi di bumi juga bukan hanya soal banjir atau polisi udara, tapi dampak perang yang saat ini sedang berlangsung seperti antara Israel dan Palestina, Rusia dan Ukraina yang sangat berdampak pada kerusakan Bumi, khususnya tanah dan udara.
“Pesawat perang mengeluarkan emisi yang sangat banyak, berton-ton itu, apalagi jika penggunaan senjata secara masif seperti nuklir, bom dan lainnya tentu berdampak besar pada kerusakan bumi ini. Jadi kita harus bersama sama mencegah terjadinya perang,” pungkas Dr. Rasio.