Garuda adalah makhluk mitologi Indonesia yang merujuk pada hewan langka dan dilindungi elang Jawa. Burung inilah yang kemudian menjadi lambang Indonesia dengan segala simbolisasinya. Sebagai hewan endemik, elang Jawa hanya ditemukan di hutan primer di Pulau Jawa.
Habitat elang Jawa adalah hutan alam dataran rendah hingga tinggi dengan pola sebaran berkelompok di tempat hidupnya. Artinya elang Jawa hanya ditemukan di lokasi tersebut sebagai areal buru, tempat istirahat, dan lokasi sarang. Elang Jawa adalah hewan karnivora pemangsa bajing pohon, tupai, dan ayam hutan.
Dikutip dari tulisan berjudul Habitat dan Perilaku Elang Jawa (Nisaetus bartelsi) di SPTN 1 Tegaldlimo Taman Nasional Alas Purwo, Jawa Timur oleh Desy Natalia Sitorus dan Jarwadi B Hernowo dari Fakultas Kehutanan IPB, garuda (elang Jawa) lebih banyak ditemukan di hutan alam dataran rendah. Elang Jawa memilih tempat dengan pohon yang merupakan sumber pangan mangsanya.
Dalam berbagai riset, elang Jawa dilaporkan terlihat di beberapa taman nasional berikut:
Laporan tahun 2023 menyatakan penemuan anak elang Jawa yang berumur 10 hari di Resort PTN Cibodas, Seksi PTN Wilayah I Cibodas, Bidang PTN Wilayah I Cianjur. Pasangan induknya adalah elang Jawa jantan bernama Mandala dan betina dengan nama Wangi.
Secara umum TNGGP adalah habitat penting bagi siswa endemik macan tutul Jawa, owa Jawa, dan elang Jawa. Dikutip dari situs Ditjen KSDAE ada 16 sarang aktif elang Jawa di seluruh kawasan TNGGP sejak 2015.
Elang Jawa di TNAP memilih hutan dataran rendah dengan pohon yang heterogen dengan pohon mencuat sebagai tempatnya beraktivitas. Areal dengan pohon seragam lebih banyak digunakan sebagai tempat beristirahat. Untuk sarang, elang Jawa juga memilih lokasi dengan potensi mangsa beragam dan melimpah.
Dalam paper yang membahas perilaku elang Jawa, hewan ini sangat banyak menghabiskan waktu istirahat mencapai 58,06%. Aktivitas lainnya adalah berburu (3,23%), terbang (3,23%), melawan (0,02%), dan bersuara (35,48%). Elang Jawa terbang dengan cara gliding, yaitu meluncur horizontal tanpa mengepakkan sayap untuk menempuh jarak jauh.
Areal TNMB seluas 58 ribu hektar yang kaya keanekaragaman hewan dan tanaman menjadi salah satu habitat pilihan elang Jawa. Laporan petugas TNMB menjelaskan beberapa kali pertemuan tidak sengaja dengan predator utama ini.
Elang Jawa terlihat dengan ciri khas dua bulu jambul di belakang kepala, bentang sayap sepanjang 150 cm, dan panjang badan 70 cm. Bulu elang Jawa saat dewasa didominasi coklat di seluruh tubuh.
Laporan pada 2024 menyatakan penemuan anak elang Jawa berusia 2-3 minggu dari petugas Resort Pengelolaan Taman Nasional Wilayah (PTNW) Cimantaja, Satuan Pengelolaan Taman Nasional (SPTN) Wilayah III Sukabumi. Anak elang Jawa dilaporkan berbulu putih yang berarti belum lama menetas dari telurnya.
Saat laporan dibuat, anak elang Jawa dikabarkan dalam kondisi sehat. Kelahiran anak elang Jawa adalah kabar baik bagi kelestarian populasi satwa yang kerap dianggap berkharisma ini. Elang Jawa adalah satwa kunci TNGHS bersama owa Jawa dan macan tutul Jawa.
Dua ekor elang Jawa betina dilepasliarkan pada 2021 yang merupakan hasil tangkapan masyarakat. Elang Jawa bernama Araga dan Mirah ini menjalani rehabilitasi lebih dulu selama 13 bulan, penilaian perilaku, dan pemeriksaan kesehatan.
Perilaku yang diamati secara intensif terdiri dari cara elang Jawa terbang, bertengger, berburu, dan berinteraksi dengan manusia. Laporan pada 2021 menyatakan ada 35 elang Jawa, yang merupakan predator utama, di seluruh kawasan TNBTS.
Populasi elang Jawa di TN Gunung Merbabu naik turun sesuai hasil laporan petugas. Laporan pada 2023 menyatakan ada dua kali perjumpaan dengan elang Jawa dan cenderung stabil sejak 2013. Pada 2018 dan 2021 ada empat kali perjumpaan dan sempat tidak ada pertemuan dengan elang Jawa pada 2016.
Luas areal jelajah elang Jawa di TN Gunung Merbabu adalah 3,95 km2 di tipe hutan sekunder dan lokasi yang berbatasan dengan pertanian/ladang. Elang Jawa bersarang di pohon kesowo dan pinus sementara untuk tengger adalah jenis kesowo, akasia, bintami, dan pampung.
Sebagai pemuncak rantai makanan, kehadiran elang Jawa mengindikasikan keseimbangan ekosistem alam dan biodiversitas di suatu habitat. Elang Jawa mencegah terjadinya ledakan salah satu populasi yang berisiko mengganggu kelestarian lingkungan.
Elang Jawa juga mengindikasikan kebersihan lingkungan, karena jumlah hewan ini langsung berkurang jika habitatnya terganggu. Laporan Perhimpunan Pelestarian Burung Liar Indonesia (Burung Indonesia) menyatakan hanya ada 300-500 elang Jawa di seluruh Jawa dan Bali. Jumlah ini berisiko terus turun hingga bisa punah seiring makin tergerusnya hutan primer di Jawa.