Tradisi Minum Teh di Wedangan Lek Man, Solo Raya

Posted on

Groks… sreettt… suara pintu rolling door dibuka setengah. Lek Man, seorang pengusaha kuliner wedangan asal Bayat, kembali membuka cabang baru di Gendengan, Wirun, Mojolaban, Sukoharjo.

Wedangan ini adalah cabang ke-16 dari jaringan Wedangan Lek Man yang bermula dari gerai pusat di Pasar Kembang, Surakarta. Pembukaan cabang ini menjadi momentum penting dalam perjalanan panjang usahanya.

Dari balik pintu, tampak Lek Man menyambut ramah para pelanggan yang sudah menunggu dengan sabar. Meski tanpa seremonial mewah, kehadiran Wedangan Lek Man tetap menjadi magnet yang menarik banyak pelanggan setia maupun pengunjung baru.

“Wedangan ini rencananya dibuka pukul 15.00 WIB hingga 03.00 WIB dini hari. Namun, karena banyak pelanggan yang sudah antre sejak siang, kami memutuskan untuk memajukan jam buka. Dari pada mengecewakan mereka, lebih baik segera dibuka,” tutur Lek Man sembari tersenyum.

Tanpa promosi khusus, Wedangan Lek Man tetap dipadati pengunjung. Lek Man mengungkapkan rasa syukurnya atas antusiasme ini.

“Dari pukul 15.00 WIB hingga 22.00 WIB tadi, wedangan kami penuh sesak. Bahkan, lantai atas rumah yang belum sempat diatur pun terpakai. Dari beranda hingga gandok dan loteng, semua area dipadati pelanggan,” jelasnya.

Menurut Lek Man, fenomena ini terjadi karena wedangan menawarkan suasana yang unik. Banyak pelanggan penasaran dengan konsep tradisional yang diusungnya, terutama di tengah maraknya restoran modern.

Teh lebih dari sekadar minuman. Di Jawa Tengah, setiap cangkir teh menyimpan cerita tentang tradisi, budaya, dan kehidupan masyarakat.

Salah satu bentuk nyata dari tradisi ini adalah wedangan, yang telah menjadi bagian tak terpisahkan dari keseharian masyarakat di eks Karesidenan Solo Raya.

Budaya minum teh sendiri berasal dari Asia Timur, dengan China sebagai pusat awalnya. Menurut legenda, Kaisar Shen Nung secara tidak sengaja menemukan teh pada 2737 SM ketika daun dari sebuah pohon jatuh ke dalam air yang sedang direbus.

Sejak saat itu, teh menjadi simbol harmoni, kontemplasi, dan kebersamaan. Di Solo Raya, wedangan menjadi tempat di mana tradisi minum teh benar-benar terasa hidup.

Wedangan adalah warung sederhana yang menyajikan teh sebagai menu utama, lengkap dengan aneka makanan ringan khas lokal. Budaya ini telah menjadi gaya hidup, terutama karena wedangan menawarkan kehangatan yang sulit ditemukan di tempat lain.

Keberadaan wedangan begitu menyebar hingga hampir di setiap sudut kampung di Solo Raya dapat ditemukan warung kecil ini. Masyarakat datang tidak hanya untuk melepas dahaga, tetapi juga untuk membangun hubungan sosial.

Suasana yang akrab dan sederhana membuat wedangan menjadi ruang interaksi yang penting bagi warga setempat. Teh yang disajikan di wedangan memiliki cita rasa khas, berkat racikan khusus yang sudah menjadi tradisi.

Sebagian besar pedagang wedangan berasal dari Bayat, Klaten, yang dikenal sebagai pusat racikan teh tradisional. Para perantau dari Bayat membawa seni meracik teh ini ke berbagai kota besar seperti Solo, Yogyakarta, dan Semarang.

Teh di wedangan biasanya diracik dengan gula batu atau gula Jawa, menghasilkan rasa manis alami yang lembut. Proses ini menciptakan keseimbangan rasa yang menjadikan teh wedangan berbeda dari teh pada umumnya.

Wedangan lebih dari sekadar tempat minum teh. Di sini, masyarakat dari berbagai kalangan berkumpul, berbicara, dan berbagi cerita. Topik yang diangkat pun beragam, mulai dari ekonomi, politik, sosial, budaya, hingga seni.

Dalam kesederhanaannya, wedangan menjadi miniatur kehidupan desa yang penuh kehangatan dan kebersamaan. Tak jarang, dari obrolan di wedangan muncul ide-ide besar.

Gagasan tentang pelestarian tradisi, inovasi bisnis, hingga pergerakan sosial sering kali lahir dari suasana akrab ini. Wedangan menjadi ruang di mana inspirasi tumbuh dan dialog menggerakkan perubahan.

Paiman, pemilik Wedangan Lek Man, adalah sosok di balik kesuksesan jaringan wedangan ini. Dengan latar belakang keluarganya di Bayat, Klaten, yang dikenal sebagai pelopor wedangan, ia mewarisi semangat untuk melestarikan tradisi minum teh.

Cabang terbaru di Bekonang, Sukoharjo, menjadi bukti ketekunan dan kerja kerasnya. Wedangan Lek Man terkenal dengan hidangan khas Jawa Tengah, seperti nasi bandeng, belut, teri, dan gorengan.

Selain itu, racikan teh khasnya telah menjadi favorit pelanggan di berbagai kota, termasuk Jakarta, Bali, dan Kalimantan. Mendatang sudah ada tawaran lagi untuk menggarap di Sragen dan Pekalongan.

Tradisi wedangan menggambarkan bahwa secangkir teh lebih dari sekadar pelepas dahaga. Dalam setiap seruputnya, ada cerita tentang sejarah, kebersamaan, dan identitas masyarakat Solo Raya. Teh menjadi penghubung antar generasi, mengingatkan pentingnya menjaga tradisi di tengah arus modernisasi.

Budaya minum teh di Wedangan

Asal pengusaha wedangan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *