Hawa dingin khas pegunungan begitu terasa ketika memasuki pintu masuk Taman Safari Cisarua Puncak Bogor. Di depan pintu masuk, para pengunjung disambut ornamen replika gading gajah raksasa yang menjulang seperti pintu masuk.
Kehadiran gading itu membuat para pengunjung terasa masuk di alam liar. Ditambah suara burung yang berkicau membuat kawasan tersebut terasa begitu asri.
Suasana asri itu tidak terlepas dari upaya Taman Safari Cisarua menjaga kawasan tersebut sebagai area konservasi satwa. Direktur Utama Taman Safari Indonesia Group Aswin Sumampau memastikan pihaknya serius untuk melakukan konservasi satwa di Taman Safari Indonesia, khususnya di TSI Cisarua Bogor.
“Kami di Taman Safari Indonesia sebagai lembaga konservasi ex situ terbesar di Asia Tenggara pastinya mendukung program-program konservasi khususnya yang tertuju kepada keanekaragaman hayati. Salah satu pilar kami berfokus kepada konservasi,” kata Aswin di Taman Safari Indonesia Cisarua Bogor, Jawa Barat, beberapa waktu lalu.
Aswin mengatakan ada sejumlah strategi yang dilakukan oleh pihaknya untuk memastikan konservasi bisa berlangsung maksimal. Salah satunya dengan menghadirkan fasilitas penangkaran satwa yang bertujuan untuk konservasi, pendidikan, dan rehabilitasi.
Ada beragam pusat penangkaran satwa yang dimiliki Taman Safari seperti burung, Harimau Sumatera, Owa Jawa, dan lain sebagainya. Khusus untuk burung, Taman Safari memiliki memiliki fasilitas penangkaran yang cukup komplit.
Keseriusan Taman Safari dalam proses konservasi tampak dari cara kerja petugas Taman Safari yang begitu memperhatikan karakteristik dan kebiasaan satwa saat berada di alam liar. Petugas TSI merawat anak burung dengan sangat hati-hati ketika orang tua burung tidak mampu merawat anaknya karena alasan tertentu.
Menariknya, saat proses pemberian makan anak burung, para petugas harus memakai jubah dan tangannya dibalut dengan boneka yang menyerupai indukan burung. Dari boneka itu, anak-anak burung diajarkan untuk memakan makanan layakan di alam liar ketika diberikan oleh sang ibu.
Tidak hanya itu, saat proses pemeliharaan satwa, petugas memberikan makanan secukupnya atau tidak berlebihan. Hal itu untuk menyesuaikan kebiasaan satwa di alam liar yang tidak selalu mendapatkan makanan lebih, selain mencegah obesitas pada satwa.
Jalan Terjal Jaga Populasi Harimau Sumatera
Untuk satwa pemangsa seperti harimau, Taman Safari membuat penangkaran yang proper. Di mana setiap harimau yang masuk penangkaran dijaga dan dirawat dengan sebaik-baiknya.
Meskipun begitu, dalam proses merawat dan mengembangbiakan harimau ada sejumlah tantangan yang harus dilewati.
Aswin menjelaskan penangkaran harimau bertujuan untuk memastikan keberadaan dan keberlangsungan hidup satwa. Konsekuensinya, Taman Safari tidak hanya merawat, namun juga melakukan breeding atau pengembangbiakan.
Dalam proses breeding, biasanya jantan dan betina bakal didekatkan dalam dua kandang berbeda sebagai tahap perkenalan. Dalam proses tersebut sangat menentukan apakah pejantan dan betina yang dikenalkan bisa cocok atau tidak.
Biasanya, kalau tidak cocok salah satu dari mereka akan meraung-raung. Namun jika tidak meraung-raung maka akan dilanjutkan proses selanjutnya yakni breeding.
Aswin menjelaskan pihaknya tidak hanya melakukan breeding. Namun Taman Safari juga mengembangkan bank sperma harimau yang bertujuan untuk mengembangkan biakkan satwa dengan teknologi modern di masa depan.
