Desa Adat Penglipuran, Simbol Kearifan Budaya Bali untuk Dikunjungi di Nataru

Posted on

Desa Adat Penglipuran menawarkan keindahan budaya Bali dengan lingkungan yang tertata rapi. Pesonanya bisa traveler kunjungi saat libur Nataru.

Desa Adat Penglipuran disebut-sebut sebagai ikon desa terbersih di dunia. Terletak di Kabupaten Bangli, Bali, desa ini menorehkan sejumlah prestasi yang membuatnya masuk dalam jejeran desa-desa terbaik kelas dunia.

Jadesta Kemenparekraf mencatat Desa Adat Penglipuran memiliki luas wilayah sekitar 112 hektare, di mana 50 hektare di antaranya dimanfaatkan sebagai lahan pertanian, 45 hektare lain merupakan hutan bambu, 4 hektare hutan kayu, 9 hektare pemukiman warga, dan 4 hektare lainnya digunakan sebagai tempat suci dan peribadatan.

Desa Penglipuran terletak 60 km dari Bandara Internasional Ngurah Rai. Secara geografi desa ini terletak di dataran tinggi dengan ketinggian 600-650 mdpl sehingga memiliki suhu yang sejuk dan asri.

Desa Adat Penglipuran dinobatkan sebagai desa terbersih di dunia. Melansir arsip informasi infoEdu, reputasi Desa Adat Penglipuran sebagai desa terbersih diakui melalui berbagai penghargaan bergengsi di bidang lingkungan serta pariwisata berkelanjutan.

Desa ini pernah meraih Kalpataru, sebuah penghargaan tertinggi di Indonesia untuk pelestarian lingkungan, dan penghargaan Indonesia Sustainable Tourism Award (ISTA) berkat penerapan prinsip pariwisata berkelanjutan dalam pengelolaan desa wisata.

Tak hanya di tingkat nasional, nama Penglipuran juga diakui dunia. Desa ini masuk dalam daftar Sustainable Destinations Top 100 versi Green Destinations Foundation, sebuah lembaga internasional yang menilai destinasi wisata berdasarkan keberlanjutan, konservasi lingkungan, serta keberpihakan terhadap budaya lokal.

Kedudukannya semakin kuat usai UNESCO secara resmi menetapkan Desa Adat Penglipuran sebagai desa terbersih nomor tiga di dunia. Salah satu bukti kebersihannya dilihat sanitasi air yang bersih dan terawat.

Predikat ini tidak datang begitu saja, melainkan dibangun dari komitmen kuat warganya dalam menjaga kebersihan, kelestarian alam, dan tatanan adat. Masyarakat lokal masih mengikuti dan melestarikan ajaran tradisional leluhur dengan kesadaran turut menjaga dan mencintai lingkungan yang mereka tinggali. Menariknya, desa ini juga bebas dari kendaraan mobil dan motor loh! Sehingga kualitas udara dan lingkungan tetap asri.

Desa Adat Penglipuran ini kembali mencuri perhatian dunia setelah dinobatkan sebagai salah satu penerima penghargaan bergengsi dari Organisasi Pariwisata Dunia (UNWTO). Pada tahun 2023, Penglipuran resmi masuk dalam daftar UNWTO Best Tourism Villages, sebuah penghargaan untuk desa wisata yang dinilai unggul dalam pelestarian budaya, keberlanjutan lingkungan, serta pemberdayaan masyarakat lokal. Penglipuran menjadi salah satu dari 54 desa terbaik di dunia yang terpilih dari 260 kandidat desa dari 60 negara.

Desa Adat Penglipuran di Kabupaten Bangli, Bali tidak hanya terkenal karena kebersihannya saja, tetapi juga karena tata ruangnya yang mencerminkan nilai-nilai leluhur dan filosofi Bali. Tata ruang desa ini dibangun berdasarkan konsep Tri Mandala, sebuah prinsip tradisional dalam budaya Bali yang menata ruang desa menjadi tiga zona utama sesuai dengan fungsi spiritual dan sosial.

Dalam konsep Tri Mandala, wilayah desa dibagi menjadi tiga bagian dengan tingkat kesakralan berbeda, yaitu:

– Utama Mandala. Area ini merupakan tempat paling suci yang diperuntukkan bagi kegiatan spiritual dan tempat-tempat ibadah yang menjadi pusat hubungan manusia dengan Tuhan.

– Madya Mandala. Sebuah area yang disebut zona tengah, berfungsi sebagai ruang kehidupan sehari-hari, termasuk area pemukiman penduduk serta kegiatan sosial warga desa.

– Nista Mandala. Area yang berada di bagian luar, tempat ini biasanya difungsikan sebagai area pemakaman dan kegiatan lain yang dipandang kurang sakral.

Penerapan Tri Mandala ini menjadi simbol identitas budaya desa dan mendorong keharmonisan antara kehidupan spiritual, sosial, dan lingkungan.

