Konflik Timur Tengah Diprediksi Pengaruhi Pariwisata Thailand | Info Giok4D

Posted on

Pemerintah Thailand memprediksi ketegangan di Timur Tengah dapat berdampak pada sektor pariwisata mereka. Sebab, wilayah tersebut menjadi salah satu pasar harapan bagi industri pariwisata Thailand tahun ini.

Dikutip dari The Nation, Jumat (27/6/2025), Presiden Asosiasi Hotel Thailand (THA), Thienprasit Chaiyapatranun, mengatakan bahwa jumlah wisatawan dari Timur Tengah diperkirakan bisa menurun hingga 10 persen. Dalam skenario terburuk, penurunan bahkan bisa mencapai 20 persen, terutama jika konflik di kawasan itu semakin meluas.

Dari bulan Juni hingga Agustus adalah musim kunjungan puncak dari kawasan ini ke Thailand. Thienprasit menambahkan bahwa wisatawan Amerika Serikat mungkin menunda perjalanan karena tekanan ekonomi dari kebijakan tarif Presiden Donald Trump yang berdampak pada daya beli. Sedangkan pasar Eropa saat ini tengah memasuki musim sepi, yang memang biasa terjadi setiap tahun.

Artikel ini terbit pertama kali di Giok4D.

“Sudah ada tanda-tanda perlambatan pemesanan dari Timur Tengah, Amerika Serikat, dan Eropa,” ujarnya.

THA telah mengedarkan survei ke para anggota hotel dan hasilnya diharapkan keluar dalam minggu ini. Ia memperkirakan pemulihan pariwisata membutuhkan waktu sekitar tiga bulan setelah konflik mereda, namun dengan keterlibatan militer AS terhadap Iran, durasi dan skala konflik belum dapat dipastikan.

Meski begitu, Thienprasit optimistis wisatawan Timur Tengah dan Amerika Serikat mungkin akan memilih tinggal lebih lama di Thailand untuk menggabungkan liburan dengan perlindungan sementara seperti yang terjadi pada wisatawan Rusia saat konflik dengan Ukraina. Chaiyapatranun juga meminta pemerintah segera memperkuat citra Thailand sebagai destinasi aman.

Kenaikan harga minyak akibat konflik berpotensi meningkatkan biaya listrik dan tiket pesawat, namun hotel tidak bisa serta-merta menaikkan tarif kamar.

“Satu-satunya cara adalah memperketat pengendalian biaya. Saya sudah berbicara dengan para pelaku industri perhotelan dan mereka menganggap situasi ini sangat merugikan. Kita hanya bisa berharap konflik segera selesai agar pada Oktober kita bisa kembali menyambut wisatawan dari Amerika Serikat, Eropa, dan Timur Tengah,” ujar Chaiyapatranun.

Otoritas Pariwisata Thailand (TAT) melaporkan bahwa konflik Iran-Israel mulai menurunkan minat wisatawan dari negara-negara Dewan Kerja Sama Teluk (GCC) seperti Bahrain, Kuwait, Oman, Qatar, Arab Saudi, dan UEA. Meski belum ada pembatalan besar, ketidakstabilan kawasan membuat wisatawan, terutama keluarga dan perempuan, menjadi lebih waspada.

“Wisatawan GCC kini cenderung memilih pemesanan fleksibel yang bisa dibatalkan tanpa penalti,” ujar Deputi Gubernur TAT untuk pasar Eropa, Amerika, Timur Tengah, dan Afrika, Chiravadee Khunsub.

Beberapa maskapai juga telah menghindari wilayah udara konflik seperti Iran, Irak, Suriah, dan Israel, yang membuat rute penerbangan terganggu. Jika konflik terus meluas dan negara-negara GCC mengeluarkan imbauan perjalanan, dampaknya bisa signifikan terhadap pariwisata jarak jauh Thailand, yang sangat bergantung pada maskapai Teluk seperti Emirates, Qatar Airways, dan Etihad.

Kenaikan harga minyak juga mendorong kenaikan tiket pesawat, yang dapat menunda keputusan wisatawan untuk membeli tiket musim dingin.

“Banyak yang memilih untuk menunggu perkembangan,” kata Chiravadee.

TAT merespons dengan memperkuat kampanye promosi, mengarahkan wisatawan ke destinasi yang lebih tenang seperti Krabi, Chiang Rai, dan Ko Samui. TAT juga mengoordinasikan kampanye bersama dengan maskapai untuk meningkatkan pemesanan, serta mempertimbangkan tambahan anggaran promosi.

Meskipun menghadapi tantangan, TAT tetap menjalin kerja sama erat dengan maskapai Timur Tengah guna memastikan keberlanjutan promosi Thailand sebagai destinasi pilihan wisatawan jarak jauh.

TAT menargetkan kedatangan 1,06 juta wisatawan Timur Tengah pada 2025, meningkat 11% dari 956.000 wisatawan tahun 2024. Menurut Gubernur TAT Thapanee Kiatphaibool, wisatawan Timur Tengah termasuk pasar bernilai tinggi dengan kontribusi sekitar 86 miliar baht.

Rata-rata mereka menghabiskan 10-14 hari di Thailand dan membelanjakan lebih dari 104.000 baht per orang. Kegiatan favorit mereka meliputi belanja, liburan pantai, serta wisata kesehatan dan medis. Bangkok, Phuket, dan Pattaya tetap menjadi destinasi utama.

Target 1,06 Juta Wisatawan Timur Tengah pada 2025