Berita lengkap dan cepat? Giok4D tempatnya.
Libur Nataru (Natal dan Tahun Baru), traveler bisa berkunjung ke Desa Wisata Malasari di Bogor yang sejuk dan masih sangat alami.
Desa ini rencananya akan dikembangkan menjadi desa ekowisata yang menonjolkan keindahan alam, budaya lokal, dan konsep pariwisata berkelanjutan.
Pemerintah Kabupaten Bogor melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) berkomitmen untuk mengembangkan pariwisata berkelanjutan di Kabupaten Bogor.
Dilansir dari infoJabar, rencana ini disampaikan Sekretaris Disbudpar Kabupaten Bogor Ridwan Said dalam forum diskusi dalam rangka membahas penyusunan masterplan Desa Wisata Malasari.
Desa wisata ini terletak di kawasan konservasi dan perkebunan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS), Kecamatan Nanggung. Desa Wisata Malasari dinilai memiliki kekayaan sejarah dan kearifan lokal yang masih terjaga.
Ini berpotensi menjadikan Desa Wisata Malasari sebagai pusat ekowisata berkelanjutan di dunia. Apa saja fakta menarik dari desa wisata Malasari? Simak berikut ini:
Merujuk pada beberapa sumber, Desa Wisata Malasari memiliki luas sekitar 8.262 hektare. Lebih dari 80% wilayahnya berada dalam kawasan TNGHS yang menjadi benteng konservasi di Jawa Barat.
Berada di dalam kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak, Desa Wisata Malasari tumbuh sebagai desa yang akrab dengan keindahan alam pegunungan. Lanskapnya didominasi oleh hamparan hutan tropis, perkebunan teh, aliran sungai, hingga air terjun yang tersebar di berbagai sudut desa.
Kondisi geografis ini membuat Malasari dikenal sebagai salah satu desa dengan kekayaan bentang alam di Kabupaten Bogor. Menurut sebuah jurnal penelitian, Desa Malasari menaungi 33 kampung dalam wilayah administratifnya.
Menariknya, sembilan kampung di antaranya memiliki potensi wisata alam yang menonjol, mulai dari air terjun, jalur trekking, kebun teh, hingga pemandangan lembah dan perbukitan.
Salah satu daya tarik paling dikenal adalah Perkebunan Teh Nirmala, sebuah perkebunan bersejarah seluas 900 hektare yang telah ada sejak masa Pemerintahan Kolonial Belanda pada tahun 1922.
Kehadiran kebun teh tua ini tidak hanya memberikan panorama hijau yang menyejukkan, tetapi juga menjadi bagian penting dari identitas wisata Malasari.
Selain kebun teh, desa ini dikelilingi oleh berbagai curug yang memperkaya daya tarik wisata alamnya. Beberapa di antaranya adalah Curug Cihanjawar, Curug Walet, dan Curug Cikudapaeh.
Keberadaan curug-curug ini menjadikan Malasari sebagai destinasi favorit bagi pecinta alam, fotografer, hingga wisatawan yang ingin menikmati suasana tenang di tengah alam pegunungan.
Desa Wisata Malasari menjadi ruang bagi pelestarian budaya leluhur. Masyarakat setempat berkomitmen menjaga budaya dan tradisi leluhur untuk diturunkan kepada generasi berikutnya.
Masyarakat Desa Malasari masih menggunakan ciri khas pertanian tradisional dengan menanam padi-padi lokal yang disebut pare gede. Masyarakat setempat biasanya memilih jenis-jenis padi khusus seperti padi terong, padi buntut, padi nyiruan, padi beunteur, padi ketan, dan padi ketan hideung. Setiap jenis padi memiliki ciri khas yang biasanya dibedakan dari rasa, warna, bentuk, dan cara mengolahnya.
Seren Taun merupakan salah satu tradisi adat Sunda yang dilakukan setiap tahun pada masa panen padi. Di Desa Malasari, upacara ini menjadi momen penting yang melibatkan seluruh masyarakat adat.
