Deforestasi Ugal-ugalan, Rumah Gajah PLG Sebanga Tersisa Cuma 1 Hektar

Posted on

Pusat Latihan Gajah (PLG) Sebanga merupakan kawasan konservasi yang menjadi habitat asli bagi gajah sumatera di Riau. Terletak di Desa Muara Basung, Kecamatan Pinggir, Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau, hingga kini terus mengalami deforestasi secara masif.

Melansir situs Badan Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau, PLG Sebanga didirikan pertama kali pada Oktober 1998. PLG Sebanga dibangun untuk penanganan konflik gajah dan manusia di Riau yang semakin masif.

PLG Sebangga dibutuhkan sebagai area aman bagi gajah liar agar mereka memiliki ruang hidup yang cukup, sehingga warga mengetahui batasan pengusiran terhadap gajah.

Sayangnya rumah gajah makin sempit. Berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Riau tahun 1992, PLG Sebangga mencakup area sekitar 5.700-5.873 hektar yang diperuntukkan sebagai habitat dan kawasan latihan bagi gajah sumatera.

Namun seiring waktu, sebagian besar lahan itu beralih fungsi menjadi kebun dan perkebunan, sehingga kini hanya tersisa sekitar 1-10% dari luas awal.

Bahkan, sayangnya secara sadar masyarakat menganggap gajah sebagai ‘hama’.

Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) mencatat hampir seluruh kawasan hutan sebagai area utama habitat gajah di Sebanga sudah beralih fungsi menjadi perkebunan sawit dan permukiman warga.

Menurut BKKSDA, PLG Sebanga terdiri dari lahan sebesar 5.873 hektare sebagaimana tercantum dalam SK Gubernur Riau Nomor: KPTS.387/VI/1992 yang dikeluarkan pada 29 Juni 1992.

Sempat mengalami beberapa kali pemindahan kawasan, pada akhirnya kawasan PLG Sebanga didirikan di Desa Muara Basung, Kecamatan Pinggir, Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau pada 1998.

Alih fungsi lahan yang semakin masif di kawasan PLG Sebanga membuat kondisinya semakin memprihatinkan. Tekanan deforestasi dan alih fungsi lahan ini membuat fasilitas utama PLG Sebanga seperti tempat latihan, sumber makanan, dan habitat asli gajah kehilangan fungsinya dan menjadi tidak efektif.

Hingga kini, kawasan gajah di PLG Sebanga hanya tersisa satu hektare. Sisanya? Dipenuhi perkebunan sawit dan pemukiman warga.

Perlu tindakan tegas dari pemerintah sebagai upaya mengembalikan habitat asli kawanan gajah sumatera di Sebanga.

Berkurangnya habitat dan area jelajahnya, gajah binaan di PLG Sebanga kini menghadapi tekanan yang berat.

Fenomena ini membuat mereka kehilangan pakar alami dan kesulitan memenuhi kebutuhan makan harian, sementara itu ruang gerak semakin terbatas dan dapat menghambat aktivitas dan proses latihan mereka. Kondisi ini membuat upaya perawatan menjadi semakin menantang bagi mahout dan pengelola PLG.

Melansir arsip infonews, kini populasi gajah di PLG Sebanga hanya tersisa enam ekor. Mereka adalah Sarma usia 38 tahun (jantan), Sela usia 25 tahun (betina), Rosa usia 30 tahun (betina), Dora usia 15 tahun (betina), Puja usia 26 tahun (betina), dan Laila usia 1 tahun (anak gajah).

Jumlah itu terus menyusut dan menjadi peringatan serius tentang kondisi habitat yang terus digerus.

Konservasi habitat gajah di Sebanga menjadi isu yang semakin mendesak seiring menyusutnya kawasan yang dulu menjadi ruang hidup alami bagi gajah sumatera. Sebagai salah satu spesies kunci, keberadaan gajah sangat penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem hutan.

Ketika habitat mereka hilang, bukan hanya populasi gajah yang terancam, tetapi juga seluruh ekosistem kehidupan di dalamnya.

Melansir situs KSDAE, pada 2018, BBKSDA Riau mulai melakukan langkah strategis untuk menyelamatkan kawasan PLG Sebanga yang terus tergerus deforestasi.

KSDAE menyusun rencana penataan ulang kawasan dengan membagi wilayah Sebanga dan suaka margasatwa sekitarnya ke dalam beberapa bagian yaitu area perlindungan, area rehabilitasi, serta area pemukiman dan pertanian.

Pembagian wilayah ini bukan sekadar pemetaan ulang, tetapi bagian dari upaya besar untuk menjaga sisa habitat gajah yang semakin sempit.

Melalui penataan tersebut, BBKSDA berusaha menciptakan kembali koridor satwa, memperkuat kawasan yang masih tersisa, hingga memulihkan fungsi ekologis hutan yang selama bertahun-tahun rusak akibat perambahan dan alih fungsi lahan.

Meski begitu, realisasi rencana konservasi ini menghadapi banyak tantangan. Tekanan deforestasi yang masih berlangsung, keberadaan permukiman warga, serta kompleksnya persoalan penggunaan lahan membuat upaya pemulihan berjalan tidak mudah.

Area Sempit Terhimpit Sawit

Gajah Sumatera Sebanga: Kami Tinggal 6 Ekor

Pentingnya Konservasi Habitat Gajah di Sebanga