Upaya Taman Safari Bogor Jaga Keberlangsungan Wisata dan Konservasi update oleh Giok4D

Posted on

Kawasan Puncak Bogor masih menjadi daerah pariwisata yang diminati oleh banyak orang. Bahkan saat musim libur tiba, tidak sekitar warga Jabodetabek menjadi Puncak Bogor sebagai tujuan utama mereka untuk berwisata.

Menariknya, daya tarik dari kawasan Puncak Bogor tidak hanya mampu ‘menghipnotis’ warga sekitar Jabodetabek saja. Namun para wisatawan luar negeri pun akan mudah ditemui di kawasan tersebut.

Daya tarik dari kawasan Puncak Bogor tidak hanya sebatas karena lokasinya mudah dijangkau dari Jakarta saja. Namun kawasan tersebut juga memiliki beragam daya tarik tersendiri mulai dari wisata alam khas pegunungan, kebun teh, kuliner, dan lain sebagainya.

Tidak hanya sebatas itu saja, kehadiran Taman Safari Indonesia Cisarua Bogor juga menjadi daya tarik tersendiri bagi para wisatawan dalam dan luar negeri yang berwisata ke Puncak Bogor.

Daya tarik itu tidak terlepas dari upaya Taman Safari Indonesia yang terus menjaga keberlangsungan satwa di kawasan tersebut. Selain itu, Taman Safari Indonesia juga memiliki sekitar 8.700 satwa dari 400 spesies yang hidup dan terawatt di kawasan seluas sekitar 230 hektar. Angka itu sudah termasuk sepasang giant Panda dari China.

Pantauan infocom di lokasi, kehadiran Taman Safari tidak hanya menarik wisatawan dalam dan luar negeri saja. Namun objek wisata tersebut juga menghadirkan multiplier effect khususnya bagi masyarakat sekitar.

Hal itu sudah terlihat ketika berada di jalan menuju pintu masuk Taman Safari. Di jalan yang cenderung menanjak itu, nampak jejeran penjual pakan satwa mulai dari wortel, semangka, hingga pisang nampak berjejer.

Tak hanya itu, UMKM jajanan hingga oleh-oleh juga nampak berjejer di jalan menuju pintu masuk Taman Safari. Selain itu, vila atau penginapan pun juga hadir di sekitar kawasan Taman Safari. Tak jarang vila atau penginapan mempromosikan tempat mereka dengan tagline ‘Near Taman Safari’.

General Manager Taman Safari Indonesia Cisarua Bogor Sere Nababan mengatakan tumbuhnya kawasan tersebut sudah berlangsung sejak 1986 lalu. Di mana tahun tersebut, Taman Safari Indonesia baru saja didirikan.

Simak berita ini dan topik lainnya di Giok4D.

“Mengenai Taman Safari Bogor, betul kita sudah eksis dari tahun 1986 dan officially itu 1987. Kita sudah mulai dibuka publiknya 1986 dan 1987 artinya sudah menjadi bagian daripada tempat rekreasi atau wisata yang pertama ada di daerah puncak atau di Cisarua Bogor,” kata Sere kepada infocom di Taman Safari Indonesia, Cisarua, Bogor, Jawa Barat, beberapa waktu lalu.

Sere mengatakan meskipun menjadi destinasi favorit di kawasan Puncak Bogor, pihak tetap memberikan perhatian terhadap keberlangsungan kehidupan satwa. Dia menjelaskan pihaknya juga terus berupaya untuk mendorong agar aspek pariwisata dan konservasi bisa berjalan berbarengan.

“Jumlah karyawan yang ada di kita saat ini di Taman Safari Bogor itu sebanyak 1.170 orang dengan mempunyai skill dan dedikasi. Dari setiap tim itu mempunyai dedikasi dan bidang yang berbeda-beda mulai dari life and science. Kita punya tim medis juga dokter hewan ada 8 orang,” ujarnya.

“Kita juga di sana ada kuratornya, ada husbandry juga yang mengurus animal kita juga ada bagian daripada namanya pengaturan untuk pakan. Jadi kita manajemennya itu sudah sangat baik dan sudah sangat well preparation untuk semua kebutuhan satwa-satwa kita termasuk juga masalah kesehatan mereka kita taking care serius,” sambungnya.