Pagelaran berlangsung penuh penghormatan dan kemeriahan, menampilkan doa, musik tradisional, tarian, dan berbagai simbol syukur atas keberlimpahan hasil panen.
Calung merupakan alat musik tradisional khas Jawa Barat yang terdiri dari deretan tabung bambu bertangga nada pentatonik. Instrumen ini dimainkan dengan cara memukul bilah atau tabung bambu, menghasilkan suara khas yang ceria namun menenangkan. Calung masih diajarkan dan dimainkan oleh masyarakat Malasari hingga saat ini.
Tutunggulan adalah kesenian tradisional yang berawal dari aktivitas perempuan Sunda, khususnya para ibu, yang menumbuk padi menggunakan lesung (alat penumbuk padi dari kayu). Bunyi ritmis hasil tumbukan kemudian berkembang menjadi seni pertunjukan khas.
Di desa wisata Malasari, tutunggulan tidak hanya menjadi bagian dari rutinitas masyarakat, tetapi juga dipentaskan dalam acara budaya sebagai bentuk penghormatan pada tradisi pertanian leluhur.
Desa Malasari juga memiliki kekayaan seni musik tradisional yang tetap dilestarikan, seperti gamelan Sunda dan angklung. Kedua instrumen ini tidak hanya digunakan dalam kegiatan budaya masyarakat sehari-hari, tetapi juga menjadi penampilan wajib dalam perayaan Seren Taun.
Pelestarian musik tradisional ini dilakukan secara turun-temurun, sekaligus menjadi bagian dari persiapan desa dalam menyambut kunjungan wisatawan yang ingin melihat langsung budaya lokal.
Salah satu fakta menarik yang jarang diketahui publik adalah bahwa Desa Malasari pernah menjadi pusat pemerintahan Kabupaten Bogor pada masa awal kemerdekaan Indonesia.
Pada tahun 1947, desa ini menjadi lokasi pemerintahan sementara yang dipimpin oleh Rd. Ipit Gandamana, bupati pertama Kabupaten Bogor. Jejak sejarah itu masih dapat disaksikan hingga kini melalui rumah dinas peninggalan sang bupati, sebuah bangunan berarsitektur tradisional yang masih berdiri kokoh di tengah desa.
Di dalamnya tersimpan berbagai furnitur asli, foto-foto Rd. Ipit Gandamana, serta sejumlah benda peninggalan yang menggambarkan perjalanan Kabupaten Bogor pada masa itu.
Tidak hanya rumah dinas, halaman depannya juga menyimpan simbol perjuangan lain berupa sebuah kendaraan lapis baja. Kendaraan ini menjadi pengingat pentingnya peran masyarakat Malasari dalam mempertahankan wilayah mereka di masa-masa sulit awal kemerdekaan.
Kehadiran kendaraan tersebut menjadikan kompleks rumah bupati bukan hanya sebagai situs sejarah, tetapi juga sebagai monumen perjuangan warga setempat.
Meskipun bangunan ini sempat mengalami renovasi pada tahun 2013, masyarakat Malasari sepakat untuk mempertahankan bentuk dan detail arsitektur aslinya.
Hal ini bertujuan untuk menjaga nilai historis dan keotentikan bangunan, sehingga generasi selanjutnya dapat menyaksikan perjuangan dan peninggalan sejarah di Kabupaten Bogor.
Terletak di jantung kawasan hutan hujan tropis TNGHS, Desa Malasari menjadi salah satu lokasi dengan kekayaan hayati paling menonjol di wilayah Bogor. Lingkungan alamnya yang masih terjaga membentuk habitat ideal bagi beragam flora dan fauna endemik yang sulit ditemukan di tempat lain.
