Para petani di kawasan subak Jatiluwih memasang seng di sekitar Kawasan Daerah Tujuan Wisata (DTW) Jatiluwih, Kecamatan Penebel, Tabanan, Bali sebagai aksi protes.
Aksi pemasangan puluhan seng tersebut membuat pemandangan sawah yang menjadi daya tarik wisata di Subak Jatiluwih terhalang. Selain seng, warga juga membentangkan plastik hitam sehingga menutupi hamparan sawah terasering itu.
Aksi protes itu dilakukan warga setelah Panitia Khusus (Pansus) Tata Ruang dan Alih Fungsi Lahan (TRAP) DPRD Bali menutup tempat usaha mereka yang dinilai melanggar tata ruang.
Aksi pemasangan seng oleh petani dan warga itu mulai berdampak pada aktivitas pariwisata. Sejumlah travel agent membatalkan kunjungannya ke wisata dengan panorama sawah terasering tersebut.
Bupati Tabanan I Komang Gede Sanjaya merespons aksi pemasangan seng yang dilakukan warga itu. Sanjaya menuturkan para petani yang selama ini menjaga sawah Jatiluwih hanya ingin mendapat manfaat dari perkembangan pariwisata. Menurutnya, warga juga berharap agar dilakukan mediasi terkait pengelolaan lahan di kawasan subak yang telah diakui sebagai Warisan Budaya Dunia (WBD) oleh UNESCO.
“Kami, pemerintah kabupaten dan provinsi, bahkan pusat, karena ini juga bagian dari Warisan Budaya Dunia, bagaimana kami menyikapi di wilayah sehingga orang-orang lokal menjadi bagian dari pariwisata,” ujar Sanjaya seperti dikutip dari , Sabtu (6/12/2025).
Sanjaya menilai aksi protes para petani itu merupakan bentuk kekecewaan mereka karena sektor pariwisata dan pertanian menimbulkan kesenjangan. “Mereka juga menjaga sawah, menjaga wilayah. Tapi karena keadaan kami di daerah pertanian, dengan segala keterbatasan kami tetap berusaha menjaga kondusivitas,” imbuh Bupati Tabanan dua periode itu.
Sebelumnya Panitia Khusus (Pansus) Tata Ruang dan Alih Fungsi Lahan (TRAP) DPRD Bali melakukan sidak ke Daya Tarik Wisata (DTW) Jatiluwih, Penebel, Selasa (2/12/2025). Sidak ini memicu polemik setelah pansus menemukan 13 bangunan diduga melanggar aturan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) dan Lahan Sawah Dilindungi (LSD), termasuk warung berkedok gubuk di area persawahan.
Gubuk-gubuk di sepanjang jalur trekking itu awalnya dipakai petani untuk menyimpan hasil panen dan alat pertanian. Namun pansus mendapati sejumlah gubuk berubah fungsi menjadi tempat berjualan, hingga dianggap menyalahi pemanfaatan ruang.
Ketua Pansus TRAP, Made Suparta, meminta Pemkab Tabanan serta pengelola DTW Jatiluwih menindak tegas pelanggaran tersebut. Pansus juga mendorong agar gubuk diseragamkan demi menjaga lanskap sawah.
Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Bali juga telah memanggil pemilik usaha di Jatiluwih yang bangunannya dinilai melanggar aturan tata ruang. Satpol PP akan mengecek administrasi dan perizinan usaha akomodasi di kawasan pertanian itu.
“Menindaklanjuti hasil dari forum yang sudah tiga kali mendapatkan SP (surat peringatan), kami tindaklanjuti melalui pemanggilan dan pemeriksaan administrasi. Tiga di antaranya kami dahulukan karena kami pasang police line. Sisanya setelah itu, mungkin Selasa atau Rabu,” ungkap Kepala Satpol PP Bali I Dewa Nyoman Rai Dharmadi, Jumat.
Dharmadi menegaskan kebijakan selanjutnya akan diserahkan Pemerintahan Kabupaten (Pemkab) Tabanan. Satpol PP Bali, dia berujar, hanya menjalankan rekomendasi dari Pansus TRAP DPRD Bali untuk menindaklanjuti pelanggaran tersebut.
“Kami hanya mencoba merekam apa yang sudah dikantongi izinnya masing-masing. Kami hanya bantu menindaklanjuti,” pungkasnya.
—
Artikel ini sudah tayang di infoBali.