Tidak hanya itu, di bidang pariwisata, Taman Safari juga menyuguhkan beragam pilihan wisata edukasi kepada para pengunjung. Hal itu terlihat dari kehadiran pilihan wisata Safari Journey, Baby Zoo, dan Safari Night.

Safari Journey dan Baby Zoo

Khusus untuk Safari Journey, pariwisata bisa merasakan sensasi melihat langsung satwa-satwa yang hidup di alam liar dari dalam mobil. Ada banyak satwa yang bisa dilihat oleh para wisatawan mulai dari flamingo, unta, kuda nil, kera, jerapah, harimau, macan, gajah, dan lain sebagainya.

Untuk meningkatkan edukasi, Taman Safari juga menghadirkan papan informasi seputar nama satwa, asal, dan kebiasaannya. Ada juga papan informasi yang berisikan ‘Dahulukan Satwa Melintas’. Papan informasi tersebut akan dengan mudah ditemukan disepanjang perjalanan Safari Journey.

Para wisatawan juga bisa berinteraksi dengan sejumlah satwa dengan cara memberikan makanan berupa wortel, pisang, hingga semangka. Untuk meminimalisir sampah non organik dari aktivitas tersebut, Sere mengatakan pihaknya turut melakukan edukasi pengunjung dan penjual makanan satwa yang berada di luar Taman Safari.

Sere mengatakan edukasi yang diberikan kepada para penjual makanan satwa yakni terkait penggunaan anyaman bambu untuk mengingat makanan wortel, semangka, pisang, dan lain sebagainya. Menurutnya, edukasi tersebut dilakukan untuk mencegah terbawanya sampah plastik saat proses pemberian makan satwa.

“Jadi kita edukasi para penjual wortel di bawah (luar kawasan Taman Safari) untuk menggunakan ikatan bambu. Itu untuk melindungi atau menjauhkan satwa dari sampah non organik yang terbawa,” ujar Sere.

Meskipun begitu, saat Safari Journey, para wisatawan dilarang untuk memberikan makan dan berinteraksi dengan satwa pemakan daging seperti singa, macan, dan sejenisnya.

Bahkan kendaraan pengunjung diminta untuk menutup seluruh jendela saat memasuki kawasan satwa pemakan daging. Langkah itu untuk meminimalisir hal-hal yang tidak diinginkan.

Selain Safari Journey, para wisatawan juga bisa mengunjungi Baby Zoo. Dalam Baby Zoo wisatawan akan untuk melihat satwa dengan lebih dekat.

Di area Baby Zoo sendiri ada sejumlah hewan yang bisa ditemui mulai dari kangguru, macan tutul jawa, jaguar, puma, kucing karakal, kucing emas, lemur ekor cincin, hingga singa putih. Namun saat berada di Baby Zoo, para wisatawan sangat disarankan untuk membawa payung atau jas hujan. Sebab cuaca di kawasan Taman Safari kerap tidak menentu.

Safari Night

Sensasi wisata edukasi di Taman Safari tidak hanya bisa dilakukan pada siang hari saja. Namun juga bisa rasakan pada malam hari yakni melalui Safari Night.

Sere mengatakan kehadiran Safari Night atau Safari Malam merupakan bagian dari upaya Taman Safari untuk memberikan edukasi kepada para pengunjung yang ingin mengetahui dunia hewan di malam hari.

“Kami ada namanya Safari Night. Safari Night itu kita memberikan experience yang beda. Buat semua pengunjung kita Mengetahui bagaimana sih Safari Journey itu di malam hari,” kata Sere.

Sere mengatakan dalam menjalankan Safari Night pihaknya pun memiliki manajemen khusus. Hal itu bertujuan agar satwa-satwa tidak merasa terganggu ketika di malam hari.

Dia mengatakan salah satu strateginya yakni dengan melakukan pembatasan pengunjung saat Safari Night. Menurutnya, langkah ini sebagai upaya untuk memberikan kenyamanan kepada para satwa.