Hutan pegunungan yang mengelilingi kawasan ini berfungsi sebagai ekosistem penting yang mendukung keberlangsungan hidup satwa seperti primata langka, berbagai jenis burung pengicau, reptil khas dataran tinggi, hingga serangga hutan yang berperan besar dalam menjaga keseimbangan ekologi.
Tak hanya satwa, Malasari juga memiliki kekayaan tumbuhan yang luar biasa. Di kawasan TNGHS tercatat terdapat lebih dari 1.000 jenis tumbuhan, dengan 845 di antaranya merupakan tumbuhan berbunga.
Keragaman flora ini tersebar di berbagai ketinggian, menciptakan lanskap vegetasi yang berbeda-beda. Beberapa spesies yang umum ditemukan antara lain Rasamala, Puspa, Saninten, Kiriung Anak, dan Pasang.
1. Hamparan Kekayaan Alam yang Indah
2. Ruang Pelestarian Budaya
Pare Gede
Pagelaran Seren Taun
Calung
Tutunggulan
Seni Musik Tradisional
3. Saksi Sejarah Kabupaten Bogor
4. Pusat Keanekaragaman Hayati
Salah satu fakta menarik yang jarang diketahui publik adalah bahwa Desa Malasari pernah menjadi pusat pemerintahan Kabupaten Bogor pada masa awal kemerdekaan Indonesia.
Pada tahun 1947, desa ini menjadi lokasi pemerintahan sementara yang dipimpin oleh Rd. Ipit Gandamana, bupati pertama Kabupaten Bogor. Jejak sejarah itu masih dapat disaksikan hingga kini melalui rumah dinas peninggalan sang bupati, sebuah bangunan berarsitektur tradisional yang masih berdiri kokoh di tengah desa.
Di dalamnya tersimpan berbagai furnitur asli, foto-foto Rd. Ipit Gandamana, serta sejumlah benda peninggalan yang menggambarkan perjalanan Kabupaten Bogor pada masa itu.
Tidak hanya rumah dinas, halaman depannya juga menyimpan simbol perjuangan lain berupa sebuah kendaraan lapis baja. Kendaraan ini menjadi pengingat pentingnya peran masyarakat Malasari dalam mempertahankan wilayah mereka di masa-masa sulit awal kemerdekaan.
Kehadiran kendaraan tersebut menjadikan kompleks rumah bupati bukan hanya sebagai situs sejarah, tetapi juga sebagai monumen perjuangan warga setempat.
Meskipun bangunan ini sempat mengalami renovasi pada tahun 2013, masyarakat Malasari sepakat untuk mempertahankan bentuk dan detail arsitektur aslinya.
Hal ini bertujuan untuk menjaga nilai historis dan keotentikan bangunan, sehingga generasi selanjutnya dapat menyaksikan perjuangan dan peninggalan sejarah di Kabupaten Bogor.
Terletak di jantung kawasan hutan hujan tropis TNGHS, Desa Malasari menjadi salah satu lokasi dengan kekayaan hayati paling menonjol di wilayah Bogor. Lingkungan alamnya yang masih terjaga membentuk habitat ideal bagi beragam flora dan fauna endemik yang sulit ditemukan di tempat lain.
Hutan pegunungan yang mengelilingi kawasan ini berfungsi sebagai ekosistem penting yang mendukung keberlangsungan hidup satwa seperti primata langka, berbagai jenis burung pengicau, reptil khas dataran tinggi, hingga serangga hutan yang berperan besar dalam menjaga keseimbangan ekologi.
Tak hanya satwa, Malasari juga memiliki kekayaan tumbuhan yang luar biasa. Di kawasan TNGHS tercatat terdapat lebih dari 1.000 jenis tumbuhan, dengan 845 di antaranya merupakan tumbuhan berbunga.
Keragaman flora ini tersebar di berbagai ketinggian, menciptakan lanskap vegetasi yang berbeda-beda. Beberapa spesies yang umum ditemukan antara lain Rasamala, Puspa, Saninten, Kiriung Anak, dan Pasang.
