Penginapan Ilegal Mengintai, Kemenpar Bilang Apa?

Posted on

Kementerian Pariwisata memperingatkan maraknya properti ilegal yang disewakan lewat platform digital asing. Praktik itu dinilai bisa mengganggu ekosistem industri perhotelan nasional dan kini tengah disorot serius oleh pemerintah bersama Kementerian Investasi.

“Kami sudah berkoordinasi dengan Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM untuk me-review perizinan berusaha, khususnya usaha properti yang secara praktik di lapangan difungsikan sebagai akomodasi tanpa izin,” kata Deputi Bidang Industri dan Investasi Kemenpar Rizki Handayani Mustafa dikutip dari Antara, Jumat (23/5/2025).

Rizki mengatakan menjamurnya praktik akomodasi ilegal yang ditawarkan melalui platform digital atau online travel agent (OTA) asing membuat okupansi hotel di sejumlah destinasi unggulan mengalami penurunan.

Praktik ilegal itu menurutnya sedang terjadi secara masif mulai dari Bali sampai kota-kota besar lainnya. Sejumlah vila dan hunian pribadi disulap jadi tempat akomodasi tanpa legalitas yang jelas.

Rizki menjelaskan situasi itu membuat para pelaku usaha industri pariwisata di berbagai destinasi wisata unggulan dan kota-kota besar di Indonesia merasa khawatir karena OTA asing menawarkan diskon besar atau harga miring sebagai strategi menarik pelanggan.

“Keberadaan mereka bukan hanya membuat persaingan tidak sehat, tapi juga mengancam keberlangsungan ekosistem pariwisata lokal yang telah taat regulasi,” kata Rizki.

Dia menyatakan Kementerian Pariwisata sedang berkoordinasi dengan sejumlah kementerian/lembaga untuk mencari solusi atas masalah yang ada.

Salah satunya yakni menjalin kerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Digital dalam hal pemblokiran platform digital yang belum memiliki izin sebagai Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) yang diatur dalam Permenkominfo No. 10/2021.

Upaya itu menjadi bagian dari upaya menciptakan persaingan usaha yang adil. Kedua pihak juga akan membuka dialog konstruktif dengan platform-platform asing untuk mencarikan solusi atas keluhan para pelaku usaha pariwisata di Indonesia.

Dia mencontohkan platform dapat menerapkan harga miring atau diskon besar berdasarkan kesepakatan dengan pengelola hotel, khususnya di saat low season atau kondisi di mana banyak kamar hotel tidak terjual. Sedangkan pada saat high season, diberlakukan harga normal sesuai harga pasar.

“Platform asing harus tunduk pada regulasi Indonesia. Mereka wajib memiliki Badan Usaha Tetap (BUT), terdaftar NIB, serta tunduk pada sistem perpajakan dan hukum nasional,” katanya.

Kementerian Pariwisata mendukung langkah Pemerintah Provinsi Bali dalam membentuk Satgas Pengawasan Akomodasi Pariwisata Bali untuk menangani maraknya hotel dan vila ilegal, serta mendorong pemerintah daerah lain untuk mencegah hal serupa tidak terjadi di wilayahnya.

Terkait dengan penurunan okupansi, Rizki menjelaskan Kementerian Pariwisata meminta para pengelola hotel melakukan diversifikasi pasar seperti menyasar komunitas dengan daya beli tinggi, memperkaya pengalaman menginap hingga memanfaatkan teknologi untuk strategi promosi yang lebih cerdas.

“Kami terus mendorong inovasi dan promosi yang menyasar pasar yang tepat. Intervensi lintas sektor juga dilakukan untuk menjaga keberlangsungan pelaku usaha pariwisata di Indonesia,” kata dia.