“Kalau kita lihat pembatasan pengunjung betul sekali memang. Kita nggak bisa tarolah di weekend Sabtu kita terima tamu di hari biasa bisa 5.000 hingga 4.000 pengunjung lalu kita di Safari Night di antara 400-600 pengunjung,” kata Sere.

“Buat kita nilainya jumlah udah bisa sangat memenuhi. Karena kalau kita dalam jumlah besar itu juga kita nggak mau more longer operating times. Karena kita mulai Safari Night itu dari jam 5 sore sampai jam 9 malam dengan trek atau area yang dikunjungi itu sama dengan Safari Journey,” sambungnya.

Sere menjelaskan dalam Safari Night pihak juga tidak akan membuka jalur menuju satwa-satwa karnivora. Pasalnya, kendaraan yang digunakan yakni terbuka bukan tertutup.

“Bedanya, kita tidak akan masuk ke area karnivora. Jadi kereta yang dipakai itu yang terbuka. Kalau kita Safari Journey itu kan pakai kaca yang tertutupkan kalau satwanya bersahabat boleh buka boleh feeding. Kalau karnivora kan wajib tutup,” jelasnya.

“Khusus karnivora saja memang area yang tidak tersentuh untuk Safari Night. Tapi yang terpenting di sana adalah experience yang berbeda di sore dan malam hari. Dan kita juga memberikan storytellingnya perbedaan di hari bisa. Kenapa beda? karena kita akan kasih tau aktivitas satwa di malam hari apa saja,” ungkapnya.

Selain itu, dia menjelaskan untuk memastikan kenyamanan satwa pihak juga tidak memberikan ornamen lampu berlebih terhadap mobil yang digunakan untuk Safari Night. Menurutnya, hal itu untuk mencegah satwa terpapar cahaya lebih di malam hari.

Dia menjelaskan upaya untuk menjaga kenyamanan satwa saat Safari Night tidak hanya sebatas itu saja. Sare memastikan petugas-petugas yang berjaga di area satwa bakal mengecek kondisi kesehatan satwa. Jika ditemukan ada satwa yang sakit maka akan segera dilakukan perawatan.

“Kami sangat konsen terhadap satwa, saat Safari Night itu, kita tidak akan banyak bermain lampu. Kita juga nggak mau dong mereka (satwa) mengalami overexposed lighting. Kita buat lampu itu penerangan di taman saja. Jadi tetap taking care satwa dengan baik,” ungkapnya.

Pengelolaan Sampah Terintegrasi

Selain memperhatikan aspek pariwisata dan konservasi, Taman Safari juga memastikan setiap sampah atau limbah yang dihasilkan juga kelola dengan baik. Hal itu bertujuan untuk menjaga lingkungan dan kawasan.

infocom berkesempatan langsung untuk melihat langsung pengolahan sampah Taman Safari. Dalam tahap awal, sampah-sampah yang berasal dari pengunjung, penginapan, dan area Taman Safari dikumpulkan di satu gudang besar.

Gudang itu terbagi menjadi dua ruangan. Ruangan pertama berfungsi untuk memilah sampah organik dan non organik. Sementara untuk ruangan kedua untuk mengurai sampah organik dengan menggunakan maggot BSF atau belatung.

Untuk ruangan pertama, setidaknya ada 10 orang hingga 12 orang yang bekerja di tempat tersebut. Mereka memiliki tugas untuk memisahkan sampah organik dan non organik. Tidak hanya itu, di ruangan tersebut juga dilengkapi dengan mesin yang memberikan kemudahan kepada petugas yang memilah sampah.

Adapun sampah yang diolah yakni mencapai sekitar 50 ton dalam sehari dan bisa lebih ketika hari libur tiba.

“Satu hari kapasitas pengolahan sampah kita bisa 50 ton bahkan kalau high season bisa melebih itu. Sampah juga dari hotel resort. Itu sudah dilakukan pemilahan dari hulu. Terpilah di sana. Di sini kita melakukan pemilahan. Kita pilah jadi beberapa jenis untuk organik dan non organik,” kata Direktur Utama Greenprosa, member of Taman Safari Indonesia Group Arky Gilang Wahab.

