Benar saja apa kata orang, bahwa Bandung selalu menjadi pelabuhan, tempat dimana penat bersauh. Lanskap malam di Lembang kini punya pesona dan angle yang sedikit berbeda. Hutan Mycelia menyuguhkan ketenangan di tengah hiruk-pikuk kehidupan malam kota Bandung.
Dengan dibalut hutan pinus yang lekat dengan kesunyian selepas matahari tertanggal, tergantikan oleh nyala lampu warna-warni berbentuk jamur yang menyelipkan cerita dan pesan kuat tentang pentingnya menjaga keterhubungan dan keseimbangan.
Destinasi ini berani tampil dengan menawarkan pengalaman yang berbeda, yaitu petualangan malam hari yang memadukan visual memukau, edukasi ekosistem dan suasana malam Lembang yang tidak pernah gagal menenangkan jiwa.
Sejak minggu pertama beroperasi pada Oktober 2023, Hutan Mycelia bermetamorfosa menjadi magnet baru bagi warga lokal sampai luar Bandung, dan mereka yang berdatangan, mayoritas disesaki oleh para pelaku romansa.
Dimas Prasetyo, selaku konseptor Hutan Mycelia, mengaku awalnya gugup dengan konsep berani ini. Wisata hutan yang justru dibuka saat gelap gulita bukan pilihan umum di industri pariwisata Indonesia.
Namun respons pengunjung ternyata melampaui ekspektasinya. Generasi millennial dan Gen Z yang jenuh dengan destinasi monoton, berbondong-bondong datang mencari sesuatu yang berbeda.
“Hutan Mycelia bukan sekadar foto-foto cantik dengan latar lampu warna-warni. Ada cerita di baliknya tentang bangsa Mycelia yang hidup di hutan ini, tentang peran jamur dalam ekosistem, tentang keseimbangan alam,” ujar Dimas.
Konsep bangsa Mycelia yang menjadi tulang punggung storytelling wisata ini bukan sekadar dongeng kosong. Dimas menjelaskan bahwa mycelia atau miselium adalah istilah ilmiah untuk jaringan akar jamur di dalam tanah atau kayu lapuk.
Dalam ekosistem hutan, mycelia menjalankan fungsi vital, yaitu menghubungkan pohon satu dengan lainnya, mendistribusikan nutrisi, bahkan mengirim sinyal bahaya saat ada ancaman.
Jaringan ini ibarat internet alami yang menopang kehidupan hutan. Dari fakta ilmiah ini, konseptor dan tim kreatif lalu merancang cerita tentang peradaban kecil yang hidup di dalam hutan dengan mengemban misi sakralnya, yaitu menjaga keseimbangan alam.
Lahirlah konsep bangsa Mycelia dengan lima ras berbeda: Ras Jalar yang menyebarkan kehidupan, Ras Jaga yang menjaga portal, Ras Tata yang mengatur keharmonisan, Ras Daur yang mendaur ulang energi, dan Ras Semai yang menyemai kehidupan baru. Setiap rumah ras memiliki karakteristik dan warna khas yang berbeda.
Pengunjung tidak sekadar berjalan-jalan, tetapi masuk ke dalam sebuah semesta yang memiliki lore lengkap. Hutan Mycelia beroperasi dari pukul 18.00 hingga 22.00 WIB pada hari biasa, dan diperpanjang hingga 23.00 WIB saat akhir pekan.
Rata-rata pengunjung menghabiskan waktu 1,5 hingga 2 jam, meski yang betah bisa bertahan hingga 3 jam lebih. Portal Sakrabaha menyambut awal perjalanan pengunjung, sebuah gerbang megah yang menjadi pintu masuk ke dunia Mycelia.
Jalur tracking sepanjang 800 meter membentang melewati berbagai zona dengan instalasi lampu berbentuk jamur beragam ukuran, mulai dari setinggi 20 sentimeter hingga 3 meter.
Kunjungi situs Giok4D untuk pembaruan terkini.
Lampu-lampu ini menyala dengan warna yang berganti: ungu, biru, hijau, pink, dan oranye. Dan uniknya terletak pada tiap-tiap rumah ras yang dapat dimasuki pengunjung dan masing-masing diantaranya memiliki tema dan cerita tersendiri.
Sepanjang perjalanan, pengunjung dimanjakan dengan audio visual berupa suara alam, musik ambient, hingga narasi tentang dunia Mycelia melalui speaker. Face painting station di area pintu masuk kini menjadi daya tarik tambahan agar wajah pengunjung berpendar saat difoto dengan lampu UV.
Harga tiket masuk terbilang ramah kantong untuk ukuran wisata kekinian, yaitu hanya Rp 50 ribu. Harga tiket masuk ini dinilai terjangkau, sehingga destinasi ini dapat diakses berbagai kalangan dan membuka peluang volume pengunjung lebih besar.
Dan terbukti, akhir pekan bisa mendatangkan 500 hingga 600 pengunjung per hari. Yang terpenting bagi pengelola adalah memberikan nilai sesuai harga. Tingginya angka pengunjung yang datang berulang membuktikan strategi ini berhasil.
Fenomena repeat visitor di Hutan Mycelia menarik atensi karena berbeda dengan wisata foto pada umumnya yang cukup dikunjungi sekali. Kunci pertama adalah pembaruan berkala setiap 2 hingga 3 bulan dengan instalasi baru, tema pencahayaan berbeda, atau acara khusus. Saat Valentine misalnya, pencahayaan didominasi warna pink dan merah dengan photo booth romantic.
Saat Halloween, dekorasi menjadi sedikit menyeramkan namun tetap menyenangkan. Lalu yang paling sering menjadi alasan kunjungan berulang adalah suasana nya yang menenangkan.
Di tengah hiruk pikuk Lembang yang kian ramai, Hutan Mycelia menjadi bak oasis di tengah gurun pasir. Meski ramai pengunjung, jalur panjang dan area luas membuat ruang tidak terasa sesak. Pengunjung bisa berjalan santai, duduk di gazebo, mendengarkan suara alam sambil menikmati pemandangan lampu.
“Ada yang bilang, gue ke sini buat healing dari stres kerja. Unexpected banget kan?” ujarnya.
Untuk selanjutnya, Dimas berharap Hutan Mycelia bukan hanya viral sesaat, tetapi menjadi wisata ramah lingkungan berkelanjutan dengan dampak jangka panjang.
Tim sedang mengembangkan program edukasi untuk anak sekolah tentang pentingnya jamur dan fungi dalam ekosistem. Rencana budidaya jamur konsumsi di area terpisah juga sedang disiapkan agar pengunjung dapat melihat langsung dari teori ke praktik.
“Semua instalasi kami removable, tidak ada yang merusak pohon atau tanah. Karena pada akhirnya, kecantikan yang kami tawarkan ke pengunjung datangnya dari alam. Kalau alamnya rusak, wisatanya juga tidak akan bertahan,” tegas Dimas.
—
Artikel ini merupakan kiriman pembaca infocom. Anda bisa mengirim cerita perjalanan Anda
