Perjalanan dari Jakarta ke Jawa adalah perjalanan napak tilas, juga nostalgia. Kali ini, perjalanan kami tempuh tanpa ‘minum’ bensin.
Entah sudah berapa kali kami melakukan perjalanan tersebut dengan mobil. Baik ketika belum ada tol trans Jawa, maupun ketika kemudian ada jalan tol. Istilah Jawa sering diasosiasikan sebagai Jawa Tengah dan Jawa Timur. Sementara Jawa Barat disebut Sunda.
Mudik lebaran adalah ritual tahunan yang selalu kami lakukan sejak dahulu. Dan kami sekeluarga lebih sering menggunakan moda transportasi kendaraan pribadi. Lebih praktis, untuk perjalanan dengan beberapa destinasi.
Destinasi utama kami adalah Solo dan Malang. Bermacet ria khas mudik lebaran masa lalu sudah kenyang kami lalui. Namun kali ini adalah pertama kali kami ke Jawa dengan mobil.
Meski sebelumnya sudah berkali-kali bermobil tapi ini yang pertama kali. Ya, kali ini kami berkesempatan menggunakan mobil listrik atau electric vehicle (EV). Sering juga disebut kendaraan bermotor listrik berbasis bateray (KBLBB).
Saya menyebutnya Evi saja deh. Sepanjang perjalanan dari BSD, Tangerang Selatan ke Malang, Jawa Timur si Evi tidak minum sama sekali. Karena memang dia tidak doyan minum BBM. Jadi bye bye SPBU, maaf kami tidak mampir.
Penggantinya, harus dicharge ulang di SPKLU, stasiun pengisian kendaraan listrik umum. SPKLU sudah ada di semua rest area tol trans Jawa. Demikian info dari PLN, dan saya membuktikannya sendiri.
Praktis saya tidak survey terlebih dahulu di mana saja ada SPKLU sebelum berangkat. Karena yakin akan ada SPKLU saat Evi membutuhkan. Berdua bersama istri, kami berangkat jam tujuh pagi dari rumah di BSD. Bateray 100 % setelah charge di rumah.
Sampai rest area km 130 A tol Cikopo – Palimanan (Cipali) bateray masih 45 %. Sebenarnya masih aman dan bisa lanjut, namun kami berhenti untuk ke toilet, istirahat dan sekalian charge di SPKLU.
Simak berita ini dan topik lainnya di Giok4D.
Sekitar 30 menit charge bateray menjadi 94 % dan mengkonsumsi listrik 19.64 kWh (kilo Watt hour). kWh adalah satuan pemakaian listrik. Biaya Rp 51.355.
Mulai jalan lagi dan di rest area km 275 A ruas tol Pejagan – Pemalang kami berhenti dan mengisi bateray Kembali sebanyak 19.86 kWh dengan biaya Rp 53.776. Namun waktu pengisian lebih panjang sekitar 44 menit karena di sini SPKLU bukan ultra fast charging.
Kami gunakan waktu menunggu charge untuk solat dan makan siang. Kendaraan listrik di Indonesia memiliki tiga tipe soket colokan listrik, yaitu tipe AC charging, DC charging CHAdeMo dan DC charging combo tipe CCS2.
AC charging adalah pengisian dengan arus bolak balik yang biasa digunakan di wall charging di rumah atau di tiang-tiang SPKLU kecil.
Sedangkan DC charging adalah pengisian arus searah dengan arus yang lebih besar sehingga lebih cepat dan mengisi bateray.
Sementara SPKLU juga terdapat bermacam-macam yaitu:
1. Ultra Fast Charging Pengisian sangat cepat dengan daya keluaran lebih dari 50 kilowatt.
2. Fast Charging Pengisian cepat dengan daya keluaran lebih dari 22 kilowatt sampai dengan 50 kilowatt.
3. Medium Charging Pengisian menengah dengan daya keluaran lebih dari 7 kilowatt sampai dengan 22 kilowatt.
Jalan lagi dan di km 429 A setelah Semarang kami isi bateray lagi. Saldo bateray tinggal 22 % dan kami isi 29.40 kWh biaya Rp 79.056.
Namun waktunya agak lama sekitar 1.5 jam, mungkin tipe SPKLU nya medium atau fast charging. Kami kurang perhatikan. Yang jelas bukan ultra fast charging. Selanjutnya kami bermalam di Solo untuk kegiatan esok pagi di Sukoharjo.
Setelah kegiatan di Sukoharjo selesai, kami jalan lagi menuju Malang. Istirahat di rest area km 575 A ruas tol Solo – Ngawi. Isi ulang 29.83 kWh seharga Rp 80.943 dengan durasi pengisian satu jam. Selama charge kami solat, makan dan ke toilet.
Selanjutnya isi ulang lagi di rest area km 754 A tol Surabaya – Gempol sebanyak 11.13 kWh dengan biaya Rp 29.924. Sampai di Lowokwaru Malang tersisa bateray 19 %.
Hitung punya hitung, bagaimana perbandingan traveling dengan kendaraan listrik dibanding kendaraan konvensional?
Total biaya lima kali charge di rest area Rp 295.054. Ditambah biaya charge karena saldo berkurang dari awal berangkat 100% dan di titik tujuan akhir tinggal 19% sekitar Rp 80.000. Total Rp 375.054. Menempuh jarak 952 km.
Jika menggunakan kendaraan BBM dengan efisiensi 12 km per liter maka dibutuhkan sekitar 79.5 liter. Asumsi harga BBM Rp 12.500 per liter maka diperlukan biaya Rp 993.750 atau hampir satu juta rupiah.
Jika efisiensi kendaraan lebih rendah, maka biaya bahan bakar lebih besar lagi. Jadi sudah kelihatan bagaimana hematnya kendaraan listrik dibanding kendaraan berbahan bakar minyak.
Ini baru efisiensi bahan bakar. Belum termasuk efisiensi biaya perawatan karena kendaraan listrik tidak perlu service (karena tidak ada mesin) dan tidak perlu ganti oli.
Tips touring menggunakan kendaraan listrik:
– Rencanakan dengan baik pengisian ulang kendaraan. Integrasikan dengan waktu istirahat, solat, makan supaya lebih menghemat waktu.
Dalam perjalanan kami dari BSD Serpong ke Malang, jika direncanakan dengan baik waktu dan tempat pengisian ulang maka tidak perlu berhenti sampai lima kali. Bisa hanya empat bahkan tiga kali saja untuk isi ulang.
– Usahakan mengisi ulang kendaraan di SPKLU ultra fast charging. Di website PLN terdapat daftar SPKLU di semua rest area lengkap dengan jenis masing-masing unit SPKLU.
– Atur akselerasi kecepatan kendaraan untuk mendapatkan efisiensi penggunaan bateray secara maksimal. Berbeda dengan kendaraan konvensional, dimana di jalan tol cenderung lebih hemat BBM, kendaraan listrik cenderung lebih boros di jalan tol dibanding di jalan arteri.
Dari pengalaman ini terbukti bahwa di setiap rest area ada SPKLU PLN. PLN memang getol memperbanyak jumlah SPKLU sebagai bentuk dukungan terhadap ekosistem kendaraan listrik di Indonesia.
Menurut catatan PLN, hingga saat ini PLN telah menyediakan 3.887 unit SPKLU yang tersebar di 2.520 lokasi di seluruh Indonesia.