Kemenpar mengatakan segera melakukan kajian untuk menghitung jumlah pasti akomodasi ilegal di Bali. Deputi Bidang Industri dan Investasi Kemenpar, Rizki Handayani Mustafa, menekankan pentingnya data akurat sebelum pemerintah mengambil langkah hukum atau penertiban.
“Tujuan kami bertemu adalah untuk mencari kesepakatan bersama antara pemerintah dan semua stakeholder, tentu harus berdasarkan data yang valid,” kata Rizki dikutip dari infoBali.
Rizki mengatakan tanpa pemetaan yang jelas, penanganan akomodasi ilegal bisa salah sasaran dan justru memicu ketidakadilan di sektor pariwisata. Oleh karena itu, Kemenpar bekerja sama dengan pemerintah provinsi, asosiasi hotel, serta instansi terkait untuk melakukan pendataan lapangan.
Kepala Dinas Pariwisata Bali, Tjok Bagus Pemayun, mengatakan telah membentuk tim pengawas akomodasi legal yang mulai bekerja dalam waktu dekat.
“Kami ingin memastikan bahwa hanya akomodasi yang memenuhi standar dan membayar pajak yang boleh beroperasi,” ujarnya.
Sebelumnya, Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bali melaporkan bahwa tingkat okupansi hotel di Bali pada awal 2025 menurun sekitar 10-20 persen dari rata-rata normal. Ironisnya, tren itu terjadi saat jumlah wisatawan, baik domestik maupun mancanegara, justru meningkat.
Sekjen PHRI Bali, Perry Marcus, menyebut salah satu penyebab utama adalah maraknya akomodasi ilegal, seperti vila, rumah tinggal, dan apartemen yang dioperasikan tanpa izin resmi.
“Jumlah wisatawan naik, tapi hotel tidak penuh. Ternyata banyak yang menginap di akomodasi-akomodasi ilegal ini,” ujar Perry dalam pertemuan dengan Dinas Pariwisata Bali.
PHRI Bali memperkirakan ribuan unit akomodasi ilegal tersebar di berbagai kawasan wisata populer seperti Canggu, Ubud, Kuta, dan Jimbaran. Selain merugikan hotel-hotel resmi, munculnya penginapan-penginapan ilegal juga mempercepat alih fungsi lahan pertanian menjadi bangunan akomodasi, mengancam keberlanjutan ekosistem Bali.
Perry mengatakan jika dibiarkan praktik itu bukan hanya menggerus pendapatan pajak daerah, tetapi juga merusak identitas budaya Bali yang bertumpu pada keharmonisan alam dan pertanian tradisional.