Kawasan konservasi Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) di Riau mengalami penyempitan ekstrem sehingga tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan ruang hidup gajah sumatera. Kementerian Kehutanan mematok target restorasi hutan alami seluas 80 ribu hektar, cukupkah?
Gajah, termasuk gajah sumatera, adalah satwa kunci ekosistem yang membutuhkan bentang alam besar untuk berjalan, mencari makan, dan menjaga keseimbangan hutan. TNTN memiliki luas awal 81.793 hektare, tetapi kini hanya tinggal sekitar 12.561 hektare atau 15 persen yang masih berfungsi sebagai hutan alami.
Sebagian besar wilayah yang hilang telah beralih menjadi perkebunan sawit dan area terbuka. Ketika jalur migrasi alami terputus, gajah terdorong mendekati permukiman, meningkatkan risiko konflik dengan manusia dan memperparah ancaman terhadap populasi yang sudah kritis.
Pemerintah menyatakan bahwa pemulihan kawasan tengah dilakukan secara bertahap. Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni menegaskan TNTN sedang direstorasi.
“Proses restorasi Taman Nasional Tesso Nilo terus dilakukan. Kita terus bekerja untuk memastikan Domang dan kawan-kawan rumahnya tidak diganggu dan mereka bisa hidup di alam bebas,” ujarnya dalam siaran pers dikutip Senin (1/12/2025).
Dia berjanji bahwa restorasi diprioritaskan di lahan seluas 31 ribu hektare kemudian seiring berjalannya waktu hutan di TNTN dipulihkan mendekati luasan awal TNTN.
“Insyaallah sesegera mungkin…, rencananya 511 hektar. Saya juga Insyaallah sudah ada komitmen 7 ribuan hektare lagi yang akan ditanam. Insya Allah di areal 31 ribu ini dulu yang kita restorasi jadi fokus utama, nanti pelan-pelan bisa ke 80 ribu hektare,” kata dia.
Balai TNTN turut menekankan bahwa pemulihan ekosistem adalah langkah yang harus dilakukan. Kepala Balai TNTN Heru Sutmantoro mengatakan bahwa relokasi warga dari kawasan inti diperlukan untuk mengembalikan fungsi konservasi, meskipun masih menghadapi penolakan sebagian masyarakat.
“Kami mengambil langkah pengamanan agar kawasan ini dikembalikan fungsinya sebagai konservasi, sebagai rumah untuk satwa liar. Termasuk memulihkan hulu sungai yang rusak dan mencegah banjir. Sosialisasi relokasi juga terus kami lakukan kepada masyarakat,” kata Heru.
Saat ini terdapat sekitar 150 ekor gajah di TNTN, termasuk 25-30 ekor anakan. Secara ekologis, gajah membutuhkan ruang hidup yang sangat luas, yakni untuk menjelajah dan mencari makanan.
Dalam kondisi alami, satu kawanan gajah Asia membutuhkan 200-1.000 km² atau 20.000-100.000 hektare wilayah jelajah. Dengan asumsi satu kawanan berisi sekitar 20 ekor gajah maka 150 ekor gajah setara dengan 7-8 kawanan, sehingga kebutuhan habitat minimalnya mencapai 140.000-160.000 hektare.
Itu berarti luas hutan alami TNTN yang tersisa saat ini, hanya sekitar 12.561 hektare, jauh dari memadai dan bahkan kurang lebih dari sepuluh kali lipat dibandingkan kebutuhan minimal ruang jelajah gajah. Kondisi ini menjelaskan mengapa konflik gajah-manusia semakin sering terjadi di kawasan sekitar taman nasional.
Gajah menghabiskan 16-20 jam sehari untuk berjalan dan mencari makan, bahkan dapat menempuh 48-80 kilometer per hari. Mereka membutuhkan 68-90 kilogram pakan setiap hari. Kotoran gajah, yang sebagian besar berisi nutrisi yang tak tercerna, berfungsi sebagai pupuk alami yang memperkaya tanah serta menyebarkan biji tanaman. Peran ekologis itu hanya dapat berjalan jika gajah memiliki ruang jelajah yang cukup.