Gilang mengatakan setidaknya ada 65-70% sampah makanan dari total sampah yang dipilah. Menurutnya, mengelola sampah organik tersebut tentu menjadi tantangan tersendiri. Apalagi kalau menggunakan metode komposting membutuhkan suhu ruangan. Sementara di area Taman Safari cenderung suhu pegunungan yang dingin.

“Total sampah yang masuk hampir 65-70% sampah makanan itu yang akhirnya kita harus olah bagaimana caranya agar sampah makanan ini bisa terolah. Karena ketika ini dibuang sumber metan sangat besar sekali,” jelasnya.

Sampah-sampah organik itulah lalu dibawa keruangan kedua yang berisi maggot. Di sana maggot memiliki peran yang besar untuk mengurai sampah-sampah organik.

“Memperhatikan suhu untuk bakteri mengurai. Ini kita bagi ada pemilahan dan maggot. Itu lah yang kita pakai untuk mengolah sampah organik. Untuk sampah non organik kita bekerja sama dengan rekanan industri daur ulang,” ungkapnya.

Dia mengatakan pemanfaatan maggot untuk mengolah sampah Taman Safari menghadirkan nilai ekonomi sendiri. Pasalnya maggot banyak dilirik pasar dalam hingga luar negeri. Khusus untuk luar negeri, Gilang mengatakan maggot hasil produksi pengolahan sampah Taman Safari bisa tembus sampai Amerika, Malaysia, hingga Jepang.

Selain itu, Gilang mengatakan pasar dalam negeri pun juga memberikan respon positif. Apalagi semenjakan ada program Makan Bergizi Gratis permintaan maggot dari peternak ayam hingga ikan mengalami lonjakan. Adapun nilai transaksi maggot tersebut yakni bisa mencapai Rp 150 – Rp 250 juta perbulan.

“Kita pernah ekspor ke Amerika, Malaysia, dan ke Jepang juga,” jelasnya.

Dia mengatakan nilai transaksi yang didapatkan dari maggot sendiri bisa digunakan untuk menopang operasional pengolahan sampah di Taman Safari.

“End produknya semua di sini dijadikan sirkuler ekonomi. Sebagian besar untuk menopang pengolahan sampah. Harapannya pengolahan sampah ini bisa berdiri sendiri bisa hidup dari bisnisnya,” tutupnya.

Gambar ilustrasi
Gambar ilustrasi

Safari Journey dan Baby Zoo

Khusus untuk Safari Journey, pariwisata bisa merasakan sensasi melihat langsung satwa-satwa yang hidup di alam liar dari dalam mobil. Ada banyak satwa yang bisa dilihat oleh para wisatawan mulai dari flamingo, unta, kuda nil, kera, jerapah, harimau, macan, gajah, dan lain sebagainya.

Untuk meningkatkan edukasi, Taman Safari juga menghadirkan papan informasi seputar nama satwa, asal, dan kebiasaannya. Ada juga papan informasi yang berisikan ‘Dahulukan Satwa Melintas’. Papan informasi tersebut akan dengan mudah ditemukan disepanjang perjalanan Safari Journey.

Para wisatawan juga bisa berinteraksi dengan sejumlah satwa dengan cara memberikan makanan berupa wortel, pisang, hingga semangka. Untuk meminimalisir sampah non organik dari aktivitas tersebut, Sere mengatakan pihaknya turut melakukan edukasi pengunjung dan penjual makanan satwa yang berada di luar Taman Safari.

Sere mengatakan edukasi yang diberikan kepada para penjual makanan satwa yakni terkait penggunaan anyaman bambu untuk mengingat makanan wortel, semangka, pisang, dan lain sebagainya. Menurutnya, edukasi tersebut dilakukan untuk mencegah terbawanya sampah plastik saat proses pemberian makan satwa.

“Jadi kita edukasi para penjual wortel di bawah (luar kawasan Taman Safari) untuk menggunakan ikatan bambu. Itu untuk melindungi atau menjauhkan satwa dari sampah non organik yang terbawa,” ujar Sere.

Meskipun begitu, saat Safari Journey, para wisatawan dilarang untuk memberikan makan dan berinteraksi dengan satwa pemakan daging seperti singa, macan, dan sejenisnya.