“Membangun bank genetika. Di mana harapan kita bisa mendapatkan suatu cukup variasi genetik untuk kelangsungan Harimau Sumatera di masa mendatang. Apakah itu melalui inseminasi buatan, dan dengan teknologi yang kompatibel di masa depan. DI TSI Cisarua Puncak kami mengembangbiakkan Harimau Sumatera,” jelasnya.
Aswin mengatakan salah satu tujuan penangkaran itu agar satwa bisa dilepasliarkan kembali. Khusus untuk harimau, Aswin mengatakan untuk melepasliarkan satwa tersebut butuh pertimbangan yang cukup matang.
“TSI melakukan beberapa kali penyelamatan (rescue) harimau. Apabila dibutuhkan, kita rescue harimau-harimau untuk dirawat dalam penangkaran, sekaligus kita pulihkan. Itulah beberapa hal yang dilakukan disini,” ujar Aswin.
Aswin mengatakan apabila harimau yang ada di penangkaran pernah memiliki rekam jejak berkonflik dengan manusia, maka proses pelepasliaran akan sulit dilakukan.
Dia menjelaskan kalau harimau pernah berkonflik, maka satwa tersebut memiliki potensi untuk kembali menyerang manusia. Menurutnya, itu terjadi karena harimau yang berkonflik sudah memiliki ingatan bahwa manusia merupakan makhluk yang lebih lemah dari mereka.
“Kalau sudah berkonflik, atau sudah pernah menyerang manusia, akan sangat sulit untuk melepasliarkan harimau itu kembali. Karena sudah memiliki pengalaman buruk dengan manusia,” ujarnya.
Dalam beberapa case jika harimau pernah menerkam orang, harimau akan mengulangi kebiasaan itu. “Kalau pernah menerkam manusia, si harimau punya insting oh manusia ini bisa diterkam loh. Oleh karena itu sangat tidak mungkin untuk melepasliarkan hewan-hewan ini kembali di kawasan hutan yang dekat pemukiman. Karena dia sangat berbahaya bagi orang-orang desa yang ada di sekitar mereka,” sambungnya.
Dia menambahkan konflik antara satwa dengan manusia juga kerap disebabkan oleh pembukaan lahan. Apalagi Harimau Sumatera merupakan satwa yang sangat menjaga kawasan teritorialnya di hutan.
Aswin menjelaskan secara natural, Harimau Sumatera memiliki dua teritorial yakni zona inti dan zona berburu. Di mana zona inti digunakan harimau untuk beristirahat dan zona berburu untuk mencari makan. Jika makanan sudah didapatkan harimau bakal kembali ke zona intinya.
Adapun konflik terjadi biasanya terjadi ketika harimau turun ke zona berburu mereka. Di mana zona berburu mereka sudah berubah menjadi kawasan ladang dan lain sebagainya.
“Karena nature seekor harimau seperti itu. Harimau adalah satwa penjaga teritorial dan mereka bukan hewan berkelompok ya. Dari bukit ke bukit, dari gunung ke gunung biasa mereka tinggal sendiri dan mereka mencari makan. Keluar dari zona inti mereka dan mereka kembali pulang ke rumah mereka,” jelasnya.
“Seringkali ya mungkin karena dari sisi ekonomi sekarang kita banyak membuka desa baru, banyak membuka perkebunan baru dan sebagainya. Harimau-harimau ini tidak memiliki tempat mencari makan yang cukup ya. Oleh karena itu kita bisa melihat harimau ini mulai berkonflik dengan manusia,” tambahnya.
Meskipun begitu, Aswin mengatakan Taman Safari terbuka untuk menerima harimau yang berkonflik untuk diamankan dan dimasukan penangkaran.
“Jadi hewan-hewan yang berkonflik itu bisa kita jadikan potensi untuk indukan. Dan juga untuk bank genetik kita dan bank sperma kita kedepannya,” jelasnya.
Sementara itu, VP of Life Science Taman Safari Indonesia Group drh.Bongot Huaso Mulia Radjagoekgoek, mengakui upaya menjaga populasi Harimau Sumatera memang berat dan tidak hanya sebatas itu saja.
Dokter Bongot menceritakan dalam proses perkawinan, kepercayaan diri harimau jantan dan betina harus dijaga. Sebab jika kepercayaan diri satwa tersebut tidak terjaga maka proses perkawinan akan sulit untuk dilakukan.
