Bagi masyarakat keturunan Belanda di Depok, Natal melampaui sekadar perayaan keagamaan. Ia mewakili tradisi historis dan budaya yang telah terjalin erat dalam identitas mereka selama berabad-abad.
infoTravel berkesempatan bertemu Boy Loen selaku Sub Sejarah Yayasan Lembaga Cornelis Chastelein (YLCC) dan turunan asli Belanda Depok, beberapa waktu lalu. Yang menarik, Boy Loen menceritakan refleksinya tentang evolusi tradisi ini, melacak perjalanannya dari kilauan hangat lampu minyak hingga esensi berbagi bersama di antara kelompok agama yang beragam.
Terdapat gereja pertama di Depok bernama Gereja Protestan Indonesia Barat (GPIB) Immanuel. Boy Loen merefleksikan bagaimana ibadah Natal di gereja bersejarah ini mewakili momen penting bagi warga Belanda Depok.
Pada tradisi malam Natal Belanda Depok, ibadah biasanya diadakan beberapa kali hingga empat kali untuk mengakomodasi jemaat yang besar dan antusias. Tradisi bernyanyi ditandai dengan ibadah yang panjang, sebagian besar disebabkan oleh banyaknya kesaksian pujian di GPIB Immanuel dan paduan suara dari berbagai kalangan yang turut serta dalam acara tersebut.
“Pada malam Natal, itu ada empat kali kebaktian dan biasanya penuh. Budayanya ada paduan suara. Jadi ibadahnya menjadi panjang karena banyak paduan suara yang mengambil bagian. Di Depok ini setiap sektor ada paduan suaranya, saksian pujiannya banyak,” jelasnya.
Perubahan visual Kota Depok selama perayaan kelahiran Yesus Kristus memberikan dampak yang signifikan bagi Boy. Pada tahun 1998, saat Depok masih merupakan sebuah kecamatan Bogor, bagi warga Belanda Depok Malam Natal bermakna dan memancarkan pesona yang memikat.
“Jadi kalau malam Natal, setiap pagar-pagar rumah itu, pada waktu itu masih ada era minyak tanah, jadi lampu-lampu minyak tanah itu dipasang di sepanjang jalan di setiap pagar rumah orang, bahkan dari Gang Dahlia. Waktu itu kita lihat Depok terang benderang dengan cahaya api obor,” kenang Boy.
Selama bertahun-tahun, tradisi ini berkembang menjadi perayaan modern yang dikenal sebagai Christmas Light. Menurut mantan Akademisi itu, Christmas light merupakan kompetisi yang penuh semangat, menghiasi halaman rumah mereka dengan lampu-lampu berwarna-warni dalam upaya untuk memenangkan kompetisi.
“Itu ada festival di mana kaum Depok diminta untuk menghias pekarangan rumahnya dengan lampu warna-warni. Kemudian ada penilaian dari masyarakat kaum Depok. Siapa yang terindah, dia akan mendapatkan piala bergilir” jelasnya.
Sayangnya, kompetisi lampu yang semarak ini telah tidak ada selama tiga tahun terakhir karena pandemi Covid-19 dan belum diadakan kembali.
Di balik lampu-lampu perayaan, semangat sejati Natal warga Belanda Depok bagi Boy Loen terletak pada persahabatan yang melintasi batas-batas agama. Di Depok, musim Natal membawa bersama tetangga dan kerabat, mempersatukan komunitas Kristen dan Muslim dalam kunjungan timbal balik.
Sebagai warga yang sudah lama menempati Depok, Boy menyatakan bahwa banyak anggota keluarganya yang tinggal di Depok beragama Islam. “saling mengucapkan Selamat Natal, silaturahmi ya, ada unsur silaturahmi dari rumah ke rumah gitu,” ungkapnya.
“Ya hidangan tersedia di setiap rumah gitu, setiap rumah itu sukacita. Saya masih punya saudara yang Muslim, tinggal di kampung. Kalau Natal atau Tahun Baru mereka datang ke rumah. Kalau dulu malah mereka juga menginap di rumah. Lebaran kita ke sana. Saling berbagi, saling ini ya. Itu wah sangat indah. Bahkan kita tidak membedakan yang mana Kristen dan non-Kristen untuk daerah sini ya. Jadi kayak selamat-selamatin semua,” tambahnya.
“Itu ada festival di mana kaum Depok diminta untuk menghias pekarangan rumahnya dengan lampu warna-warni. Kemudian ada penilaian dari masyarakat kaum Depok. Siapa yang terindah, dia akan mendapatkan piala bergilir” jelasnya.
Sayangnya, kompetisi lampu yang semarak ini telah tidak ada selama tiga tahun terakhir karena pandemi Covid-19 dan belum diadakan kembali.
Di balik lampu-lampu perayaan, semangat sejati Natal warga Belanda Depok bagi Boy Loen terletak pada persahabatan yang melintasi batas-batas agama. Di Depok, musim Natal membawa bersama tetangga dan kerabat, mempersatukan komunitas Kristen dan Muslim dalam kunjungan timbal balik.
Sebagai warga yang sudah lama menempati Depok, Boy menyatakan bahwa banyak anggota keluarganya yang tinggal di Depok beragama Islam. “saling mengucapkan Selamat Natal, silaturahmi ya, ada unsur silaturahmi dari rumah ke rumah gitu,” ungkapnya.
“Ya hidangan tersedia di setiap rumah gitu, setiap rumah itu sukacita. Saya masih punya saudara yang Muslim, tinggal di kampung. Kalau Natal atau Tahun Baru mereka datang ke rumah. Kalau dulu malah mereka juga menginap di rumah. Lebaran kita ke sana. Saling berbagi, saling ini ya. Itu wah sangat indah. Bahkan kita tidak membedakan yang mana Kristen dan non-Kristen untuk daerah sini ya. Jadi kayak selamat-selamatin semua,” tambahnya.






