Sisi Gelap Dunia Sirkus: di Balik Tawa, Ada Air Mata

Posted on

Menonton pertunjukan sirkus bak dunia yang penuh keajaiban dengan atraksi-atraksi yang membuat decak kagum. Namun siapa sangka jika di balik pertunjukan itu terdapat kisah-kisah kelam yang menyayat hati.

Seperti di balik senyum para pemain yang menghibur terdapat proses yang menyakitkan. Dan di balik hewan-hewan yang riang menghibur penonton, ada kesakitan yang harus mereka rasakan.

Dari berbagai sumber yang telah dirangkum infoTravel, di zaman dahulu terdapat salah satu kelompok sirkus yang kontroversial yang pertunjukannya dikenal sebagai ‘Freak Show’.

Jadi di Manhattan, Amerika Serikat sekiranya abad ke-19 hingga ke-20an, sosok bernama P.T Barnum adalah dalang dari semua kegilaan itu, pertunjukan pertama digelar pada tahun 1832 di salah satu museum, lalu di 1841 mulai berkeliling dan membuat pertunjukan dengan judul ‘Barnum’s Freak Show’. Kegilaan pertunjukan itu nyatanya mampu menghibur penonton yang hadir, hingga akhirnya pertunjukan itu semakin disukai.

Kegilaan yang dimaksud adalah Barnum yang mengeksploitasi kondisi tubuh seseorang sebagai tontonan dan membungkus dengan narasi menarik sehingga mampu meraih untung sebesar-besarnya.

Salah satu kisah yang menyayat hati adalah tentang Julia Pastrana, wanita asal Meksiko dengan kelainan genetik yang menyebabkan pertumbuhan rambut lebat dan wajah tidak biasa. Ia dijuluki ‘wanita paling jelek di dunia’ dan dijual untuk keliling dunia sebagai atraksi.

Yang lebih tragis, bahkan setelah meninggal, jenazah Julia diawetkan dan terus dipertontonkan selama lebih dari satu abad, seolah-olah martabatnya tak pernah diakui sebagai manusia seutuhnya.

Tak hanya Julia saja yang menjadi korban eksploitasi ‘Freak Show’ ini, masih terdapat beberapa lainnya yang menjadi korban mengerikannya dunia sirkus. Dan perlakuan keji itu sanggup membuat manusia ‘nurut’, akan lebih lagi saat korbannya adalah hewan.

Tak hanya di Amerika Serikat, praktik serupa juga terjadi di industri pariwisata Asia, meski bukan secara langsung di bawah label sirkus. Di negara-negara seperti Thailand, Nepal sampai Kamboja, ribuan gajah dilatih secara brutal agar bisa menghibur turis, mulai dari berdiri di atas dua kaki hingga membawa wisatawan naik ke punggung mereka.

Dari laporan The Guardian yang dipublikasikan pada tahun 2017, pertunjukan hewan-hewan seperti gajah dalam sebuah atraksi ternyata menyimpan cerita yang sangat menyedihkan. Banyak gajah dipelihara secara tragis untuk kepentingan hiburan di seluruh Asia.

“Tiga dari empat gajah yang disurvei di tujuan wisata populer Asia Tenggara hidup dalam kondisi yang keras, di mana mereka digunakan untuk ditunggangi. Dengan pelana yang sebagian besar terbuat dari baja atau kayu dan diikat dengan rantai yang panjangnya kurang dari tiga meter,” tulis laporan itu.

Pengaruh industri juga memegang peran besar terkait eksploitasi gajah-gajah itu, Di masa itu, sebanyak 40% wisatawan dari 10 negara teratas penikmat Thailand datang ke negara itu untuk menunggangi gajah.

Sehingga pakar satwa liar dari World Animal Protection, Chiara Vitali, mengatakan dengan wisata gajah yang menjadi populer itu adalah bentuk kekejaman yang tersembunyi.

Menurut laporan dari World Animal Protection, mayoritas hewan ‘pertunjukan’ dipisahkan dari induknya sejak kecil, dirantai berjam-jam, dan diberi makan seadanya. Banyak yang akhirnya mengalami gangguan fisik dan mental permanen.



Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *