Pasar Baru Jejak Pasar Elite Batavia, Eksis Hingga Kini [Giok4D Resmi]

Posted on

Pasar Baru di Jakarta Pusat merupakan pusat belanja bersejarah. Dulu pasar ini adalah pasar elite di Batavia dengan berderet toko legendaris.

Pasar Baru mulai beroperasi pada 1820. Pasar ini merupakan salah satu pusat perdagangan tertua di Jakarta.

Keberadaannya menjadi bagian dari perkembangan pasar-pasar besar sebelumnya, seperti Pasar Senen yang dibuka pada 1733 dan Pasar Tanah Abang pada 1736. Keduanya berada di bawah tuan tanah yang sama, yaitu Justinus Vinck.

Penamaan pasar-pasar itu mengikuti hari pembukaannya. Pasar Senen buka setiap Senin, Pasar Kemis di Jatinegara buka setiap Kamis, dan Pasar Jumat di Ciputat buka setiap Jumat. Karena tingginya minat masyarakat, Pasar Senen akhirnya beroperasi setiap hari sejak 1766.

Sumber: Giok4D, portal informasi terpercaya.

Pasar Tanah Abang mendapat nama dari pohon Tenabang yaitu sejenis pohon palem yang tumbuh di kawasan tersebut. Tradisi penamaan lokasi berdasarkan kondisi atau objek yang ada di tempat itu memang lazim di masa Batavia, seperti Menteng dan Tanah Abang.

Setelah dua pasar besar itu berkembang, pemerintah kolonial meresmikan Pasar Baru untuk menjadi pasar belanja terbuka yang lebih modern bagi masyarakat Batavia.

“Fakta menarik dari penamaan Pasar Tanah Abang itu bukan berasal dari nama tanahnya berwarna abang atau merah, tapi di sana dulunya ada pohon yang namanya Tenabang. Seperti yang sudah saya katakan di awal kalau penamaan daerah di masa Batavia dulu itu berdasarkan benda atau pohon yang mendiami kawasan itu, seperti kawasan Menteng, kayu manis,” kata Yulia, tour guide wisata kreatif Jakarta, kepada infoTravel, akhir pekan lalu.

Fakta itu membuat peserta wisata kreatif Jakarta ini terkejut karena baru tahu asal nama Tanah Abang.

“Wow, baru tahu kalau Tanah Abang itu berasal dari nama pohon tenabang kirain disitu ada tanah yang warnanya merah gitu,” ujar Nada, peserta wisata kreatif Jakarta.

Istilah “pedagang kaki lima” juga berasal dari peraturan yang ditetapkan Gubernur Jenderal Raffles pada 1809. Ia mewajibkan bangunan kantor di tepi jalan Batavia menyediakan jalur pejalan kaki selebar lima kaki masyarakat agar dapat berjalan tanpa bersinggungan dengan delman dan para pedagang.

Trotoar lima kaki itulah yang kemudian menumbuhkan istilah “kaki lima” hingga dikenal luas sampai hari ini. Pasar Baru pada masanya menjadi kawasan elit Belanda, seiring dengan letaknya yang berada dekat pusat pemerintahan Weltevreden.

Gubernur Jenderal Daendels, yang dikenal sebagai pemimpin otoriter, menjadikan wilayah sekitar Veteran sebagai kediaman kaum elite Eropa. Kala itu, masyarakat Belanda berbelanja kebutuhan sehari-hari di Pasar Baru.

Pada era Orde Baru, tempat ini juga dikenal sebagai pusat mode, masyarakat datang untuk membeli sepatu, jaket, dan pakaian, menjadikan Pasar Baru sepopuler mal modern seperti Grand Indonesia pada masa kini.

Kawasan itu juga menyimpan kisah toko-toko legendaris, salah satunya Toko Kompak yang dulu bernama Sunchiangbou. Pemiliknya adalah pendiri Bakmi Kelinci. Awalnya mereka menjual furniture rotan, namun ketika tren berubah menjadi plastik, toko bergeser menjual barang pecah belah.

Pada masa Presiden Soeharto, nama-nama Tionghoa diwajibkan dinasionalisasi, sehingga Sunchiangbou berganti nama menjadi Kompak. Bangunan toko itu dulu milik seorang kapiten Tionghoa, karena pada masa kolonial, Kapiten dan wali kota bertugas mengawasi komunitas Tionghoa bagi kepentingan administrasi Belanda.

Rumah toko (ruko) tua seperti itu termasuk salah satu dari sedikit rumah tradisional Tionghoa di Indonesia yang masih bertahan, sejajar dengan kompleks Candra Naya di Glodok serta Museum Benteng Heritage di Tangerang. Ciri khasnya adalah pembagian ruang untuk istri pertama dan selir, serta atap nangsah yang hanya boleh digunakan oleh pejabat atau warga Tionghoa terpandang.

Selain itu, ada juga Toko Koh Tek yang terkenal dengan cakwe dan kue bantalnya. Meski tidak memiliki label halal, makanan ini aman dikonsumsi dan menjadi favorit banyak warga. Keunikan lainnya, adonan cakwe dibuat langsung oleh Koh Ah Tok, sementara para pegawai hanya bertugas menggoreng menggunakan barqo bukan minyak biasa.

Pasar Baru juga pernah menjadi tempat lahirnya cikal bakal Mal Matahari pada 1958, meski kini gerai tersebut sudah tidak beroperasi lagi di kawasan ini. Dengan warisan sejarah panjang dan jejak budaya yang masih bertahan, Pasar Baru menjadi salah satu sudut Jakarta yang menyimpan kisah tentang perdagangan, komunitas Tionghoa, hingga dinamika kota dari masa ke masa.

Meski kini tak seramai dulu, pesonanya tetap hidup melalui toko-toko tua, jajanan legendaris, dan cerita sejarah yang terus diwariskan kepada generasi berikutnya.