Desa Adat Penglipuran menjadi wilayah yang terkenal dengan ketaatan terhadap tradisi leluhur. Baik pemangku adat maupun masyarakat secara disiplin mematuhi aturan dan tradisi yang mereka yakini. Hal ini menjadi salah satu alasan masyarakat bisa hidup rukun dan tentram.

Melansir situs resmi Bali, terdapat sebuah ritual yang rutin dilaksanakan masyarakat lokal. Ritual ini disebut awig-awig. Awig-awig merupakan sebuah rutinitas di mana warga secara teratur melakukan kegiatan bersih-bersih dan pengolahan sampah di lingkungan sekitar desa.

Selain itu, sistem kebersihan desa juga didukung oleh fasilitas yang tertata rapi. Tempat sampah ditempatkan setiap 30 meter di setiap sudut desa. Hal ini memudahkan warga maupun wisatawan untuk membuang sampah pada tempatnya.

Ngusaba adalah salah satu ritual adat penting yang digelar menjelang Hari Raya Nyepi. Tradisi ini menjadi wujud ungkapan syukur masyarakat kepada Tuhan atas berkah, hasil panen, serta keselamatan yang telah diberikan sepanjang tahun. Melalui upacara ini, warga tidak hanya mempersembahkan doa dan sesajen, tetapi juga menegaskan kembali hubungan spiritual antara manusia, alam, dan Tuhan.

Selain ritual adatnya, Desa Penglipuran juga memiliki agenda budaya tahunan yang ditunggu-tunggu, yakni Penglipuran Village Festival. Biasanya digelar pada penghujung tahun, festival ini menampilkan serangkaian kegiatan yang meriah dan penuh nilai budaya.

Wisatawan dapat menikmati parade busana adat Bali, atraksi barong ngelawang, pertunjukan seni tradisional, hingga berbagai lomba kreatif yang melibatkan masyarakat setempat.

Selain pembagian wilayah dengan konsep Tri Mandala, masyarakat adat Penglipuran juga menerapkan konsep Tri Hita Karana. Merujuk pada sebuah penelitian yang dikutip infoEdu, konsep Tri Hita Karana ini dipercaya sebagai tiga sumber kebahagiaan.

Tiga sumber tersebut merujuk pada Parahyangan, Pawongan, dan Palemahan. Parahyangan adalah hubungan harmonis antara manusia dan Tuhan yang Maha Esa, Pawongan adalah hubungan harmonis manusia dengan manusia lain, sedangkan Palemahan adalah hubungan harmonis antara manusia dengan lingkungan alamnya.

Konsep inilah yang melahirkan kesadaran untuk selalu bersyukur kepada Tuhan, menjaga kerukunan dengan sesama manusia, dan mencintai alam sebagai rumah tempat tinggal.

Destinasi menarik yang ada di desa adat ini adalah kawasan rumah adat yang terbuat dari bambu. Melansir informasi Dinas Pariwisata Provinsi Bali, di Desa Adat Penglipuran berdiri kawasan pemukiman bambu peninggalan leluhur yang sudah ada sejak abad ke-11.

Meski modernisasi terus berkembang, desa ini tetap teguh mempertahankan tradisi leluhur. Salah satu buktinya terlihat dari ratusan rumah bambu berusia lebih dari 100 tahun yang masih terjaga hingga sekarang. Rumah-rumah tersebut diwariskan secara turun-temurun dan tetap dilestarikan oleh setiap generasi.

Secara tradisional, bangunan rumah dibuat dari bahan bambu dengan atap ilalang. Kini, beberapa bagian telah diperbaiki menggunakan genteng agar lebih tahan lama, namun nilai keasliannya tetap dipertahankan.

Setiap rumah memiliki pembagian ruang yang khas, seperti merajan (ruangan suci peribadatan), dapur, bale atau tempat tidur, ruang tamu, lumbung penyimpanan, hingga kamar mandi. Bagian ruang tamu atau bale delod kini banyak dimanfaatkan sebagai toko kecil untuk menjual kerajinan tangan khas Bali kepada wisatawan.

Hal menarik lainnya, sebelum memasuki kawasan permukiman tradisional ini, pengunjung akan melewati sebuah pintu gerbang khas Bali yang disebut angkul-angkul. Gerbang ini menjadi simbol penyambutan sekaligus batas antara area luar dan lingkungan rumah adat.