Bahkan kendaraan pengunjung diminta untuk menutup seluruh jendela saat memasuki kawasan satwa pemakan daging. Langkah itu untuk meminimalisir hal-hal yang tidak diinginkan.

Selain Safari Journey, para wisatawan juga bisa mengunjungi Baby Zoo. Dalam Baby Zoo wisatawan akan untuk melihat satwa dengan lebih dekat.

Di area Baby Zoo sendiri ada sejumlah hewan yang bisa ditemui mulai dari kangguru, macan tutul jawa, jaguar, puma, kucing karakal, kucing emas, lemur ekor cincin, hingga singa putih. Namun saat berada di Baby Zoo, para wisatawan sangat disarankan untuk membawa payung atau jas hujan. Sebab cuaca di kawasan Taman Safari kerap tidak menentu.

Safari Night

Sensasi wisata edukasi di Taman Safari tidak hanya bisa dilakukan pada siang hari saja. Namun juga bisa rasakan pada malam hari yakni melalui Safari Night.

Sere mengatakan kehadiran Safari Night atau Safari Malam merupakan bagian dari upaya Taman Safari untuk memberikan edukasi kepada para pengunjung yang ingin mengetahui dunia hewan di malam hari.

“Kami ada namanya Safari Night. Safari Night itu kita memberikan experience yang beda. Buat semua pengunjung kita Mengetahui bagaimana sih Safari Journey itu di malam hari,” kata Sere.

Sere mengatakan dalam menjalankan Safari Night pihaknya pun memiliki manajemen khusus. Hal itu bertujuan agar satwa-satwa tidak merasa terganggu ketika di malam hari.

Dia mengatakan salah satu strateginya yakni dengan melakukan pembatasan pengunjung saat Safari Night. Menurutnya, langkah ini sebagai upaya untuk memberikan kenyamanan kepada para satwa.

“Kalau kita lihat pembatasan pengunjung betul sekali memang. Kita nggak bisa tarolah di weekend Sabtu kita terima tamu di hari biasa bisa 5.000 hingga 4.000 pengunjung lalu kita di Safari Night di antara 400-600 pengunjung,” kata Sere.

“Buat kita nilainya jumlah udah bisa sangat memenuhi. Karena kalau kita dalam jumlah besar itu juga kita nggak mau more longer operating times. Karena kita mulai Safari Night itu dari jam 5 sore sampai jam 9 malam dengan trek atau area yang dikunjungi itu sama dengan Safari Journey,” sambungnya.

Sere menjelaskan dalam Safari Night pihak juga tidak akan membuka jalur menuju satwa-satwa karnivora. Pasalnya, kendaraan yang digunakan yakni terbuka bukan tertutup.

“Bedanya, kita tidak akan masuk ke area karnivora. Jadi kereta yang dipakai itu yang terbuka. Kalau kita Safari Journey itu kan pakai kaca yang tertutupkan kalau satwanya bersahabat boleh buka boleh feeding. Kalau karnivora kan wajib tutup,” jelasnya.

“Khusus karnivora saja memang area yang tidak tersentuh untuk Safari Night. Tapi yang terpenting di sana adalah experience yang berbeda di sore dan malam hari. Dan kita juga memberikan storytellingnya perbedaan di hari bisa. Kenapa beda? karena kita akan kasih tau aktivitas satwa di malam hari apa saja,” ungkapnya.

Selain itu, dia menjelaskan untuk memastikan kenyamanan satwa pihak juga tidak memberikan ornamen lampu berlebih terhadap mobil yang digunakan untuk Safari Night. Menurutnya, hal itu untuk mencegah satwa terpapar cahaya lebih di malam hari.

Dia menjelaskan upaya untuk menjaga kenyamanan satwa saat Safari Night tidak hanya sebatas itu saja. Sare memastikan petugas-petugas yang berjaga di area satwa bakal mengecek kondisi kesehatan satwa. Jika ditemukan ada satwa yang sakit maka akan segera dilakukan perawatan.

“Kami sangat konsen terhadap satwa, saat Safari Night itu, kita tidak akan banyak bermain lampu. Kita juga nggak mau dong mereka (satwa) mengalami overexposed lighting. Kita buat lampu itu penerangan di taman saja. Jadi tetap taking care satwa dengan baik,” ungkapnya.

