Akhir tahun menjadi momen yang paling ditunggu Sri Lanka, biasanya negara itu akan ramai turis. Tapi Siklon Ditwah membuat semuanya berantakan.
Dilansir dari Reuters pada Sabtu (6/12/2025), Siklon Ditwah menerjang pulau itu minggu lalu. Lebih dari 600 orang tewas, rumah-rumah warga luluh lantak.
Herath Gedara Rohan Anil Kumara di daerah perbukitan Sri Lanka adalah pemilik homestay dengan tiga kamar tidur. Rumah yang dulu menghasilkan $30 atau Rp 500 ribuan per malam itu sudah rusak. Pemesanan untuk bulan Desember dan Januari terpaksa dibatalkan, nafkah untuk keluarga pun terhenti.
“Saya tidak tahu kapan kami dapat membangun kembali dan kembali normal,” ucap Kumara di pusat bantuan Kithulbedda.
Pariwisata Sri Lanka bersandar pada ekonomi mikro dan menjadi penyumbang devisa terbesar ketiga, sekitar 4% dari PDB. Industri ini menjadi tulang punggung usai krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 2022. Namun, Siklon Ditwah malah membuat kemunduran di momen penting.
Siklon ini telah memengaruhi hampir 10% dari 22 juta penduduk Sri Lanka, merusak atau menghancurkan ribuan rumah dan menewaskan sedikitnya 486 orang, sementara ratusan lainnya masih hilang. Siklon ini juga menghantam jalan, saluran listrik, dan jaringan telekomunikasi, serta menimbulkan kerugian yang signifikan bagi sektor pertanian.
Namun, Asosiasi Hotel Sri Lanka berharap pemulihan yang cepat karena pembatalan hotel tetap rendah, yaitu sekitar 1%, kata presiden asosiasi, Asoka Hettigoda.
“Hotel-hotel di seluruh pulau tetap beroperasi,” ujarnya kepada Reuters.
“Bahkan di Kandy dan Nuwara Eliya (salah satu wilayah yang paling terdampak), wisatawan tetap aman dan menikmati kunjungan mereka, meskipun akses masih sulit karena jalan yang terblokir,” jelasnya.
Jumlah wisatawan yang datang melampaui dua juta pada pertengahan November, dan pemerintah berharap mencapai 2,6 juta pada akhir tahun. Target ini jadi angka tertinggi sejak pandemi COVID-19, dengan harapan kunjungan dari wisatawan India, Rusia, Jerman, Prancis, dan Inggris.
Pihak berwenang telah mengevakuasi wisatawan yang terlantar, membebaskan biaya visa overstay, dan mengizinkan penjadwalan ulang penerbangan gratis. Pariwisata Sri Lanka juga mendorong perluasan program bebas visa dan meluncurkan kampanye media sosial untuk meyakinkan wisatawan.
Pemandu wisata telah menyesuaikan rencana perjalanan untuk menghindari wilayah yang paling terdampak.
Bagi Estelle Burgess, seorang turis berusia 71 tahun asal Australia, topan tersebut menjadi babak baru dalam petualangannya di Sri Lanka. Ia tiba sekitar seminggu yang lalu dan berencana untuk tinggal selama enam hari lagi.
“Kami berharap cuaca membaik agar kami bisa menikmati pantai,” kata Burgess di luar Kuil Gigi Kandy, salah satu kuil Buddha paling suci di Sri Lanka dan Situs Warisan Dunia UNESCO.
“Sri Lanka sungguh sebuah petualangan. Kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi selanjutnya,” ucapnya tanpa khawatir.