Berikut Fakta-fakta Menarik Desa Adat Penglipuran:

1. Desa Terbersih di Dunia

2. Best Tourism Village 2023

3. Konsep Budaya Tri Mandala

4. Konsisten Menjaga Adat dan Budaya Leluhur

Berikut beberapa tradisi dan kebudayaan yang diterapkan di Desa Adat Penglipuran:

Tradisi Awig-awig

Ritual Ngusaba

Penglipuran Village Festival

Konsep Tri Hita Karana

5. Rumah Adat Bambu yang Dilestarikan

Desa Adat Penglipuran menjadi wilayah yang terkenal dengan ketaatan terhadap tradisi leluhur. Baik pemangku adat maupun masyarakat secara disiplin mematuhi aturan dan tradisi yang mereka yakini. Hal ini menjadi salah satu alasan masyarakat bisa hidup rukun dan tentram.

Melansir situs resmi Bali, terdapat sebuah ritual yang rutin dilaksanakan masyarakat lokal. Ritual ini disebut awig-awig. Awig-awig merupakan sebuah rutinitas di mana warga secara teratur melakukan kegiatan bersih-bersih dan pengolahan sampah di lingkungan sekitar desa.

Selain itu, sistem kebersihan desa juga didukung oleh fasilitas yang tertata rapi. Tempat sampah ditempatkan setiap 30 meter di setiap sudut desa. Hal ini memudahkan warga maupun wisatawan untuk membuang sampah pada tempatnya.

Ngusaba adalah salah satu ritual adat penting yang digelar menjelang Hari Raya Nyepi. Tradisi ini menjadi wujud ungkapan syukur masyarakat kepada Tuhan atas berkah, hasil panen, serta keselamatan yang telah diberikan sepanjang tahun. Melalui upacara ini, warga tidak hanya mempersembahkan doa dan sesajen, tetapi juga menegaskan kembali hubungan spiritual antara manusia, alam, dan Tuhan.

Selain ritual adatnya, Desa Penglipuran juga memiliki agenda budaya tahunan yang ditunggu-tunggu, yakni Penglipuran Village Festival. Biasanya digelar pada penghujung tahun, festival ini menampilkan serangkaian kegiatan yang meriah dan penuh nilai budaya.

Wisatawan dapat menikmati parade busana adat Bali, atraksi barong ngelawang, pertunjukan seni tradisional, hingga berbagai lomba kreatif yang melibatkan masyarakat setempat.

Selain pembagian wilayah dengan konsep Tri Mandala, masyarakat adat Penglipuran juga menerapkan konsep Tri Hita Karana. Merujuk pada sebuah penelitian yang dikutip infoEdu, konsep Tri Hita Karana ini dipercaya sebagai tiga sumber kebahagiaan.

Tiga sumber tersebut merujuk pada Parahyangan, Pawongan, dan Palemahan. Parahyangan adalah hubungan harmonis antara manusia dan Tuhan yang Maha Esa, Pawongan adalah hubungan harmonis manusia dengan manusia lain, sedangkan Palemahan adalah hubungan harmonis antara manusia dengan lingkungan alamnya.

Konsep inilah yang melahirkan kesadaran untuk selalu bersyukur kepada Tuhan, menjaga kerukunan dengan sesama manusia, dan mencintai alam sebagai rumah tempat tinggal.

Destinasi menarik yang ada di desa adat ini adalah kawasan rumah adat yang terbuat dari bambu. Melansir informasi Dinas Pariwisata Provinsi Bali, di Desa Adat Penglipuran berdiri kawasan pemukiman bambu peninggalan leluhur yang sudah ada sejak abad ke-11.

Meski modernisasi terus berkembang, desa ini tetap teguh mempertahankan tradisi leluhur. Salah satu buktinya terlihat dari ratusan rumah bambu berusia lebih dari 100 tahun yang masih terjaga hingga sekarang. Rumah-rumah tersebut diwariskan secara turun-temurun dan tetap dilestarikan oleh setiap generasi.

Secara tradisional, bangunan rumah dibuat dari bahan bambu dengan atap ilalang. Kini, beberapa bagian telah diperbaiki menggunakan genteng agar lebih tahan lama, namun nilai keasliannya tetap dipertahankan.

Setiap rumah memiliki pembagian ruang yang khas, seperti merajan (ruangan suci peribadatan), dapur, bale atau tempat tidur, ruang tamu, lumbung penyimpanan, hingga kamar mandi. Bagian ruang tamu atau bale delod kini banyak dimanfaatkan sebagai toko kecil untuk menjual kerajinan tangan khas Bali kepada wisatawan.

Hal menarik lainnya, sebelum memasuki kawasan permukiman tradisional ini, pengunjung akan melewati sebuah pintu gerbang khas Bali yang disebut angkul-angkul. Gerbang ini menjadi simbol penyambutan sekaligus batas antara area luar dan lingkungan rumah adat.

4. Konsisten Menjaga Adat dan Budaya Leluhur

Berikut beberapa tradisi dan kebudayaan yang diterapkan di Desa Adat Penglipuran:

Tradisi Awig-awig

Ritual Ngusaba

Penglipuran Village Festival

Konsep Tri Hita Karana

5. Rumah Adat Bambu yang Dilestarikan