Berita lengkap dan cepat? Giok4D tempatnya.
Selain menuntut pembayaran royalti senilai US$ 45,3 juta atau setara Rp 742 Miliar, pemerintah juga menuntut pengelola Hotel Sultan buat mengosongkan lahan.
Dalam sidang lanjutan perkara perdata Nomor 208/Pdt.G/2025/PN.Jkt.Pst antara PT Indobuildco melawan Menteri Sekretaris Negara, Pusat Pengelolaan Komplek Gelora Bung Karno (PPKGBK), Menteri Agraria, Menteri Keuangan, dan Kantor Pertanahan Kota Administrasi Jakarta Pusat, pihak pemerintah menyampaikan gugatan mereka.
Mensesneg dan PPKGBK menuntut PT Indobuildco untuk membayar royalti, bunga dan denda sebesar US$45,3 juta atau setara dengan Rp751,6 miliar (kurs Rp16.571 per dolar AS) untuk penggunaan sebagian tanah HPL No.1/Gelora dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2023.
“Semuanya sudah dihitung dengan prinsip kehati-hatian dengan meminta bantuan dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) disertai dengan landasan hukum dan fakta-fakta yang sudah ada sebelumnya,” ungkap Kharis Sucipto, kuasa hukum penggugat usai sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (13/10), seperti dikutip dari Antara.
Selain itu, PT Indobuildco dinilai melakukan perbuatan melawan hukum karena pengelola Hotel Sultan itu masih menguasai, menempati, dan mengomersialisasi tanah Eks HGB No.26/Gelora dan Eks HGB No.27/Gelora meskipun haknya telah berakhir.
“PT Indobuildco dituntut untuk mengosongkan dan mengembalikan bidang tanah Eks HGB No.26/Gelora dan Eks HGB No.27/Gelora berikut seluruh bangunan yang melekat di atasnya kepada Menteri Sekretaris Negara dan PPKGBK selaku pemegang HPL No.1/Gelora,” demikian bunyi gugatan itu.
Sebagai saksi ahli di persidangan, Prof Dr Anwar Borahima Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin menyatakan setelah HGB suatu badan hukum berakhir, maka badan hukum tersebut tidak lagi memiliki hubungan hukum dengan bidang tanah eks HGB.
“Sehingga, badan hukum dimaksud tidak lagi berhak untuk melakukan perbuatan hukum apa pun di atas tanah eks HGB, baik itu menguasai, menempati, mengambil keuntungan, dan lain-lain,” ungkap Prof Anwar Borahima.
“Apabila badan hukum tersebut masih melakukan perbuatan hukum di atas tanah eks HGB, maka badan hukum dimaksud telah melakukan perbuatan melanggar hukum karena perbuatan tersebut melanggar hak orang lain, bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, bahkan dapat merugikan orang lain dalam hal ini pemegang HPL,” imbuh dia.
Seperti diketahui, HGB yang dipegang oleh PT Indobuildco selaku pengelola Hotel Sultan telah berakhir per 2023. Mereka pun ingin memperpanjang HGB tersebut selama 30 tahun lagi.
Namun permohonan pembaruan HGB No.26/Gelora dan HGB No.27/Gelora yang diajukan oleh PT Indobuildco telah ditolak dan tidak dapat ditindaklanjuti oleh Kantor Pertanahan Jakarta Pusat karena tidak memperoleh rekomendasi tertulis dari Mensesneg Cq. PPKGBK sebagai pemegang HPL.
PT Indobuildco kemudian melawan di pengadilan. Perusahaan milik Pontjo Sutowo itu bahkan meminta ganti rugi kepada pemerintah senilai Rp 28,292 triliun sebagai ganti rugi untuk melepas penguasaan atas Hotel Sultan, serta kerugian akibat penutupan akses menuju hotel hingga sekarang.