Dia mencontohkan, jika salah satu harimau mengalami cacat secara fisik maka tingkat kepercayaan diri mereka akan menurun. Itu akan menjadi tantangan tersendiri saat proses perkawinan.
“Harimau Sumatera lagi, tantangannya ialah mengawinkan betina yang cacat. Karena dia pada dasarnya menunjukkan ketertarikan atau courtship behavior. Perilakunya menyakiti gitu,” kata drh.Bongot.
“Nah betina itu nggak confidence, nggak punya kaki. Jadi itu yang membuat dia sulit untuk kawin. Itu tantangannya,” tambahnya.
Rumah Sakit Satwa Taman Safari
Upaya Taman Safari untuk melakukan konservasi tidak hanya sebatas merawat dan mengembangbiakan saja. Namun Taman Safari juga memberikan perhatian lebih terhadap kesehatan para satwa.
drh.Bongot mengatakan saat ini Taman Safari setidaknya memiliki 1 rumah sakit satwa yang sudah beroperasi sejak lama dan 1 rumah satwa baru yang masih tahap pembangunan.
“Ini adalah fasilitas kesehatan untuk melayani perawatan kesehatan satwa di Taman Safari Indonesia. Jadi ini sebagai gerbang ke depan untuk animal welfare atau kesejahteraan satwa. Jadi, satwa-satwa di sini, di rumah sakit ini ada beberapa dokter,” kata drh. Bongot.
Dia menjelaskan rumah sakit satwa ini juga memiliki sejumlah fasilitas dan layanan untuk mengobati satwa yang sakit.
“Kita ada laboratorium teknisi. Ada keeper atau perawat satwa, juga ada nursery. Dan juga ada bagian nutrisi. Nah, semua tim di sini bekerja untuk memberikan pelayanan kesehatan satwa untuk menunjang kesejahteraan satwa atau animal welfare,” ujarnya.
Khusus untuk rumah sakit satwa yang baru, dia mengatakan animal hospital tersebut diprediksi bakal jadi yang terbesar Asia Tenggara. Sebab bakal dilengkapi dengan sejumlah alat-alat yang lebih lengkap. Adapun rumah sakit satwa yang baru ini ditargetkan bakal rampung tahun ini.
“Kita akan pindah dari fasilitas di rumah sakit yang lama ini ke rumah sakit baru. Ada beberapa penambahan peralatan juga seperti yang di tersedia peralatan hanya X-ray. Tapi di fasilitas yang baru kita akan ada PCR. Fasilitas CT Scan juga ada,” jelasnya.
“Dan juga kandang-kandang yang lebih spesifik diutilize untuk satwa besar, satwa kecil, satwa darat, dan satwa akuatik untuk hospital sendiri,” sambungnya.
Dia berharap lewat beragam fasilitas tersebut maka akan lebih banyak satwa-satwa yang bisa disembuhkan. Sebab ada banyak faktor yang menyebabkan bisa terganggu kesehatannya, seperti faktor cuaca, usia, dan makanan yang kurang cocok.
Hal yang jadi keprihatinan Taman Safari ialah sampah bawaan pengunjung yang kadang dimakan tanpa diketahui keeper satwa. Untuk itu, dia mengajak agar para pengunjung untuk tidak membuang sampah sembarangan dan tidak memberikan sembarang makanan kepada satwa. Kesehatan dan kesejahteraan satwa adalah tanggung jawab kita bersama.
Selain itu, turunnya kesehatan satwa juga biasa terjadi ketika musim kawin tiba. Biasanya, saat musim kawin itu tiba, banyak satwa yang lebih agresif. Sikap ini lah membuat mereka kerap mengalami cedera.
“Harapannya Taman Safari dengan fasilitas Rumah Sakit yang baru ini. Kita menambah lagi knowledge. Jadi akan banyak proses ajar-mengajar. Tentu kita lebih memperbanyak peluang kesembuhan satwa, memperpanjang usia satwa, dan memperbanyak lagi orang-orang yang berdedikasi di satwa liar melalui proses pendidikan dan ajar-mengajar di rumah sakit yang baru,” tutupnya.