Pengelolaan Sampah Terintegrasi

Selain memperhatikan aspek pariwisata dan konservasi, Taman Safari juga memastikan setiap sampah atau limbah yang dihasilkan juga kelola dengan baik. Hal itu bertujuan untuk menjaga lingkungan dan kawasan.

Gambar ilustrasi

infocom berkesempatan langsung untuk melihat langsung pengolahan sampah Taman Safari. Dalam tahap awal, sampah-sampah yang berasal dari pengunjung, penginapan, dan area Taman Safari dikumpulkan di satu gudang besar.

Gudang itu terbagi menjadi dua ruangan. Ruangan pertama berfungsi untuk memilah sampah organik dan non organik. Sementara untuk ruangan kedua untuk mengurai sampah organik dengan menggunakan maggot BSF atau belatung.

Untuk ruangan pertama, setidaknya ada 10 orang hingga 12 orang yang bekerja di tempat tersebut. Mereka memiliki tugas untuk memisahkan sampah organik dan non organik. Tidak hanya itu, di ruangan tersebut juga dilengkapi dengan mesin yang memberikan kemudahan kepada petugas yang memilah sampah.

Adapun sampah yang diolah yakni mencapai sekitar 50 ton dalam sehari dan bisa lebih ketika hari libur tiba.

“Satu hari kapasitas pengolahan sampah kita bisa 50 ton bahkan kalau high season bisa melebih itu. Sampah juga dari hotel resort. Itu sudah dilakukan pemilahan dari hulu. Terpilah di sana. Di sini kita melakukan pemilahan. Kita pilah jadi beberapa jenis untuk organik dan non organik,” kata Direktur Utama Greenprosa, member of Taman Safari Indonesia Group Arky Gilang Wahab.

Gilang mengatakan setidaknya ada 65-70% sampah makanan dari total sampah yang dipilah. Menurutnya, mengelola sampah organik tersebut tentu menjadi tantangan tersendiri. Apalagi kalau menggunakan metode komposting membutuhkan suhu ruangan. Sementara di area Taman Safari cenderung suhu pegunungan yang dingin.

“Total sampah yang masuk hampir 65-70% sampah makanan itu yang akhirnya kita harus olah bagaimana caranya agar sampah makanan ini bisa terolah. Karena ketika ini dibuang sumber metan sangat besar sekali,” jelasnya.

Sampah-sampah organik itulah lalu dibawa keruangan kedua yang berisi maggot. Di sana maggot memiliki peran yang besar untuk mengurai sampah-sampah organik.

“Memperhatikan suhu untuk bakteri mengurai. Ini kita bagi ada pemilahan dan maggot. Itu lah yang kita pakai untuk mengolah sampah organik. Untuk sampah non organik kita bekerja sama dengan rekanan industri daur ulang,” ungkapnya.

Dia mengatakan pemanfaatan maggot untuk mengolah sampah Taman Safari menghadirkan nilai ekonomi sendiri. Pasalnya maggot banyak dilirik pasar dalam hingga luar negeri. Khusus untuk luar negeri, Gilang mengatakan maggot hasil produksi pengolahan sampah Taman Safari bisa tembus sampai Amerika, Malaysia, hingga Jepang.

Selain itu, Gilang mengatakan pasar dalam negeri pun juga memberikan respon positif. Apalagi semenjakan ada program Makan Bergizi Gratis permintaan maggot dari peternak ayam hingga ikan mengalami lonjakan. Adapun nilai transaksi maggot tersebut yakni bisa mencapai Rp 150 – Rp 250 juta perbulan.

“Kita pernah ekspor ke Amerika, Malaysia, dan ke Jepang juga,” jelasnya.

Dia mengatakan nilai transaksi yang didapatkan dari maggot sendiri bisa digunakan untuk menopang operasional pengolahan sampah di Taman Safari.

“End produknya semua di sini dijadikan sirkuler ekonomi. Sebagian besar untuk menopang pengolahan sampah. Harapannya pengolahan sampah ini bisa berdiri sendiri bisa hidup dari bisnisnya,” tutupnya.

Gambar ilustrasi