Tak Hanya Sawah, Hutan Seluas 459 Hektar di Bali Juga Lenyap

Posted on

Tak hanya lahan persawahan seluas 6.521 hektar yang lenyap di Bali, hutan seluas 459 hektar juga hilang di pulau Dewata dan jadi salah satu penyebab banjir.

Menteri Lingkungan Hidup (LH) Hanif Faisol Nurofiq menyebut alih fungsi lahan yang masif memberi andil besar terhadap bencana banjir di Bali.

Menurut data dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) Bali, lahan persawahan seluas 6.521 hektar di Bali lenyap dalam 6 tahun terakhir. Tak hanya itu, terjadi konversi lahan dari hutan menjadi nonhutan seluas 459 hektar di Bali.

Menurut Hanif, perubahan lanskap di Bali telah berlangsung sejak lama. Hanif menegaskan perubahan tata ruang sedikit saja berpengaruh besar bagi Bali.

“Kalau yang lain berubah sampai ratusan hektare, ribuan, tidak terlalu pengaruh. Tapi, Bali ini sangat berbeda,” kata dia di Rumah Jabatan Gubernur Bali, Sabtu (13/9) akhir pekan lalu.

Hanif menyebut rendahnya tutupan hutan sepanjang DAS di Bali akibat alih fungsi lahan telah berlangsung sejak tahun 2015 hingga 2024.

“459 hektare itu untuk pulau lain mungkin kecil. Tetapi, untuk pulau Bali sangat berarti karena sisa hutannya hanya 1.500 hektare. Awalnya hampir 2.000 tetapi, berkurang 400 hektare sehingga saat ini tinggal 1.500 hektare. Itu cukup sangat serius. Sehingga hujan yang ekstrem atau hujan yang lebat saja itu sudah pengaruh sangat besar untuk Bali,” bebernya.

Menurutnya, DAS Ayung menjadi salah satu DAS penting. Sebab, di bawahnya ada aliran Tukad yang berlokasi di Denpasar, Badung, Gianyar, dan Tabanan.

Hanif lalu mengungkapkan kondisi hujan ekstrem pada Selasa (9/9) yang menyebabkan Bali banjir. Curah hujan saat itu mencapai 245,75 mm. Artinya, pada 1 meter persegi tanah didatangi hujan lebih hampir 1 drum atau 245 liter.

“Jadi, kalau total general untuk DAS Ayung tadi yang 49.500 itu ada 121 juta meter kubik yang turun di DAS itu. Sementara drainase dan sungai-sungainya, tadi Pak Wali Kota sudah menyampaikan beberapa sudah mengalami sedimentasi yang cukup serius dan terdapat timbulan-timbulan sampah,” urai Hanif.

Terkait hal tersebut, Pemprov Bali dan Pemkot Denpasar bertekad harus segera melakukan mitigasi, serta melakukan kegiatan reforestasi maupun revegetasi.

Selain itu, pihak-pihak terkait harus melakukan pengawasan ketat, termasuk menghindari konversi-konversi lahan yang tidak diperlukan, seperti dibangun jadi vila atau hotel.

“Jadi, kita harapkan tidak ada lagi konversi-konversi lahan untuk kegiatan terbangun. Seperti vila, cottages, dan lain-lain yang akan mengganggu serapan air. Ini alam sudah mengkalibrasi dengan hujan yang ekstrem,” ucap Hanif.

Upaya tersebut mendapat dukungan penuh dari Gubernur Bali Wayan Koster. Koster melarang alih fungsi lahan produktif, termasuk sawah, menjadi hotel, restoran, dan fasilitas komersial lain mulai tahun 2025 ini.

Hal itu diingatkan Koster kembali setelah banjir parah yang melanda sejumlah daerah di Bali beberapa waktu yang lalu. Pemerintah kabupaten/kota di provinsi Bali tidak boleh lagi mengeluarkan izin penggunaan lahan produktif untuk kepentingan komersial.

“Perumahan itu sangat selektif, kecuali itu lahan milik warga karena memang di rumahnya. (Perdanya) Mulai tahun ini. Sudah ada instruksi kepada Bupati dan Wali Kota se-Bali,” ujar Koster.

——-

Artikel ini telah naik di infoBali, bisa dibaca selengkapnya dan

Hutan di Bali Sangat Penting

Koster Larang Lahan Produktif Diubah Jadi Hotel-Restoran

Hanif lalu mengungkapkan kondisi hujan ekstrem pada Selasa (9/9) yang menyebabkan Bali banjir. Curah hujan saat itu mencapai 245,75 mm. Artinya, pada 1 meter persegi tanah didatangi hujan lebih hampir 1 drum atau 245 liter.

“Jadi, kalau total general untuk DAS Ayung tadi yang 49.500 itu ada 121 juta meter kubik yang turun di DAS itu. Sementara drainase dan sungai-sungainya, tadi Pak Wali Kota sudah menyampaikan beberapa sudah mengalami sedimentasi yang cukup serius dan terdapat timbulan-timbulan sampah,” urai Hanif.

Terkait hal tersebut, Pemprov Bali dan Pemkot Denpasar bertekad harus segera melakukan mitigasi, serta melakukan kegiatan reforestasi maupun revegetasi.

Selain itu, pihak-pihak terkait harus melakukan pengawasan ketat, termasuk menghindari konversi-konversi lahan yang tidak diperlukan, seperti dibangun jadi vila atau hotel.

“Jadi, kita harapkan tidak ada lagi konversi-konversi lahan untuk kegiatan terbangun. Seperti vila, cottages, dan lain-lain yang akan mengganggu serapan air. Ini alam sudah mengkalibrasi dengan hujan yang ekstrem,” ucap Hanif.

Upaya tersebut mendapat dukungan penuh dari Gubernur Bali Wayan Koster. Koster melarang alih fungsi lahan produktif, termasuk sawah, menjadi hotel, restoran, dan fasilitas komersial lain mulai tahun 2025 ini.

Hal itu diingatkan Koster kembali setelah banjir parah yang melanda sejumlah daerah di Bali beberapa waktu yang lalu. Pemerintah kabupaten/kota di provinsi Bali tidak boleh lagi mengeluarkan izin penggunaan lahan produktif untuk kepentingan komersial.

“Perumahan itu sangat selektif, kecuali itu lahan milik warga karena memang di rumahnya. (Perdanya) Mulai tahun ini. Sudah ada instruksi kepada Bupati dan Wali Kota se-Bali,” ujar Koster.

——-

Artikel ini telah naik di infoBali, bisa dibaca selengkapnya dan

Hutan di Bali Sangat Penting

Koster Larang Lahan Produktif Diubah Jadi Hotel-Restoran