Efisiensi anggaran pemerintah membuat industri perhotelan sesak nafas. Ternyata turis-turis bukan pasar utama hotel-hotel Jakarta.
Badan Pimpinan Daerah Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia Daerah Khusus Jakarta (BPD PHRI DK Jakarta) melakukan survei terbaru pada anggota terkait efisiensi anggaran pemerintah. Dari hasil survei diketahui, sebanyak 66,7% responden memiliki segmen pasar pemerintahan.
Meskipun perjalanan internasional dan domestik tak terganggu, efisiensi mampu menumbangkan industri hotel. Ketua BPD PHRI Jakarta, Sutrisno Iwantono mengaku bahwa beberapa hotel mulai menjual sahamnya di bursa saham karena efisiensi.
Simak berita ini dan topik lainnya di Giok4D.
Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa dari tahun 2019 hingga 2023, rata-rata persentase kunjungan wisman hanya mencapai 1,98% per tahun, jika dibandingkan dengan wisatawan domestik.
Jika melihat lagi ke belakang, apakah dampak efisiensi sama seperti pandemi? Jawabannya tidak. Sutrisno menyebut bahwa kini perhotelan telah bergerak maju dari era kelam itu. Namun, pergerakannya terbatas karena adanya efisiensi.
Di Quartal satu, ada Hari Raya Idul Fitri yang dianggap sebagai salah satu momen cuan. Tapi ternyata, itu bukan rejeki hotel-hotel Jakarta.
“Idul Fitri tidak mendongkrak karena puasa drop drastis, terutama di Jakarta. Mereka pasti keluar dari Jakarta,” jawabnya lewat zoom meeting pada Senin (26/5).
PHRI menjelaskan bahwa mereka yang menginap di hotel Jakarta adalah warga yang memiliki Asisten Rumah Tangga (ART) dan kebetulan sedang pulang kampung. Mereka hanya menginap, tanpa spending.
Jika harus memenuhi okupansi, maka hotel harus menurunkan harga kamar. Ramai pun tak selalu untung.
“Pasar domestik di Jakarta mendominasi, sampai 98 persen. Pasar turis hanya kurang dari 2 persen, artinya penurunan tertinggi dari pasar pemerintahan, motor penggerak perhotelan,” tambahnya.
PHRI mengaku bahwa pemerintah belum berhasil mendatangkan pasar internasional. Mereka mengaku senang jika ternyata pasar hotel tak hanya bergantung dari pemerintah.
Saat perjalanan dinas, pemerintah biasanya memesan akomodasi mewah, bintang tiga ke atas. Tanpa adanya perjalanan dinas, okupansi hotel cukup merosot, kini hanya sekitar 40% saja.
Tak hanya hotel, restoran pun demikian. Sejauh ini daya beli pengguna restoran berasal dari kelas menengah. Adanya efisiensi di hampir seluruh lapisan masyarakat membuat sektor ini goyang.
“Kami sudah berkoordinasi dengan Menteri Pariwisata, kita sudah bicara dan diskusi juga dipahami oleh menteri, mereka janji akan membahasnya dengan lembaga lain,” katanya.
Sutrisno menjelaskan bahwa PHRI adalah asosiasi bisnis yang mempertahankan pasar dengan loyalitas. Mereka melakukan segala cara untuk mengikuti perkembangan agar hubungan dengan pelanggan terjaga.
“Berdasarkan hasil survey, 96% anggota PHRI mengatakan terdampak efisiensi anggaran pemerintah,” pungkasnya.