Ratusan Vila Bakal Dibangun Investor di Pulau Padar, Bagaimana Nasib Komodo?

Posted on

Ratusan bangunan vila dan fasilitas wisata lainnya bakal dibangun investor di atas tanah pulau Padar. Lantas, bagaimana nasib para komodo?

PT Komodo Wildlife Ecotourism (KWE) bakal membangun 619 unit fasilitas, sarana dan prasarana (sarpras) wisata di Pulau Padar, Taman Nasional Komodo, Nusa Tenggara Timur (NTT).

Aneka fasilitas dan sarpras yang dibangun itu terdiri dari 448 unit vila. Sisanya berupa restoran, gim, spa, kapela untuk pernikahan, dan fasilitas penunjang lainnya.

Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) atau Environmental Impact Assesment (EIA) pembangunan sarana wisata alam oleh PT KWE di Pulau Padar itu menyinggung nasib komodo saat pembangunan ratusan sarpras wisata di sana berjalan.

Dokumen Amdal itu disusun tim ahli dari IPB, dan dipaparkan dalam kegiatan konsultasi publik penyusunan IEA Pembangunan Sarpras Wisata Pulau Padar oleh PT KWE, di GMCC Golo Mori pada 23 Juli 2025.

Dalam dokumen Amdal itu disebutkan bahwa habitat utama komodo berada di lembah-lembah di Pulau Padar. Hewan purba yang terkenal buas itu berada di lembah-lembah mencari makan di savana dan hutan bakau.

Beberapa lokasi pembangunan sarpras wisata di Pulau Padar merupakan daerah komodo mencari makan. Tim ahli penyusun Amdal itu menyebutkan sejumlah potensi dampak terhadap komodo akibat aktivitas pembangunan sarpras wisata di Pulau Padar tersebut.

Pertama, pembangunan sarpras wisata di lembah-lembah yang menjadi habitat utama komodo akan menyebabkan pergerakan komodo terganggu dan menjauh dari lokasi pembangunan.

“Kedua, adanya aktivitas manusia (pekerja) dan kegiatan pembangunan akan menyebabkan aktivitas alami komodo seperti bersarang dan cari makan menjadi terganggu,” tulis tim ahli penyusun Amda, dikutip pada Minggu (3/8).

Ketiga, limbah dapur akan menyebabkan komodo cenderung terhabituasi (terbiasa) untuk mencari makan di lokasi-lokasi pembuangan/ atau penumpukan.

Tim ahli penyusun Amdal itu menyampaikan sejumlah langkah mitigasi untuk antisipasi potensi dampak pembangunan sarpras wisata itu terhadap komodo.

Yakni, semua sarpras wisata dibangun dengan sistem panggung (elevated); Pengembangan SOP bagi pekerja tentang pentingnya menjaga dan melindungi komodo dan satwa liar berbahaya lainnya.

Berikutnya, mengembangkan sistem tanggap darurat penanganan gangguan satwa, termasuk menyiapkan kotak obat dan obat-obat medisnya; Pemasangan papan-papan informasi terkait satwa liar yang berbahaya seperti komodo dan ular berbisa.

Selain itu, perlu membangun sistem penyimpanan dan pembuangan sisa makanan sehingga tidak didatangi oleh satwa, terutama komodo dan ular; Membangun pagar pada areal pembangunan berdasar tahapan; Berhenti bekerja dan melaporkan kepada pihak Balai TNK ketika sarana yang dibangun melintasi dan atau berada di dekat sarang komodo;

“Terakhir, monitoring komodo dan tempat bersarang komodo secara berkala, dengan bekerja sama dengan pegawai Taman Nasional Komodo dan pihak lain,” demikian kutipan dalam dokumen Amdal tersebut.

Kepala Balai Taman Nasional Komodo (BTNK) Hendrikus Rani Siga membenarkan isi dokumen Amdal tersebut. Pria yang disapa Hengki itu tak menampik kemungkinan adanya aktivitas komodo di lokasi pembangunan sarpras wisata di Pulau Padar.

“Satwa komodo tidak mengenal zonasi, bahkan di kampung saja dia masuk,” kata Hengki, Minggu (3/8/2025) malam.

“Makanya desain bangunannya dan pengelolaannya akan sangat berbeda dengan di Labuan Bajo,” lanjut dia.

Hengki juga menegaskan pembangunan di kawasan yang masuk situs warisan dunia UNESCO itu harus memenuhi syarat-syarat yang ketat. Pemenuhan syarat-syarat itu untuk memastikan pembangunan sarpras wisata tak berdampak negatif terhadap komodo, ekonomi hingga data tarik wisata kawasan tersebut.

“Untuk membangun di kawasan yang ada status World Heritage Site, akan sangat ketat syarat-nya sehingga tidak berdampak negatif terhadap satwa-satwa yang dilindungi, ekosistemnya dan nilai daya tarik wisatanya,” tegas Hengki.

Diketahui PT KWE mendapat izin selama 55 tahun dari pemerintah untuk usaha penyediaan sarana wisata alam di Pulau Padar, terhitung dari tahun 2014 hingga tahun 2069.

Izin yang diperoleh pada 2014 itu berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.796/Menhut-I/2014 tanggal 23 September 2024.

Izin itu diberikan di zona pemanfaatan. PT KWE diberikan izin usaha penyediaan sarana wisata alam pada kawasan seluas 274,13 hektar (ha) atau 19,5 % dari total luas Pulau Padar 1.400,36 hektare.

PT KWE akan membangun sarpras wisata hanya pada lahan seluas sekitar 15,75 hektare atau 5,64 % dari 274,13 hektare yang diberikan izin.

——–

Artikel ini telah naik di

Rekomendasi Tim Ahli Soal Komodo

Taman Nasional Komodo Buka Suara

Gambar ilustrasi