KEK Tanjung Sauh di Batam ternyata masih bermasalah dengan lahan. Seharusnya pengelolaan KEK harus mencontoh KEK Mandalika yang dinilai cukup berhasil.
Pulau Tanjung Sauh di Nongsa, Batam, Kepulauan Riau (Kepri) ditetapkan sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) oleh Presiden Jokowi pada 2024. Proyek KEK Tanjung Sauh telah berjalan dengan komitmen investasi sekitar Rp5,9 triliun di atas lahan seluas 840 hektare.
Namun seiring terbitnya PP No. 47 Tahun 2025, muncul dinamika baru terkait status lahan, khususnya peralihan dari HGB di atas tanah negara menjadi HGB di atas Hak Pengelolaan (HPL) Otorita Batam.
Situasi ini menimbulkan ketidakpastian bagi investor yang telah menanamkan modalnya. Sementara pada saat yang sama pemerintah berupaya keras memperkuat arus investasi nasional. Kondisi itu pun diibaratkan seperti menyuruh pelari berlari cepat, tetapi tali sepatunya diikat.
Tantangan yang dihadapi KEK Tanjung Sauh sejatinya mencerminkan masalah klasik banyak KEK di Indonesia yaitu tumpang tindih regulasi, kepastian hukum yang belum solid, dan koordinasi lintas lembaga yang belum efektif.
“Harmonisasi regulasi dan pembentukan tim Transisi Hukum & Investasi harus segera dilakukan. Status hukum tanah perlu diperjelas, dan pengelolaan kawasan mesti berada di bawah satu Joint Management Board lintas K/L dan daerah. Pemerintah juga perlu memastikan, melalui surat resmi, bahwa PP 47/2025 tidak membatalkan status KEK. Kepastian hukum adalah fondasi kepercayaan investor,” ujar pakar pariwisata Taufan Rahmadi, dalam acara diskusi Tantangan Pengembangan KEK-KEK di Indonesia yang digelar BACenter, dikutip Jumat (7/11/2025).
Keberhasilan suatu KEK, menurut Taufan tidak hanya diukur dari banyaknya investor yang masuk, tetapi dari kualitas ekosistemnya yang mencakup integrasi rantai pasok, infrastruktur kawasan, dan pengembangan sumber daya manusia.
Chairil Abdini, peneliti Kebijakan Publik BACenter menambahkan penyelesaian masalah sengketa lahan di Tanjung Sauh, maupun KEK lainnya, seharusnya ditempuh dengan prinsip keseimbangan.
“Selesaikan masalahnya secara win-win solution. Dialog konstruktif antara pemerintah dan pengusaha penting agar proyek strategis nasional tidak tersandera oleh tarik-menarik kepentingan administratif,” tegas Chairil.
Keberhasilan KEK Mandalika sebagai contoh nyata bahwa kawasan ekonomi khusus bisa berkembang apabila memiliki kepastian hukum, dukungan lintas kementerian, dan ekosistem yang sehat.
Hingga Juni 2025, realisasi investasi di KEK Mandalika mencapai Rp5,7 triliun dengan penyerapan tenaga kerja lebih dari 19 ribu orang.
Kawasan ini pun menjadi magnet investasi pariwisata global, sekaligus tuan rumah ajang MotoGP yang mengangkat nama Indonesia di mata dunia.
“Mandalika adalah bukti bahwa ketika regulasi jelas dan tata kelola kuat, KEK bisa memberi manfaat ekonomi langsung bagi masyarakat,” ujar Taufan.
Presiden Prabowo Subianto sendiri telah menegaskan komitmennya terhadap pembangunan dan percepatan KEK di Indonesia.
“KEK merupakan bagian penting dari strategi pemerataan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja, dengan realisasi investasi nasional telah menembus Rp90,1 triliun dan menyerap lebih dari 47 ribu tenaga kerja,” ujar Prabowo dalam Rapat Terbatas bersama para menteri pada 22 Juli 2025.
Saat meresmikan KEK Sanur di Bali, Presiden Prabowo juga menegaskan bahwa pemerintah akan memastikan setiap KEK yang dibangun akan menjadi ruang pertumbuhan yang menghadirkan kesejahteraan dan pelayanan publik yang merata.
